“K-kau mau apa? Stop!” gugup Alda gemetaran menggenggam gulungan bed cover di dadanya semakin kuat, supaya tidak terjatuh.
“Mau bercinta lagi denganmu. Bagaimana?” serak Richard dengan jakun turun naik mengamati tubuh Alda yang membuatnya kembali bergairah. Hangat nafasnya menyergap kulit Alda menjadi kian meremang.
“A-apa?” terkejut Alda berpalis wajah. “J-jangan macam-macam kau Rich! Aku akan melaporkanmu ke Polisi setelah ini!” ancamnya tak main-main.
Bibir tipis Rich menarik senyuman lebar diiringi kekehan kecil. “Aku ini kebal hukum my bunny. Terlebih power dari daddy-ku. Yeap … Pasti mereka tak akan berani memenjarakanku. Ingat itu baik-baik!” tawanya kian mengudara.
Nyali Alda mengecil, ternyata ia salah pilih lawan. Otaknya mendadak buntu dan menelan salivanya hingga susah payah.
Terus berpikir dengan keras, bagaimana caranya supaya ia bisa lolos dari cengkeraman buaya darat ini. Sehingga tercetuslah ide tiba-tiba menendang senjata Richard begitu saja.
DUGH!
“Aaargh!” Richard menderam keras ke udara, saat tendangan Alda tepat mengenai bola senjata nuklirnya tanpa sempat ia hindari.
Rasanya sakit bukan main, sampai wajah pria itu memerah. Memegangi senjatanya dengan gerakan terjungkal-jungkal.
“Fuck it. Sialan kamu Alda!” umpat Rich di sela meringis kesakitan. Tak mampu mengejar gadis itu yang berlari ke arah bathroom.
JEDER!
Alda membanting pintu bathroom itu. Mengunci pintunya rapat-rapat, dengan nafas tersengal-sengal.
Luruh ke bawah lantai, bersandar di pintu dan tak kuasa memecahkan tangisnya disana.
“Papi, ibu ... Maafkan aku,” sedih Alda memukuli dada yang terasa sesak.
Entah berapa lama dia berada di dalam bathroom. Setelah merasa lebih tenang, Alda terlihat cekatan menekan tombol angka di ponsel Rich. Kebetulan sebelum dia berlari dan bersembunyi ke dalam bathroom, ia sempat membawa ponsel kabur ponsel milik Richard dari atas meja.
Panggilan terhubung,
“H-halo Julia, bisakah … k-kau tolong datang ke Hotel Loutern dan bawakan aku baju ganti?”
Alda memintanya dengan suara gemetar dan putus-putus di sambungan telepon kepada sahabatnya itu. Sementara Julia terkejut bercampur risau, mengetahui Alda tak pulang semalaman dan malah berada di hotel.
[Kenapa kamu bisa ada disana Alda? Apa yang terjadi sebenarnya?]
Tak mungkin Alda menjelaskan itu semua di telepon, ia tahu jika Julia pasti banyak pertanyaan. Tetapi tidak sekarang, waktunya semakin sempit. Apalagi ia semakin ketakutan, ketika Richard mulai menggedor-gedor pintu bathroom itu.
“N-nanti akan ku jelaskan jika sampai di asrama. Tolong aku Julia, please?”
[Ya, Alda. Tenanglah, aku akan segera kesana. Jangan takut! Oke?]
***
Alda masih mengurung dirinya di dalam bathroom. Meski Richard tak bosan mengetuk pintunya dan mengujarkan kata maaf. Namun, Alda yang sudah terlanjur kecewa dan hilang kepercayaan. Tidak akan begitu mudah percaya lagi akan tipu muslihatnya.
Ting, tong!
Barulah setelah mendengar bunyi bell dari luar pintu kamar hotel. Alda bergegas membuka pintu bathroom itu dan berlari kepayahan menuju pintu utama.
“Julia!” pekik Alda berhambur memeluk sahabatnya. Julia mengusap punggung Alda, namun pandangannya teralihkan pada Richard yang terduduk lemas di atas ranjang.
“Kau dan Rich—”
“Semuanya pasti aku jelaskan, Julia. Tapi sebelum itu, tolong jangan bertanya apa pun dulu. Kumohon ...” pinta Alda menyatukan tangan diiringi deraian air mata yang semakin memperkuat dugaan Julia. Bahwasanya ada yang tak beres antara Alda dan Richard di kamar hotel ini.
