"Tapi aku sangat mencintaimu Alda Danurdara?"
“Aku tidak peduli!” raung Alda tak mau mendengar mulut manis buaya itu. Di hatinya kini membara api kebencian.
Tak ada lagi yang bisa dibanggakannya sebagai wanita. Semuanya telah hancur, dalam semalam dan tak akan pernah kembali.
Tuhan...
Sedih Alda membanjirkan linangan air matanya semakin deras.
“Alda?” panggil Richard tetapi diabaikan.
"Shut up!"
“Kita sudah menghabiskan malam panjang berdua. Sudah tak perlu disesali lagi. Terimalah aku dan kita menikah.”
Alda menarik nafas dalam-dalam. Sudah tak tahan lagi, menahan sesak di dadanya dengan kepala yang terasa dipukul martil. Hingga tangannya yang sedari tadi gatal. Kini melancarkan serangan dengan tiba-tiba pada Rich.
Plakkk!
Plakkk!
“Aarrrgh!”
Richard meringis, mengusap bekas tamparan keras dari Alda di wajahnya yang tampan.
“Kenapa kau malah menamparku?”
“Itu belum seberapa dibanding luka yang telah kau goreskan padaku, brengsek!” amuk Alda.
“Kau!!” Rich mengeratkan gigi.
Menatap sinis pada Alda yang dianggap sombong. Bukannya luluh kemudian mengais pertanggungjawaban darinya, Malah kini bersikap kurang ajar.
"Alda, dengar aku!" paksa Rich menahan kedua bahu Alda.
Tangan Rich dihempas. Alda menutup kedua telinganya rapat-rapat. Tak sudi mendengar atau pun melihat wajah Rich lagi. Baginya sekarang, harus segera pergi dari sini secepat mungkin
Alda menuruni ranjang dan menapaki lantai, sambil mencengkram gelungan bed cover dengan kuat agar tak merosot ke bawah.
Mengedarkan pandangannya untuk mencari pakaiannya semalam, dengan menahan perih di antara pangkal paha.
"Honey, my bunny. Jangan menguji kesabaranku lagi. Sebelum kau menyesal!" desak Richard mengejar Alda dan mengekori ke mana pun langkah gadis itu tertatih.
Bagaimana pun Alda, rasa cinta Rich tak akan pernah berkurang. Ambisinya memiliki gadis ini bukannya luntur, malah semakin menggebu-gebu.
Namun, Alda tetap diam seribu bahasa. Membiarkan Richard bicara sendiri dan tak menganggap keberadaannya ada.
“Alda, my bunny?” panggil Richard terdengar lebih lembut.
‘Persetan!’ batin Alda jijik dengan panggilan itu, rasanya ingin muntah.
Cara berjalan Alda yang seperti pinguin membuat Richard iba. Tetapi rasa iba itu hilang, jika mengingat betapa legitnya Alda.
“Di mana pakaianku?” Alda gelisah seperti orang linglung karena tak menemukannya di mana-mana dan ia nyaris putus asa.
“Aku tak tahu," sahut Rich.
“Bukan aku bertanya padamu!” balasnya jengkel.
Rich mengulum senyum. Tetapi saat Alda lebih jeli memindai pandangannya ke setiap sudut kamar itu. Netranya terbelalak sempurna.
Begitu mendapati semua onderdil dan celana jeans nya teronggok miris d dalam tempat sampah. Terlebih kemejanya yang ia tenteng ini, juga telah sobek menjadi beberapa bagian.
“Astaga, astaga!” Alda menggeleng syok, lantas membekap mulut.
Tangannya gemetar mencengkram tali bra itu dengan hati dongkol. Isakannya berubah menjadi gemuruh dalam dada kian memanas, menjalari hingga kepalanya terasa beruap. Rich benar-benar keterlaluan, Alda tak akan pernah bisa memberinya maaf.
"Honey,” panggil Rich sambil menjulurkan tangannya memeluk Alda, ternyata gadis ini bergeming tak memberontak.
Rich senang, mengira Alda luluh. Tapi jeritan keras Alda membuat tangan Rich terlepas dengan sendirinya.
“Rich!!”
Dengan gerakan cepat pula, Alda menolehkan kepala dan melotot tajam.
“Jauhkan tangan kotormu dari tubuhku bastard! Mengapa kau merusak kemeja dan membuang bra dan CD ku ke tempat sampah. Hah! Ja — wab …”
Bak slow motion Alda melebarkan mulut, setara dengan netranya terbeliak lebar. Kalimatnya pun seketika terhenti, saat melihat tubuh Richard yang masih belum mengenakan apa-apa.
“Aaaaahhh …! Kadal buntung!” Alda menjerit sejadi-jadinya.
