Semua siswa menarik nafas lega sambil meletakkan alat tulis saat mendengar suara bel berbunyi, tanda berakhirnya waktu mengerjakan soal ujian terakhir di hari terakhir juga.
Chelsea menarik nafas panjang dan tersenyum tipis. Akhirnya perjuangannya di penghujung masa SMA berakhir meskipun itu artinya ia akan kehilangan masa-masa indah di sekolah.
“Duuh yang melamunin calon suami,” ledek Nia yang baru saja masuk ke ruangan Chelsea.
Keduanya memang sekelas tapi berada di ruang ujian yang berbeda karena pembagian kelas selama ujian tidak sesuai dengan nomor urut.
“Iya lagi ragu mau diterusin atau udahan aja,” sahut Chelsea sambil merapikan peralatan tulisnya dan bersiap-siap pulang.
“Loh kok bisa kepikiran mau udahan ?” Nia menautkan alisnya. “Selama ini rasanya susah banget membuat pikiran elo belok sedikit dari Reno, padahal yang naksir elo nggak kalah tampannya dari Reno malah menurut gue satu level di atas Reno.”
“Susah yang namanya cinta, bikin orang bisa buta mendadak,” sahut Chelsea sambil terkekeh.
Keduanya pun berjalan keluar kelas menuju lantai dasar. Chelsea dan Nia sempat berhenti dan berbincang dengan teman-teman mereka membahas mulai dari soal-soal ujian sampai janji bertemu di mal untuk menghilangkan sisa-sisa ketegangan menghadapi ujian.
“Jadi kita kemana ?” tanya Nia setelah mereka kembali berdua dan berjalan menuju parkiran mobil. Sudah ada Pak Mus, sopir keluarga Chelsea menunggu di sana.
“Nongki di café aja, ya ? Panas-panas begini enaknya minum yang manis dan dingin,” sahut Chelsea sambil masuk ke dalam mobil diikuti oleh Nia.
Chelsea pun menyebutkan nama salah satu café yang biasa mereka datangi dan meminta Pak Mus mengantar ke sana.
Nia mendiamkan Chelsea yang lebih banyak diam dan sibuk dengan handphonenya hingga tidak sadar kalau mobil sudah sampai di parkiran café.
“Reno bikin masalah apalagi sih sampai elo melow begini ?” tanya Nia penasaran setelah keduanya duduk di salah satu meja dan selesai memesan makanan dan minuman.
“Gue ini terlalu obsesi ya sama Reno ?” Chelsea balik bertanya.
“Akhirnya sadar juga lo,” Nia tertawa sambil menganguk-angguk menjawab pertanyaan Chelsea.
“Kan gue suka ingetin elo supaya berhenti menyukai Reno kalau memang tuh cowok udah menunjukkan rasa tidak sukanya sama elo. Kalau sampai elo maksa dan dia pun terpaksa harus menerima perjodohan kalian, ujung-ujungnya elo yang akan menderita, Reno akan seenaknya sama elo bahkan mungkin menyakiti hati elo sebagai pelampiasan kekesalannya karena merasa terjebak sama elo.”
“Tapi gue nggak bisa buang rasa suka gue sama Reno dan perasaan gue benar-benar tulus, bukan obsesi doang.”
“Serah elo deh, Sea. Susah ngomong sama orang bucin, semua juga sah-sah aja. Terus kalau memang elo tetap yakin menyukai Reno kenapa harus melow ? Bukannya sebentar lagi kalian akan tunangan ?”
Chelsea terdiam, ia ragu menceritakan kejadian di hotel pada Nia karena baginya itu adalah aib Reno yang tidak mungkin Chelsea bagikan pada orang lain.
“Sepertinya Reno beneran suka sama Sherly,” lirih Chelsea. “Reno akhirnya jatuh cinta dan membalas perasaan Sherly.”
Nia menghela nafas, merasa iba dengan sahabatnya. Nia jadi ingat waktu Chelsea bercerita dengan wajah berbinar saat mereka masih duduk di bangku SMP dan Reno di bangku SMA.
Chelsea dan Reno memang selalu satu sekolah , tapi karena berbeda jenjang, keduanya menempati gedung yang berbeda.
