Chapter 05

Ditengah-tengah Vincent berlari, ia meraih gantungan tas yang berbentuk bulat kecil berwarna kuning, bergambar bebek. Gantungan yang seharusnya bersinar kuning itu kini telah padam.

"GPS-nya mati?! Sejak kapan?!" ujar Vincent dalam hati terkejut.

Vincent mengingat dengan jelas bahwa ketika ia berangkat dan mengecek GPS itu dalam mobil, gantungan khas anak Sekolah Dasar itu dalam keadaan hidup. Kemungkinan besar GPS itu rusak saat di sekolah, atau sengaja 'dirusak'.

"Sialan! Siapa? Siapa?!" ujar Vincent dalam hati, bertanya-tanya siapa orang yang telah merusak GPS-nya.

Orang yang tahu jika itu adalah GPS hanyalah orang dewasa, anak-anak kelas 1-B tidak akan menyadarinya kecuali Vincent itu sendiri.

Dia menelisik dan menelusuri orang-orang yang berinteraksi dengannya sembari berlari.

-Pertama Wim, tidak mungkin karena dia adalah ayahnya sendiri.

-Kedua Pak Setyo, tidak. Dia bahkan tidak menyentuh tasnya.

-Ketiga Hanna, tidak. Dia seharian bersamanya, dan tidak pernah melihat Hanna menyentuh GPS-nya.

-Keempat Renata, tidak. Dia hanya mendorongnya.

Pikiran Vincent kemudian tertuju pada sang Ibu guru, selain dia orang dewasa yang tahu bahwa benda itu adalah GPS, dia juga yang membantunya berdiri saat didorong oleh Renata. Terlebih Ibu gurunya itu mengambilkan tasnya ketika dirinya jatuh.

"Dasar J***** sialan!" ujar Vincent dalam hati, emosinya memuncak.

Karena kontur jalanan menuju Hutan Klausal cukup menanjak dan berbatu, ditambah Vincent menggendong tas, membuat laju lari Vincent tidak sekencang sebelumnya.

Tiba-tiba tas Vincent ditarik kebelakang, lalu suara orang yang sebelumnya mengemudi berbicara keras, “Mau pergi kemana lagi kau!"

Meski terkejut, Vincent tidak kehabisan akal, dengan cepat dia membuka kuncian pada tali tas, membuat dia terlepas dari jangkauan sopir itu, lalu berlari meski sempat hampir tersandung.

"Sialan! Bocah itu cerdik sekali!" ucap sopir kesal.

Dia terus mengejar Vincent, entah apa yang membuatnya ingin menculik Vincent atau ada seseorang yang menyuruhnya untuk menculik Vincent?

"Kau hanya besar badannya saja, tapi bod—"

Gedubrak! Vincent tersandung membuatnya tersungkur ke tanah bebatuan.

"Hahaha mau kemana kau bocah tengik?!" seru Sopir itu tertawa dan ngos-ngosan bersamaan.

Seketika Vincent berbalik, melihat jika orang itu tengah berjalan ke arahnya.

“Aku harus membuat wajah ketakutan, agar dia tidak curiga dan terus maju mengejarku, ayo sedikit lagi!" pikir Vincent membuat rencana.

Vincent memulai berakting. Dia mengernyitkan kedua alis, matanya menyipit ketakutan seraya matanya mulai keluar deras. Tidak lupa Vincent menggelengkan kepala sembari terus mundur.

"Kenapa anak manis? Jangan menangis, om tidak jahat kok."

...****************...

Hari ini tim Bruth, baik tim Bruth A ataupun tim Bruth B sedang lenggang, tidak ada jadwal atau perintah untuk 'berburu'.

Justine menyeduh kopi di ruangan 'Creative Crew' dengan santai sembari bersiul.

"Ketua kita sedang senang sepertinya, apa gajimu naik?" tanya Jyul—anggota tim Bruth A.

"Naik apanya? Naik tidak, tugas nambah iya," jawab Justine membawa kopi yang sudah diseduh ke atas meja kerjanya.

"Memangnya kau diberi tugas tambahan apa?" tanya Putney—anggota tim Bruth B.

"Tidak ada sih, hanya mengasah pisau." jawab Justine, kemudian menyesap kopinya.

"Ketua! Ketua!" panggil Daniel—anggota tim Bruth A bagian server.

"Ada apa? Kenapa wajahmu seperti melihat setan?" Justine meletakkan cangkir kopinya diatas meja.

"Apakah ada anggota yang sedang berada di Zona K?" Daniel menoleh ke seluruh anggota tim Bruth..

"Daniel, kau mengigau? Jelas-jelas kami semua ada disini," sahut Houtman—anggota tim Bruth A.

"Benar juga, kenapa aku menanyakan hal yang denial?!" ujar Daniel dalam hati.

"Ada apa Daniel kenapa wajahmu panik begitu?" tanya Terry—anggota tim Bruth B.

"Ini.. Lapor Ketua! Terdapat dua chip yang mulai memasuki zona K!" Daniel melaporkan apa yang membuatnya panik kepada Justine.

Justine berdiri dari kursi, "Siapa dua chip itu?"

"Satu tidak dikenal, dan satunya Tuan Muda Vincent!"

Justine dan seluruh anggota tim Bruth terkejut, untuk apa Vincent ke wilayah Hutan Klausal membawa teman? Bukankah itu sangat berbahaya? Atau dialah yang sedang dalam bahaya?

"Lacak GPS-nya!” perintah Justine. Lalu ia bergegas membuka laci, mengambil beberapa pistol, beserta mengisinya dengan peluru penuh.

“GPS-nya mati, terakhir menyala saat di wilayah Distrik Luinol, Kota Yarden,” ucap Daniel.

Justine berhenti sejenak, menoleh ke arah Daniel, "Luinol? Bukankah itu Sekolah Dasar Yesol?"

Daniel menjawab dengan menganggukan kepala dengan wajahnya masih masih panik.

“Vincent itu tidak bodoh, pasti sesuatu terjadi padanya hingga pergi ke Hutan Klausal!” ujar Justine dalam hati.

“Kita laporkan ini pada Tuan Wim?” tanya Cleric—anggota tim Bruth A.

"Jangan dulu, tim Bruth A ikut denganku ke Zona K, bawa senjata kalian!" Perintah Justine keluar ruangan.

"Baik!" jawab serentak tim Bruth A, lalu bergegas membawa senjata masing-masing mengikuti Justine.

"Lalu bagaimana dengan kita? Kita diam saja begitu?!" tanya Terry—anggota tim Bruth B.

"Tidaklah, persiapkan dirimu." jawab Endrew—anggota tim Bruth B bagian peretasan.

...****************...

"Dia bodoh!" ujar Vincent dalam hati.

Vincent berbalik, bersiap berlari tapi dia kembali terjatuh. Membuat dirinya sendiri kesal, kenapa dia selalu terjatuh.

Sopir itu tertawa terbahak-bahak, "Kau lelah bocah? Makanya sini sama om aja, nanti Om belikan ice cream."

"Dasar banyak bacot!" ujar Vincent dalam hati.

Perlahan-lahan Vincent yang masih dalam keadaan duduk mundur dan sopir itu maju perlahan. Terus seperti itu hingga tiba-tiba sopir itu melompat, memegang sepatu Vincent.

Vincent yang terkejut reflek menendang-nendang tangan yang mencengkeram sepatunya dengan kuat itu dengan panik.

"Jangan bergerak! Berhenti menendangku!" Bentak sopir itu karena Vincent terus menendang tangannya.

"Justru aku harus terus menendangmu! Kalau bisa kepalamu!" ujar Vincent dalam hati, mengarahkan tendangannya ke kepala sopir.

Bug! Tendangan Vincent mengenai kepala sopir dengan keras.

"Sialan kau!" Sopir itu marah, meraih tangan Vincent, lalu dengan keras memukulnya hingga terpental.

"Bajingan kau! Sakit sekali tahu!" ujar Vincent dalam hati merasakan sensasi nyut-nyutan, kebas bercampur panas di salah satu pipinya.

Sopir itu berjalan kesal hingga ke hadapan Vincent, mengangkat tinjunya bersiap ingin kembali melayangkan pukulan. Tanpa disadari olehnya, dia masuk ke dalam Red Line, area dimana mesin penembak otomatis berada.

“Ikan ini masuk perangkap!" ujar Vincent senang dalam hati, karena dia berhasil memancing orang itu kedalam rencananya.

Ujung dari senapan yang tersembunyi bergerak mengarah ke sopir itu, mendeteksinya sebagai chip yang tidak dikenal. Tidak hanya satu, tapi ada lima mesin penembak yang aktif.

"Mati kau!" teriak sopir, melayangkan tinjunya.

DOR! DOR! Dua tembakan beruntun dari kelima senapan mesin penembak otomatis mengenai kepala, leher, kaki, dada, dan punggung sopir itu.

Sopir itu lalu ambruk dan tewas seketika. Vincent akhirnya merasa lega, lalu merebahkan badannya menatap langit biru.

"Aku selamat! Mesin penembak Xendra luar biasa! Aku hanya tahu satu dibagian kiri, ternyata ada beberapa yang tersembunyi." ujar Vincent dalam hati.

Tidak berselang lama, tim Bruth A beserta Justine tiba di Hutan Klausal.

Vincent melirik seraya berujar kesal dalam hati, "Kalian telat!"

"Tuan Muda Vincent!" panggil Ferel seraya berlari menghampiri Vincent lalu mendudukannya, "Anda terluka!"

Mendengar jika Vincent terluka, Justine berjalan ke arah Vincent sembari memberi perintah pada tim Bruth A lain yaitu Jyul, Houtman, Cleric, dan Brick.

"Periksa penyusup ini!"

"Baik Ketua!" Jawab keempat anggota tim Bruth A.

"Coba kulihat," Justine melihat luka pukulan di wajah kecil Vincent.

"Wah Vin, wajah tampanmu terluka." ucapnya.

Vincent melirik kesal, tidak mengatakan apa pun, lalu menghembuskan nafas kasar.

Justine terkekeh kecil melihat tingkah Vincent yang dimatanya adalah sikap umum anak kecil yang merajuk. Dia tahu jika Vincent marah karena bukannya menanyakan keadaannya, ia malah mengahwatirkan wajah Vincent.

Dia mengacak-acak rambut Vincent, "Kau pintar bung, dan terima kasih kau tidak mati."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!