Cepat membalikkan badannya segera dan menutup wajah dengan kedua tangan. Nafasnya pun tersengal-sengal sampai kaki hingga tangannya gemetaran hebat.
Bukan hanya tubuh polos Richard saja mengejutkan Alda, tapi antenanya yang big size itu menjulang tegak ke arahnya. Seolah hendak menjejal ke mulut Alda yang kebetulan sedang berjongkok.
“A-ada apa my bunny?” tanya Richard mendadak heran, tak menyadari keadaannya sendiri. Bergaya santai sembari garuk-garuk kepala.
“Ada apa, ada apa? K-kenapa kau masih s-saja belum mengenakan baju bastard!” omel Alda terbata-bata, “pakai sana!”
“Hmm.”
Richard lalu memindai tubuhnya sendiri, terkejut saat baru menyadari jika ia masih berpose eksplisit. Refleks menutupi senjata nuklirnya dengan tangan plus nyengir kuda.
“Hehe … maaf bunny. Aku lupa kalau masih seksi begini. Soalnya tadi malam hendak mengenakan baju, tapi tanggung. Takut kau minta lagi?” seenak jidat Richard bicara, semakin meningkatkan emosi jiwa Alda.
“A-apa katamu bastard?!” teriak Alda kian murka, “lagi katamu? Kau kira aku ini makanan? Bisa nambah seenaknya! Dasar pria mesum, buaya gila!” Alda melempar keranjang sampah plastik itu ke arah Richard sebagai pelampiasan.
BLAAMM.
“Aduh!”
Richard meringis, sekaligus terkejut karena lemparan Alda tepat sasaran.
“Bunny, keranjangnya masuk ke kepalaku?” polos Rich mengambil simpati Alda.
Mendengar itu, Alda yang kini marah-marah tiba-tiba menahan tawa melihat keranjang sampah di kepala Richard. Tetapi tak lama kemudian, ia kembali kesal.
Sementara Richard yang sudah menjadi budak cinta akut pada Alda, menurunkan keranjang sampah dari kepalanya itu tanpa sekali pun bisa marah.
"Alda?"
“Pokoknya aku tak mau tahu, kau harus mengganti pakaianku sekarang dan setelah itu jangan pernah temui aku lagi!” ancam Alda.
“Oke. Tapi membeli baju butuh waktu lama, bagaimana kalau pakai bajuku dulu?" tawar Rich.
Alda menggeleng. "Bajumu kebesaran untukku. Tidak!"
Dan kini ia malah kepikiran sesuatu. Hingga membuat kepalanya mulai terasa sedikit pening lagi. Mencurigai bahwa Rich lah yang membuatnya jadi seperti ini.
“Pakai bajumu dan menyingkir!" suruh Alda tak ingin dikerjai oleh pria bastard ini lagi.
“Oh! Sudah. Lihat saja sendiri jika tak percaya?”
Alda menghembuskan napas jengah sebelum menoleh. “Oke.” Kini ia menatap Richard dengan penuh selidik.
Rich menatapnya balik sambil menaikkan alisnya dan melipat tangan.
“Jangan-jangan ... Sewaktu aku dan teman-temanku sedang bepesta kemarin di cafe. Kaulah yang telah mencampurkan obat perangsang di minumanku, kan?” tuduh Alda.
Richard tercenung seketika. "Jangan menuduhku sembarangan, kalau kau tak punya bukti!"
"Tapi hanya kau dan aku di kamar ini saja, tak ada orang lain. Kau jugalah yang memanfaatkan situasi ini dan telah memperk*saku. Seharusnya kau membiarkan aku saja di sana!" cerca Alda tak percaya.
"Membiarkan kau bermalam dengan orang lain?" sangkal Rich.
"Kenapa bukan Ef, saja? Jika dia, mungkin aku ikhlas."
"Dasar gadis gila!” umpat Rich murka.
"Kau yang gila merencanakan semua ini!”
Rich lalu diam dengan wajahnya yang berubah pucat.
“Kenapa diam? Jawab!” bentak Alda membuat Richard mengangkat wajah dan kini tersenyum miring, perlahan mendekati Alda penuh minat.
Alda semakin mundur ketika melihat ekspresi Richard yang terlihat berbeda itu. Layaknya hyena yang kelaparan.
Tentu saja membuat Alda panik dan bergerak gelisah. Berjalan tak tentu arah, hingga terjatuh ke atas ranjang dengan posisi Richard mengukung di atasnya.
"Kau memang harus diberikan pelajaran, Alda!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Fad Fathoni
kadal buntung hahahah
2023-05-22
1
Amelia Putri Sholehah
malahhh ngakak kadal buntung
2023-05-19
0
almacute67
skrg marah,nanti minta nambah 🤭
2023-05-14
1