2. Harusnya...

Zahira yang masih terpaku menatap Arungga yang terluka itu nampak terkejut melihat Haikal berbalik dan mengejarnya. Zahira pun membalikkan tubuhnya dan bersiap lari, namun sayang ia terlambat.

Belati di tangan Haikal juga berhasil mengoyak punggung Zahira. Bahkan setelah Zahira terjatuh, Haikal masih membenamkan belati itu ke punggungnya hingga tembus ke dada.

Jeritan Tantri pun menggema saat melihat kebrutalan Haikal. Pria itu menghentikan aksinya lalu menoleh kearah Tantri.

" Berhenti menjerit Tantri...!" kata Haikal lantang.

" Ke... kenapa Kamu mem... bunuh mereka Haikal...?" tanya Tantri ketakutan.

" Apa masih perlu alasan lagi Tantri ?. Aku melakukan ini untuk melindungimu...!" kata Haikal lantang.

" Tapi Kamu ga perlu membunuh mereka Haikal...," sahut Tantri mulai menangis.

Melihat Tantri menangis membuat Haikal panik. Dengan cepat ia menarik tubuh Zahira lalu meletakkannya di lantai dekat dengan Arungga yang sedang sekarat. Lalu ia menarik tangan Tantri dan mengajaknya pergi meninggalkan Arungga.

Arungga menatap langit mendung di atas sana dengan nafas yang terputus-putus. Sedangkan di sampingnya Zahira nampak tertelungkup sambil merintih. Darah nampak menggenangi tubuh keduanya.

" Maaf telah membuatmu terluka Za... hira...," kata Arungga lirih.

Mendengar namanya disebut oleh pria yang ia cintai membuat Zahira tersenyum. Perlahan ia mengangkat kepalanya lalu menoleh kearah Arungga.

" Ini bukan salah Bapak...," sahut Zahira.

" Andai Kamu ga mengikuti Saya tadi, pasti saat ini Kamu masih bisa berdiri tegak dan tertawa...," kata Arungga sambil meringis.

" Saya cuma khawatir Bapak ga siap melihat apa yang mereka lakukan. Saya...," ucapan Zahira terputus. Ia memejamkan mata karena rasa sakit yang amat sangat. Bahkan Zahira merasa seluruh persendian tubuhnya lumpuh.

" Jadi Kamu tau kalo selama ini mereka mengkhianati Saya...," kata Arungga.

Zahira mengangguk tanpa suara.

" Dan Kamu berkali-kali mencoba memberi tau tapi Saya ga peduli. Saya malah menuduh Kamu ingin menghancurkan Tantri. Maafkan Saya Zahira...," kata Arungga dengan nada menyesal.

Tak ada suara. Zahira yang terpejam itu bahkan tampak tak bergerak. Dengan tangan gemetar Arungga menyentuh Zahira. Saat tangannya bisa menyentuh wajah Zahira, Arungga terkejut karena mengetahui Zahira telah tewas.

Beberapa saat Arungga termangu sambil menatap jasad Zahira. Gadis yang merupakan salah satu stafnya itu tewas hanya karena ingin melindungi hatinya.

" Kamu orang baik Zahira. Seharusnya Kamu mendapatkan yang terbaik dan bukan mati di sini bersamaku. Andai waktu bisa diulang, Aku pasti akan menyelamatkanmu Zahira ..., " batin Arungga.

Saat itu Arungga sadar jika mautnya hampir tiba karena seluruh tubuhnya terasa membeku. Hanya nafas yang tersisa di tenggorokan yang membuat Arungga tetap hidup. Arungga teringat semua orang yang menyayanginya. Orangtua, adik dan teman-temannya. Saat teringat sang Mama Arungga hanya bisa menangis. Ia sangat khawatir sang Mama terluka setelah kepergiannya nanti.

Dan saat petir menggelegar menyambar tubuhnya, Arungga pun tewas.

\=\=\=\=\=

Arungga tersentak saat mendengar suara gaduh di luar kamar. Ia menggeliat lalu menatap jam di dinding kamar. Saat itu jam menunjukkan pukul sebelas siang.

" Baru jam sebelas udah berisik banget di luar. Siapa sih yang bangunin orang lagi tidur...," gerutu Arungga sambil menutupi kepalanya dengan bantal.

Saat itu lah Arungga tersentak lalu membuka matanya. Ia pun melempar bantal yang menutupi kepalanya lalu bangkit dari tidurnya. Arungga pun mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dan terkejut saat menyadari dirinya ada di kamar. Lebih terkejut lagi saat pintu kamar digedor dari luar dan suara sang Mama memanggil namanya.

" Arungga bangun !. Kebiasaan deh kalo libur selalu bangun siang. Waktu libur bukan untuk tidur. Kerjain sesuatu dong biar liburnya bermanfaat...!" kata sang Mama lantang.

" Libur, bukannya Aku udah mati ya...?" gumam Arungga tak percaya lalu menatap kalender di meja.

Arungga pun terkejut saat melihat tahun di kalender meja itu. Ternyata ia berada di lima tahun sebelum kematiannya.

" Haahh..., jadi Aku hidup lagi !. Ini..., Aku hidup lagi dan kembali ke masa kuliah...?" kata Arungga sambil mengamati seluruh tubuhnya dengan takjub.

Suara gedoran pintu membuyarkan lamunan Arungga. Ia pun menoleh kearah pintu lalu bergegas turun dari tempat tidur untuk membuka pintu. Ia cukup terganggu dengan suara sang Mama yang kian meninggi. Saat pintu terbuka, Arungga melihat wajah kesal sang Mama.

" Arungga...!" panggil sang Mama lantang.

