Terima Kasih

Rayana masih bersama dengan Aleen, ruangan itu terasa sunyi karena mereka tidak lagi melanjutkan perbincangan mereka karena memang mereka sudah kehabisan bahan obrolan, tidak mungkin bagi seorang Aleen Abercio untuk menanyakan apa makanan yang di sukai Rayana atau apa warna favorit gadis itu. Dia lebih suka memberi perintah kepada bawahannya daripada melakukan ha-hal konyol itu sendirian, hah hal konyol itu. Sudah tau konyol tapi masih saja menyuruh orang lain melakukannya.

Berapa saat kemudian, Theo kembali bersama dengan bibi Sui. Wanita paruh baya yang memiliki nama asli Suita itu lebih akrab di panggil bibi Sui.

“Nona anda sudah sadar?” tanya wanita itu kepada Rayana, dia menatap rayana yang tengah duduk di atas Ranjangnya.

“Nona, bibi sudah membeli beberapa jenis makanan. Tadi bibi tidak sempat membawa uang jadi tuan Theo yang membayar semua makanan ini.”

Aleen mengangguk, kemudian dia berpindah menatap dua laki-laki yang tengah berdiri berdampingan tersebut.

"Terima kasih tuan." ucap Aleen.

"Tidak masalah, ini adalah hal yang sepele nona." Theo menjawab kata-kata Rayana dengan tenang sudah sepantasnya dirinya melakukan itu karena Rayana merupakan calon istri dari tuannya.

Rayana tersenyum manis, walaupun ada rasa sakit di tubuhnya namun hal itu tidak mengurangi semangat nya untuk masa depan.

"Apakah anda sudah merasa lebih baik nona?" tanya Theo, pertanyaan itu yang tidak terfikirkan oleh Aleen.

"Sudah jauh lebih baik tuan, lukanya sudah tidak terlalu sakit. Terima kasih untuk bantuannya, jika tidak mungkin ayah akan menutup semuanya dan membiarkan seakan-akan tidak terjadi apa-apa."

"Sungguh disayangkan nona, kami tidak tahu jika anda tinggal di kastil mewah itu dengan rasa sakit di dalamnya. Lantas kenapa anda tidak minta kepada tuan Calveen untuk memiliki tempat tinggal secara pribadi."

"Tuan Mansion itu warisan nenek untukku, mereka yang harus angkat kaki bukan aku."

Rayana menjawab semua pertanyaan dengan gamblang atau jernih, dia berfikir jika pertanyaan itu adalah pertanyaan Aleen yang di wakili oleh Asisten nya, dia bahkan tidak berfikir jika Aleen bahkan tidak terfikirkan tentang itu.

Theo tidak lagi melanjutkan pertanyaan nya, dia tidak ingin terlibat dengan kekayaan keluarga siapa saja jika tuan nya tidak menyuruh nya untuk ikut campur, hawa semakin dingin langit juga sudah mulai gelap dan bulan dan bintang mulai menampakkan cahayanya.

"Bibi bisakah tutup jendela, malam ini terasa dingin." ucap Rayana saat angin berhembus masuk ke dalam kamar tempat dia di rawat.

Bibi Sui pun beranjak dari tempat duduknya, wanita yang tadi sibuk menyiapkan makanan kini sedang menutup jendela di ruangan itu. Theo mulai menyenggol lengan Aleen, laki-laki itu mengingatkan Aleen untuk pamit karena banyak hal yang harus mereka kerjakan.

"Maafkan aku nona Rayana, aku harus bergegas untuk pergi karena masih ada acara yang harus saya hadiri malam ini." ucap Aleen sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Tidak apa-apa tuan, silahkan pergi, hati-hati di jalan dan terima kasih untuk hari ini."

Rayana memasang senyum di bibirnya, Aleen tidak lagi menanggapi kata-kata itu dia bergegas pergi dari ruangan itu di ikuti oleh Theo di belakang nya. Sementara dua orang wanita yang berada di dalam ruangan itu terus menatap ke arah pintu hingga bayangan dua orang itu menghilang dan pintu kembali tertutup dengan sempurna.

Dibantu oleh bibi Sui, Rayana menyantap makanan yang di beli bibi sui bersama dengan Theo, tidak banyak obrolan yang terjadi antara majikan dan pelayan itu , Rayana menyantap makanan dengan nikmat sementara bibi Sui memilih untuk diam sambil menjaga nona nya tersebut.

pada saat yang bersamaan di mansion keluarga Rayana, kondisi sudah tidak kondusif seperti biasanya banyak pelayan yang berani untuk mengatakan kejelekan tentang tuannya di belakang, salah satunya adalah berita bahwa nona Rivana sengaja menyiram nona Aryana dengan air panas.

Pada saat kejadian ada pelayan yang melihat jika nona Rayana sedang duduk sambil memegang segelas air minum, kemudian tidak lama lagi muncul Rivana yang sedang mengambil satu cangkir air mendidih untuk menyeduh teh di kamarnya. Sial sekali hari itu, Rivana yang biasanya apa-apa menyuruh pelayan untuk melakukan justru malah melakukan nya sendiri.

Berapa saat kemudian terjadi cekcok diantara mereka berdua hingga dengan emosi nona Rivana menyiramkan air panas ke tengkuk leher Rayana dan pundaknya, air tersebut juga mengalir ke dada dan punggung nya hingga mengakibatkan kulit Rayana melepuh. Rayana yang tidak cantik lagi akankah tuan Aleen mau menikah dengan wanita itu, namun dari dulu tubuh Rayana sudah terbiasa terluka jika dia melawan atau tidak mengikuti perintah ibu tirinya.

Rayana menyantap makanan nya sampai habis, wanita itu benar-benar seperti orang kepaparan namun bibi Sui tau jika Rayana yang jarang diberi makan daging di rumah tentu saja membuat makanan itu terasa enak.

"Bibi entah kenapa tubuhku tadi terasa panas dan sakit sekali, bukannya aku sudah terbiasa ya dengan rasa sakit yang terjadi. Tapi tadi aku benar-benar tidak mampu menahannya." ucap Rayana setelah mengelap mulutnya dengan tisu.

"Tentu saja nona, dokter bilang ada beberapa komplikasi dengan luka bakar dan luka bekas cambukan, sehingga sangat wajar jika nona pingsan. Tapi dokter sudah mensterilkan nya." bibi Sui menjelaskan apa yang terjadi dan kronologi sampai mereka bisa sampai di rumah sakit lebih cepat.

"Jadi ayah bersama Aleen? apa yang mereka bahas."

"Untuk itu saya kurang tahu nona."

"Ah Sudahlah, aku tidak perlu tahu terlalu banyak. aku harus berterima kasih dengan sungguh-sungguh kepada mereka berdua yang membantu kita."

bibi Sui mengangguk dan tersenyum dia menatap sorot mata Rayana yang berbinar-binar sangat cerah persis seperti mata mendiang ibunya. Kemudian dia mengeluarkan air mata karena teringat kenangan masa lalu, teringat akan kebaikan ibu dan nenek Rayana kepadanya.

"Bibi kenapa kamu menangis?" tanya Rayana.

"Bibi teringat mendiang nenek dan ibumu, andaikan saja mereka masih ada pasti wanita-wanita itu tidak akan semena-mena. Nona jika nanti kamu sudah menikah dengan tuan Aleen, minta bantuanlah kepadanya untuk menyelidiki kasus kematian nyonya. Aku rasa kematian nya sangat jangal."

"Apa bibi juga merasa seperti itu, aku memang sudah menutup mata namun memang rasanya ada yang aneh. Musibah yang mereka bilang entah real musibah atau rencana seseorang. Tapi untuk minta bantuan tuan Aleen apakah itu pantas?"

"Tidak ada orang yang lebih pantas dari tuan Aleen untuk minta bantuan tentang ini, dia pasti bisa meminta orang-orang nya menyelidiki ini hingga tuntas."

Rayana tersenyum kemudian dia membayangkan beberapa hal lagi dan lagi.

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!