“Oke.” Julia paham dan mengangguk.
“Kau berjaga-jaga di sini. Tunggu aku sebentar mengenakan pakaian dan jangan ke mana-mana,” lanjut Alda diangguki Julia.
Selama Alda di bathroom, Julia dan Richard saling diam. Tak terjadi percakapan antara mereka berdua. Namun, diam-diam Julia yang penasaran terus mengamati Richard tanpa berani bertanya. Sampai Alda keluar dari bathroom itu sudah berganti pakaian.
“Ayo kita pergi dari sini Julia!” ajak Alda menyeret tangan Julia, keluar dari kamar itu. Meninggalkan Richard sendiri, tanpa menoleh atau berpamitan.
**
Semenjak kejadian malam panas waktu itu antara dia dan Alda. Richard selalu gelisah dan dihantui rasa bersalah.
Kuliahnya jadi berantakan, terlebih Alda juga tak pernah terlihat lagi di Harvard University.
“Apa kamu melihat Alda, Julia? Dia tak pernah pergi ke kampus?” tanya Richard menemui Julia di kantin, lalu mengajaknya ke belakang kampus untuk membicarakan hal itu.
Julia mendengus kesal sembari melotot tajam.
“Dia telah pulang ke negaranya. Itu semua gara-gara kau, Rich. Kau benar-benar pria gila, kau jahat! Tega-teganya kau melakukan itu pada Alda!” berangnya mendorong dada Richard sekuat tenaga.
Memukuli dada pria itu sebagai pelampiasan emosi. Karena gara-gara Richard, sahabatnya pergi dan tak akan pernah kembali lagi.
“Diam dan jangan berisik! Atau kucekik lehermu Julia!” Richard memiting leher gadis itu hingga kesulitan bernafas.
“A-ampun, Rich. Uhuk!”
“Tidak akan. Sebelum kau katakan dulu, dari Negara mana Alda berasal! Jawab!” desak Richard menyudutkan gadis itu ke tembok, sambil membekap mulutnya agar tidak berteriak.
Julia menggeleng, tak mau menjawab. Meskipun ia hampir kehabisan oksigen. Ia tak mau Alda hidup Alda yang sudah hancur, bertambah terpuruk diganggu pria kejam itu lagi.
“Oh! Tidak mau mengaku?” gertak Richard semakin kuat mencekik leher Julia yang tubuhnya diangkat tinggi ke udara, sampai Julia sesak nafas dan wajahnya berubah memerah.
“T-tolong lepaskan aku, Rich. Ya, ya. Akan aku katakan!” lirih Julia dalam bekapan itu, karena ia sudah tak kuat dan mau pingsan.
Richard pun melepas cekikannya, Julia terbatuk-batuk. Sembari menghirup oksigen sebanyak mungkin.
“Alda ... Uhuk!” sejenak Julia mengambil nafas, mengatakannya dengan suara tersendat-sendat, “dia dari Indonesia, tepatnya tinggal di Bali.”
“Bali?”
“Ya.”
Sebenarnya Richard tahu jika Alda berasal dari Indonesia, tapi ia kurang begitu jelas mengetahui di mana letak kota Alda tinggal. Julia sahabat dekat Alda, jadi Richard yakin bila gadis itu pasti mengetahui semua informasi pribadi soal Alda. Namun sayang, bernegoisasi dengan gadis ini ternyata agak alot.
“Tepatnya Bali di sebelah mana?” tanya Richard memperjelas.
“I don't know. Kau bisa cari informasi itu langsung melalui staf penerimaan mahasiswa, permisi!” Julia setengah lari meninggalkan Richard, sembari memegangi lehernya yang terasa sakit. Ia harus secepatnya menjauhi pria berbahaya itu dan tak mau lagi berurusan dengannya.
***
Setelah mendapat informasi akurat di mana tempat tinggal Alda dari staf kampus. Hari itu juga, Richard menyusul Alda pergi ke Indonesia.
“Kau mau pulang ke Kongo? Kenapa bawa koper segala?” tanya Efrain— saudara kembarnya, sepulang dari kampus. Kebetulan tengah memasuki apartemen saat mereka berdua tak sengaja bersinggungan langkah.
“No! Ef. Aku mengambil cuti kuliah selama sebulan dan akan pergi ke suatu tempat karena ada urusan penting. Aku harap kau tak memberitahukan soal ini kepada daddy,” kata Richard dengan intonasi mengancam.