(Flashback on)
Pagi itu Chelsea diminta mama Siska membawakan dompet Reno yang ketinggalan di rumah. Meski satu sekolah, sejak dulu Reno lebih sering berangkat lebih pagi demi menghindari Chelsea.
Meski tahu resiko dimarahi oleh Reno. Chelsea menemui cowok itu di kelasnya untuk memberikan dompet yang tertinggal. Reno langsung cemberut bahkan menyeret Chelsea menjauh karena teman-teman kelasnya meledek Reno dan Chelsea.
“Ngapain pakai ngaterin kemari ? Bisa kan telepon atau kirim pesan dan janjian di bawah ?”
“Memangnya kenapa ? Kan Sea juga murid di sini, nggak ada larangan anak SMP datang ke menemui kakel di SMA.”
Reno hanya mendengus kesal dan mengambil dompetnya dengan kasar dari tangan Chelsea lalu meninggalkan gadis itu. Saat itu Chelsea hanya bisa menghela nafas mendapat perlakuan Reno yang semakin menunjukkan permusuhan pada dirinya.
Tidak tahan ingin buang air kecil, Chelsea bergegas ke toilet yang ada di lantai dua. Saat itulah Chelsea mendengar Sherly sedang mengomel dengan temannya, bercerita kalau Reno masih saja menolak pernyataan cintanya.
Chelsea keluar dengan hati berbunga-bunga. Rasa kesal dan kecewa karena dimarahi Reno berganti dengan rasa bahagia, setidaknya Reno juga tidak memilih perempuan lain untuk jadi kekasihnya padahal Chelsea lihat wanita yang ditemuinya di toilet cukup cantik.
(Flashback off)
“Kalau memang elo yakin Reno itu jodoh elo, kenapa harus ragu hanya karena satu cewek modelan Sherly ? Kata orang-orang bijak, kalau jodoh itu tidak akan lari kemana, jadi mungkin aja jodoh elo lagi dipinjam dulu sama Sherly,” ledek Nia sambil tertawa pelan.
“Asem lo !” Chelsea melemparkan gumpalan tisu ke arah Nia yang masih tertawa. Untung saja lemparan Chelsea meleset dan tidak masuk ke dalam mulut Nia yang sedang menyuap makanannya.
“Elo kira Reno itu buku di perpustakaan yang biasa dipinjam-pinjam ?” gerutu Cilla dengan bibir mengerucut.
“Elo kira mulut gue ring basket ?” Nia langsung melotot saat gumpalan tisu itu terjatuh di meja namun sempat menyerempet bibirnya.
“Lagian elo dari tadi bisanya ketawain gue melulu, udah tahu gue lagi sedih dan melow, bukannya dihibur kek, diberi semangat gitu atau dicerahkan hatinya.” cibir Chelsea.
“Helooww, elo kira semua itu nggak gue lakukan sebagai bestie lo ? Tapi yang namanya udah bucin banget sama Reno, mau gue kasih hiburan, semangat bahkan nasehat untuk melupakan Reno, hati dan otak elo itu tetap aja nggak bisa move on. Mau Reno berbuat jahat kayak apa sama elo, tetap aja lo bilang dia yang terbaik.
Sekarang terima aja tuh nasib kalau sampai Reno selingkuh di belakang elo,” ujar Nia dengan nada sedikit emosi.
“Eh kok elo tahu kalau Reno selingkuh ?”
“Ya ampun Sea !” Nia menoyor kening Chelsea. “Tadi kan elo yang bilang kalau sepertinya Reno menerima perasaan Sherly padahal Reno tahu kalau sebentar lagi dia akan bertunangan sama elo. Itu apa namanya kalau bukan selingkuh ? Kalau udah begitu ngapain juga elo bertahan ? Belum juga nikah udah berani selingkuh terus elo biarinin ? Bakalan tambah gede kepala si Reno dan semakin berbuat semena-mena sama elo.”
Chelsea terdiam dan menikmati milk shake strawberry kesukaanya, memikirkan ucapan Nia yang sebetulnya banyak benarnya. Bahkan saat Chelsea bertanya, Reno tidak malu-malu bicara kalau ia butuh teman tidur bukannya pacar atau kekasih biasa.
