Beberapa jam sebelum Richard berhasil merenggut kegadisan Alda …
"Hai Alda?"
Sapaan dari suara barithon khas, cukup familiar. Mengejutkan Alda dengan mata terbelalak. Seketika kakinya tercekat saat hendak keluar dari toilet.
Kebetulan toilet sepi, semakin mendukung suasana kian mencekam
Seolah-olah melihat setan, jantung Alda pun berderap-derap diikuti nafas cepat. Saat pria itu muncul dengan tiba-tiba.
"Kau!" tuding Alda tak suka melihatnya, mengumbar senyum genit.
Wajahnya memang tampan, tubuhnya tinggi gagah dengan pesona memukau kerap menggetarkan kaum hawa yang melihatnya. Tapi tidak bagi Alda, yang menganggapnya Biasa.
“Tolong minggir.”
Bukannya memberi jalan, pria itu malah tebar-tebar pesona dan menghadangnya tak boleh lewat. Membuat Alda semakin geram.
Sebenarnya bukan kali ini saja, pria itu kerap mengganggu. Bahkan pria itu kedapatan selalu menguntit, kemanapun Alda pergi.
Di mana ada Alda, pria itu selalu muncul. Persis jailangkung, datang tidak diundang dan pulang pun tidak diantar.
"Bisakah tolong minggir sebentar, aku mau lewat,” ucap Alda berusaha menambah stok kesabaran.
"Eits! Jawab dulu pertanyaanku yang kemarin, baru boleh lewat!” desaknya merentang tangan, semakin mendekati Alda.
"Yang mana sih?" Alda lupa.
Pria itu berdecak kesal. Tangannya terulur, hendak memegang pipi Alda. Namun, Alda langsung menepis tangannya dengan cepat.
"Jangan lancang atau aku teriak!" ancam Alda sangat marah.
"Coba saja kalau berani?" tantangnya.
"Tol ... Hmmptt!"
Pria itu sigap membekap bibirnya dan mendorong tubuh Alda mundur hingga menabrak dinding.
"Menurutlah?" himbau pria ini mengukung Alda.
"Emmh! Lepaskan aku, sialan!" desis Alda dibalik bekapan mulut pria itu, ia sungguh kesulitan bernafas.
“Honey ... Aku tidak bermaksud menyakitimu. Tapi kau terlalu sombong," ucap pria itu menarik telapak tangannya perlahan dari bibir Alda, dengan tatapan mengintimidasi.
Alda menukik tajam. “Enyah kau!” tangan Alda mendorong dada pria itu sekuat tenaga.
Alih-alih berhasil, tangannya malah dicekal kuat oleh pria itu. Semakin menjepit tubuhnya tak bisa bergerak.
Menatap Alda begitu dalam, dengan manik hijau zamrudnya yang memiliki daya pikat. Sehingga Alda terlihat gelisah, apalagi saat fokus mata pria ini pada bibirnya.
Alda gugup, sontak berpalis wajah. Tepat pria ini seperti hendak mencium.
“T-tolong menyingkirlah,” suara terbata dari Alda, menyadarkan pria itu dari tindakannya yang kelewat batas. Segera mengendurkan tubuh Alda dari kungkungan.
“Maaf Alda, aku terlalu mencintaimu sehingga aku sulit mengendalikan diriku jika berada di dekatmu.”
Lagi-lagi Alda terhenyak dan tak habis pikir. Rasanya ingin tertawa keras bercampur kesal atas kekonyolannya itu. Baru kali ini, ia mendapati seorang pria menyatakan cinta kepada seorang gadis di depan toilet?
Biasanya di tempat yang indah, lalu memberi kejutan romantis dan sekarang bukannya Alda tersentuh atau tertarik, ia malah menjadi ilfeel.
“Dasar pria sinting. Kau tidak sopan!” protes Alda memberengut.
Berlalu pergi, mumpung pria itu sudah tak lagi menghadang jalan.
“Aku memang tergila-gila padamu Alda. Tidak ada cara lain lagi, selain menyatakan perasaanku sekarang. Bukankah selama ini aku sudah berkali-kali menyatakan cinta padamu. Tapi kau selalu menolak?”
Alda terhenti dengan tubuh terkesiap, mendengar hal itu.
“Sebenarnya apa kekuranganku, Alda? Aku tampan, kaya dan pintar. Kurang point apalagi aku di matamu?” tanya pria itu keheranan, padahal semua gadis di kampusnya saja mengantre ingin jadi kekasih. Tapi Alda terus menolak dan menjauhinya.
Alda membisu. Pria itu tak sabar, kemudian berjalan mendekati Alda dan berdiri di hadapannya menatap intens.
“Kalau kau mengira aku mudah tertipu seperti para korbanmu. Kau salah besar Tuan Casanova. Habis manis sepah dibuang!” sungut Alda memprotes, tahu jika pria ini seorang playboy kelas kakap.
“Please, Alda. Percayalah! Hanya kaulah pelabuhan terakhirku dan aku berjanji?” rayunya meraih tangan Alda, digenggam perlahan hendak dicium.
Tentu saja Alda bereaksi menarik tangannya dengan cepat. Ia tidak menyukai pria yang agresif, bahkan lancang menyentuhnya tanpa ijin.
“Ingat baik-baik. Aku tidak akan pernah mencintai pria casanova sepertimu. Kau bukan tipeku dan aku hanya mencintai Efrain Louis!” tegas Alda sembari menuding ke wajah pria itu.
Pria itu adalah Richard Louis. Dari sekian banyak gadis yang dikencani, baru ini ia mendapati cintanya ditolak mentah-mentah seorang gadis. Dirinya bahkan semakin terhina dan menjadi sangat murka.
Karena di banding-bandingkan dengan saudara kembarnya sendiri. Efrain yang memang lebih unggul darinya dalam segala hal.
Efrain yang cenderung dingin dan susah untuk jatuh cinta, malah memiliki daya pikat lebih di mata gadis seperti Alda. Tentu saja Rich tidak terima.
“Hentikan omong kosongmu Alda! Kami berbeda. Ef, tidak lebih baik dariku. Camkan itu!” bentak Rich mengecam dengan arogan.
Sayangnya Alda bukanlah gadis penakut, seperti gadis-gadis lemah yang ada dalam pikiran Richard. Semakin Richard marah, gadis itu tak kalah sengit berkata kasar.
“Jelas kalian berbeda meski wajah kalian serupa. Ef pria terhormat, cool, intelegent dan smart. Oia satu lagi, Ef tidak suka mengobral cintanya kepada setiap gadis!” tekan Alda melengos pergi dengan langkah agak berlari.
Meninggalkan Richard begitu saja. Dengan hati tercabik, kecewa dan merasa direndahkan bercampur jadi satu. Menjadi kobaran amarah dalam dada yang sulit diredam ketika panasnya menjalar sampai ke otak.
Mulut tajam Alda bagai pedang, menusuk jantung. Perkataannya sadis, seolah tamparan keras bagi Rich.
“Hrraahh!” teriak Richard meraung dengan keras, mengepalkan tangannya seketika lalu menonjok dinding.
Bukh!
“Dasar gadis munafik, sombong! Tunggu saja pembalasanku!” geram Rich dengan otak mendidih.
Drrt, drrt....
Getar ponselnya menyita di dalam saku. Rich mengangkat telepon itu dengan tersenyum asimetris. Mendengar laporan dari seseorang di seberang telepon, wajah tampan Richard yang tegang seketika berubah sumringah.
"Aku harap kalian tak mengecewakanku dan hanya bermulut besar. Karena jika kalian gagal, aku tak akan pernah mengampuni kalian!" kecam Rich.
[Tenang saja, Bos. Semuanya berjalan dengan lancar, kami bahkan sudah membawa pesanan Anda sesuai perintah. Silahkan tunggu kami di mobil, kami akan langsung mengantarkan barangnya.]
Richard mengangguk senang sembari mengusap rahang kokohnya. Menutup telepon dan berjalan ambisius ke arah basement.