Efrain menautkan alis, menghadang kepergian saudara kembarnya itu.
“Bilang dulu kau mau pergi ke mana? Satu minggu lagi kita ujian, Rich. Kau tak mau mengulang kelas, bukan?” peringat Efrain nampak marah akan tindakan Richard yang seenaknya sendiri.
Kasihan pada daddy-nya yang telah menyekolahkan mereka berdua jauh-jauh ke negeri Paman Sam. Selain menahan rindu yang terangkut berat harus terpisah jauh dari kedua orang tuanya. Ternyata Richard tak serius menuntut ilmu.
“Pergi ke Indonesia, puas kau? Kuharap kau tidak lagi menghalangi jalanku, Ef. Awas saja jika kau berani bilang pada daddy! Aku tak akan sudi menganggapmu lagi sebagai saudara. Ingat itu baik-baik!” ancam Richard melotot tajam, lalu mendorong keras bahu Efrain hingga tersingkir.
Melenggang pergi begitu saja keluar dari apartemen menyeret koper. Menaiki taxi ke Bandara Internasional Bradley, menuju penerbangannya ke Indonesia.
**
Berbekal secarik kertas, di mana alamat Alda tertulis. Richard akhirnya sampai di Indonesia - Bali hari itu juga, setelah perjalanan panjang.
Tak peduli langit telah berubah gelap. Richard mengetuk pintu rumah yang di sinyalir kediaman Alda dengan senyuman lapang. Karena kerinduannya yang menggelora tak tertahankan, ingin segera berjumpa dengan sang gadis pujaan.
Lima kali ketukan tidak ada respon, Richard mulai resah dan putus asa. Hendak ke hotel yang sudah dibooking nya dari Cambridge - Massachusetts.
Kreek …
Derit suara pintu dibuka, semakin mendebarkan hati Richard kian tak karuan. Mengira yang membukanya itu adalah Alda dan ternyata bukan.
“Apakah Anda tidak punya jam. Sehingga bertamu ke rumah orang malam-malam begini?” tanya Nenek-nenek itu sambil mengucek mata dan bernada marah.
Richard kebingungan, menggaruk kepala. Lantaran ia tak mengerti Nenek itu bicara dengan bahasa apa.
“Can you speak english, Grandma?” tanya Richard yang dijawab gelengan oleh Nenek.
Beberapa lamanya ia berkomunikasi dengan Nenek itu. Meski mencoba cara bahasa tubuh sebagai penghubung komunikasi antara mereka berdua.
Hasilnya pun tetap saja, nihil!
Richard menghela nafas panjang, sembari menunjukkan foto Alda dari layar ponselnya. Tapi, tetap saja Nenek itu pun tak tahu. Bagaimana caranya ia membalas perkataan logat Inggris yang diucapkan Richard.
Di saat Richard mulai frustasi. Kebetulan, seorang Pecalang yang tengah ronda malam pun melintas dengan kendaraan roda duanya. Akhirnya Pecalang itu menjembatani percakapan antara Richard dan sang Nenek.
“Can I help you guy?” tanya Pecalang menawarkan bantuan dengan logat inggris.
Richard senang menerima bantuan itu sembari menunjukkan lagi foto Alda. “Apakah benar ini rumah Alda, Pak. Bisakah saya bertemu, saya teman kuliahnya dari Amerika.”
“Oh Alda, putri dari Pak Morren? Mereka sudah pindah beberapa bulan yang lalu. Rumahnya kemudian disewakan pada Nenek Komang ini, Tuan,” ungkap Pecalang, membuat Richard tersentak beberapa langkahan mundur dengan tubuh yang mendadak lemas.
Hati Richard mencelus hampa, seiring harapannya yang mulai pupus. Kedatangannya jauh-jauh dari Amerika ke Indonesia ternyata tak membuahkan hasil.
“Lantas sekarang Alda dan keluarganya pindah ke mana, Pak? Bisakah Bapak memberitahu saya?” tanya Richard penuh harap dengan rauthya yang sedih.
“Maaf Tuan, saya tidak tahu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Amelia Putri Sholehah
nah Lo , biar tau rasa tuh si rich
2023-05-19
0
almacute67
telat kmu rich
2023-05-14
1
tyas shanicha
berhubung gak ketemu yg di cari, mending singgah tempatku dulu rich...
2023-05-12
2