" Iya Ma...," sahut Arungga sambil menatap sang Mama lekat.

" Ini udah siang, kok tidur aja sih. Pamali tau !. Gara-gara Kamu bangun siang, bisa ambyar rejeki semua orang di rumah ini nanti. Liat tuh, matahari udah tinggi. Papa Kamu aja udah berangkat ke bengkel daritadi, Kamu malah masih molor. Mama sama Adik Kamu udah selesai masak, eh Kamu masih belum bangun juga. Mau Kamu apa sih Ga...?!" kata sang Mama kesal.

Bukannya menjawab pernyataan sang Mama, Arungga justru menghambur memeluk sang Mama dengan erat. Mama Arungga yang bernama Veni itu nampak makin marah.

" Ga usah kaya gini Arungga !. Keluar, susul Papa Kamu ke bengkel. Sekarang...!" kata Veni di telinga Arungga.

Arungga nampak memejamkan mata karena suara sang Mama telah memekakkan telinganya. Di sudut lain tampak Alina tertawa geli melihat aksi Mama dan kakaknya.

Arungga menoleh dan tersenyum melihat Alina yang mengenakan apron sambil memegang sudit pertanda gadis itu tengah memasak. Alina terlihat masih belia, saat itu ia masih duduk di bangku sekolah SMP kelas tiga.

Melihat Arungga yang tersenyum kearahnya membuat Alina bergidik.

" Dih, stress ya Kak. Cengar-cengir kaya orang g*la gitu...," kata Alina sambil mencibir.

Arungga pun tertawa lalu berjalan cepat menghampiri Alina. Mengira sang kakak akan memukulnya, Alina pun lari menghindar.

" Mamaaa...!" panggil Alina sambil mendekati sang Mama.

" Cukup Arungga !. Apalagi sih Kamu. Mama suruh Kamu ke bengkel bukan gangguin Alina...!" kata Veni sambil berkacak pinggang.

" Sebentar aja Ma. Aku kangen sama Adikku yang centil ini...," kata Arungga sambil menarik tangan Alina lalu memeluknya erat.

Sikap Arungga membuat Alina kelabakan. Berkali-kali ia memukuli Arungga sambil menjerit.

" Lepasiiiinn...!" jerit Alina.

" Ga mau...," sahut Arungga.

" Kalo ga mau Aku kasih sambel nih...," ancam Alina sambil memperlihatkan sudit di tangannya yang berlumuran bumbu berwarna merah kecoklatan.

Arungga pun melepaskan pelukannya lalu mengecup kepala Alina dengan cepat. Mendapat perlakuan tak wajar dari Arungga, Alina nampak melotot lalu bersiap memukulnya dengan sudit. Arungga pun melesat cepat ke kamar sambil tertawa.

" Dasar g*la...!" kata Alina kesal.

" Udah Na, lanjutin lagi masaknya. Mama ke mini market dulu sebentar. Awas, jangan gosong ya...," kata Veni sambil melangkah keluar.

" Iya Ma...," sahut Alina cepat.

Di kamarnya Arungga nampak menangis bahagia. Ia tak menyangka jika ia kembali ke kehidupan lima tahun sebelum hari kematiannya.

" Ini kesempatan kedua yang harus Aku manfaatkan sebaik mungkin. Kali ini Aku ga akan membiarkan mereka memanfaatkan Aku dan mengambil keuntungan dariku...," gumam Arungga sambil mengusap matanya yang basah.

Saat itu Arungga sedang bercermin sambil mengamati seluruh tubuhnya. Ia meraba dada dan punggungnya dimana luka yang dibuat Haikal berada.

" Lo harus membayar setiap tetes darah, air mata dan keringat yang telah Gue korbankan dulu Haikal. Harus...!" kata Arungga sambil meninju cermin hingga pecah berhamburan.

Suara pecahan cermin di kamar Arungga mengejutkan Alina. Gadis itu bergegas mengetuk pintu kamar untuk memastikan kondisi sang Kakak.

" Suara apaan tuh Kak...?!" tanya Alina sambil mengetuk pintu.

" Bukan apa-apa Na...!" sahut Arungga.

Tiba-tiba terdengar suara motor memasuki halaman rumah. Alina tersenyum saat melihat Haikal datang berkunjung.

" Ada Kak Haikal tuh di luar...!" kata Alina.

Arungga membuka pintu lalu berbisik sambil menatap tajam kearah Alina.

" Bilang sama dia Kakak ga di rumah. Paham ga Kamu...?!" tanya Arungga dengan mimik wajah serius.

" I... iya Kak...," sahut Alina gugup.

" Bagus. Makasih ya Na...," kata Arungga sambil mengusak rambut Alina dengan cepat lalu kembali menutup pintu kamar.

Alina hanya mengangguk sambil mengerutkan keningnya karena bingung dengan sikap Arungga. Namun suara Haikal yang bertamu menyadarkan Alina. Gadis itu pun bergegas ke ruang tamu untuk menyampaikan pesan Arungga.

\=\=\=\=\=

Terpopuler

Comments

Asih Yusneni

Asih Yusneni

wah..keren banget ceritanya,kamu berani keluar dr zona nyaman kamu ya thor.bintang 5 plus love bling2 yg buaaaanyak buat kamu😘😘😘😘

2023-05-14

1

Irma Tjondroharto

Irma Tjondroharto

hai thor.. aku lupa nyapa td yg diatas.. krn terkejut tiba2 ada pembunuhan.. kali ini crita time travel ya thor.. aku suka nih crita model gini.. dan semoga ceritamu kali ini ndak kalah seru nya dengan crita2 mu yg sblmnya... keren selalu thor.. salam sehat selalu ya..

2023-05-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!