Tak sabar menunggu kedatangan pesanannya, terduduk lapang sambil bersiul. Menyandarkan punggungnya santai di mobil mewahnya.
“Bos, ini dia pesanan anda. Mau ditaruh di mana?”
Manik hijau zamrud itu terbuka dengan perlahan, melirik anak buahnya tapi terpusat akan sesosok yang diapit oleh mereka. “Letakkan di sisiku!”
***
Keesokan harinya,
Ujung gorden tercelah sedikit membuka kaca jendela, menyusupkan sang surya masih tampak malu-malu pagi itu. Membiaskan kelopak mata Alda yang perlahan terbuka, mengucek mata agak berbayang ke sekitar.
Beralih ke sisinya tidur, menemui tubuh seorang pria yang semalam merenggut kesuciannya. Hingga seluruh tubuhnya terasa remuk redam, terlebih ngilu di antara pangkal paha.
“Auwh!” desisnya ketika bergeser.
Tersenyum lebar mengingat jika ia telah menyerahkan kesuciannya pada pria yang tepat. Setidaknya Alda tak akan pernah menyesal, karena ia begitu mencintai Efrain.
“Ef, bangun. Ini sudah pagi.” Alda menggosok lembut lengan kekar Richard. Lengan itu melingkar di perutnya sangat erat, hingga ia kesulitan bangun.
Richard menggeliat, mengerjapkan mata perlahan. Memandangi Alda dengan senyuman lepas. “Good morning, honey.”
Netra Alda menukik tajam, menyadari warna bola mata hijau zamrud milik Richard. Ia tersentak menyingkirkan tangan pria itu dari perutnya.
“Jangan sentuh aku!”
Alda terlonjak duduk ketakutan, menarik bed cover menutupi seluruh tubuhnya yang polos diiringi jeritan tangis.
“Aaaahh …! Hiks, hiks… kenapa kau tega melakukan hal ini padaku, Rich! Kau jahat! Huhuhu …” tangisan Alda semakin deras hingga sesenggukan.
“Bukankah semalam kau sudah setuju?” tanya Richard berusaha mendekati Alda.
Rich akan memeluk, namun ia malah didorong sekuat tenaga oleh Alda hingga terjungkal ke lantai.
GUBRAKK!
“Ke mana Ef? Aku melakukannya dengan dia. Bukan denganmu bastard!” amuk Alda menatap Richard dengan penuh kecaman.
Richard mengernyitkan kening, berlagak santai tanpa dosa. “Tidak ada Ef di sini. Hanya ada aku yang semalam tidur denganmu, honey."
"Apa?”
Tubuh Alda mendadak lemas, syok mendengar hal itu hingga dadanya merasa sesak.
"Come on! Aku mencintaimu, honey. Seandainya kau minta aku nikahi. Aku pun siap!” ucap Richard dengan sungguh-sungguh, meyakinkan Alda.
"Tidak mungkin!" elak Alda menggelengkan kepala, lantaran masih tak percaya jika keperawanannya telah direnggut oleh pria yang tidak ia cintai.
“Kenapa tidak? Ayolah jangan malu-malu, honey! Kita sudah sama-sama dewasa dan kau sendiri yang memintaku untuk melakukan itu?” Richard merangsek mendekati Alda lagi, tak kenal menyerah.
Tetapi bukannya Alda tersentuh atau merengek sedih. Ia malah semakin emosi dan memarahi Richard.
“Tidak. Kau pasti bohong!”
“Why not?”
“Aaahhhh!” teriak Alda frustasi menjambak rambutnya, menuding Richard dan menatapnya sengit. “Diam di sana dan jangan pernah bermimpi aku mau menikah denganmu! Karena aku sangat membencimu mulai detik ini dan seterusnya brengsek!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Fad Fathoni
trs kl hamil gmn kl ga mau di nikahin alda
2023-05-22
2
Amelia Putri Sholehah
tegang tegang manjaa 🤣🤣
2023-05-19
0
almacute67
buah jatuh tdk jauh dri pohonnya 🙂
2023-05-14
1