***
Sementara di kampus, Reno menarik nafas lega setelah diberitahu kalau beberapa bab skiripsinya sudah disetujui dan sekarang ia bisa lanjut ke bab berikutnya.
Wajahnya terlihat letih karena untuk meloloskan 3 bab ini, Reno membutuhkan waktu yang cukup panjang, hampir 2 minggu dia harus bolak balik melakukan revisi hingga disetujui dan bisa lanjut ke bab berikutnya.
“Gimana Bro, lancar ?”
Edo yang sudah duluan keluar dari ruang dosen pembimbingnya langsung menghampiri Reno dan merangkul bahu sahabatnya. Reno mengangguk dengan senyuman dan wajah lega.
Keduanya berjalan menyusuri lorong menuju kantin dimana Tomi dan Dio menunggu di sana.
“Elo udah jadian sama Sherly, Bro ?” tanya Edo tiba-tiba.
“Nggak, kenapa ?”
Edo menahan lengan Reno, mengeluarkan handphonenya dan memperlihatkan laman medsos milik Sherly.
Reno menghela nafas panjang saat melihat postingan Sherly. Foto mereka saat berjalan di hotel yang Reno sempat kirimkan juga pada Chelsea dengan nomor yang baru dibelinya.
“Memangnya elo yakin kalau yang di foto itu gue sama Sherly ?” Reno tersenyum tipis.
Foto yang diposting Sherly memang foto mereka saat di hotel, namun hanya terlihat bagian punggungnya saja.
“Reno, jangan kira orang nggak perhatiin kaos favorit elo dengan tulisan nomor punggung segede gaban begini. Dan elo lihat komentar-komentarnya, beberapa di antaranya langsung menyebut nama elo dan Sherly langsung menjawab semoga.”
“Biarin aja tuh cewek suka kegeer-an sendiri,” Reno terlihat santai dan lanjut melangkah menuju kantin.
“Jadi beneran Chelsea nggak berarti apa-apa buat elo ?”
“Kenapa ? Elo mau dapetin dia ? Sok aja,” sahut Reno sambil tertawa. “Tapi siap-siap aja dia bakal bikin hidup elo menderita. Cewek kepo, mana bawel, manja dan kemauannya nggak bisa dibantah.”
“Dan itu semua yang bikin gue tambah jatuh cinta sama Chelsea.”
Reno berhenti dan menatap Edo dengan dahi berkerut. Selama ini Reno pikir Edo hanya iseng menggoda Chelsea, tapi kalau mendengar cara bicaranya sekarang ini sepertinya perasaan Edo bukan main-main.
“Kenapa, elo keberatan ?”
“Cih, ngapain juga gue keberatan,” Reno berdecih sambil tersenyum sinis. “Dia itu bukan siapa-siapa gue, cuma anak sahabat bokap dan tetangga pula. Jadi…”
“Oke lah kalau begitu, Bro, gue nggak akan ragu-ragu lagi mendekati Chelsea karena udah yakin kalau elo nggak punya perasaan apa-apa sama dia. Nggak sabaran gue nembak Chelsea jadi pacar,” potong Edo dengan wajah berbinar.
Reno tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala. Rasanya mungkin sedikit aneh kalau Edo jadian sama Chelsea.
Itu berarti Reno akan sering melihat sahabatnya sedang apel ke rumah Chelsea yang letaknya persis di seberang rumah Reno. Belum lagi kalau Chelsea datang ke rumahnya membawa Reno. Burung beo itu yang menganggap dirinya seperti anak kandung keluarga Juanda, suka seenaknya keluar masuk dan tidak malu ikut makan di rumah Reno.
Reno sempat menghela nafas panjang, Kenapa juga perasaan Reno harus merasa aneh kalau melihat Edo akan sering berkunjung ke rumah om Agam, mengajak Chelsea kencan layaknya seorang pacar.
Bukankah Reno harus bahagia dan lega karena kalau sudah jadi pacar Edo, burung beo itu akan berhenti mengganggunya dan membuat hidup Reno lebih tenang ? Reno terdiam, tidak menanggapi ocehan Edo yang masih berbicara di sampingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments