Antonio tumbuh di keluarga Hermentsmith, dan dikenal akan kepintaran serta cara bicara yang tidak seperti anak seusianya.
Di usia 5 tahun contohnya, dirinya sudah bisa mengalahkan kakeknya yang bernama Abraham dalam permainan catur.
Dan sekarang, dimana besok usianya genap 8 tahun, Vincent meminta Wim untuk belajar menembak dengan dalih sebagai kado ulang tahun. Hal sebenarnya dibalik itu adalah, untuk melemaskan tangan serta mengasah kembali kemampuannya.
“Papa, aku ingin kado ulang tahun saat ulang tahunku besok,” ujar Vincent menghampiri Wim di meja kerjanya.
“Wah sudah meminta kado sekarang? Vincent ingin kado apa?” tanya Wim menutup berkas yang tengah ia baca.
“Aku ingin belajar menembak.” jawab Vincent.
Wim menggendong putranya itu ke atas pangkuannya, “Bukankah Vincent sudah belajar menembak dari pistol yang Papa belikan?”
“Pistol yang kau belikan itu mainan! Aku minta yang asli!" ujar Vincent dalam hati kesal.
Vincent hanya diam, menghembuskan nafas kasar.
Meski terlahir kembali di tubuh baru, Antonio masih membawa sikapnya pada dirinya yang sekarang. Dimana ia akan diam dan menghembuskan nafas dengan kasar ketika merasa kesal.
Menyadari jika putranya merajuk, Wim mencoba menawarkan hadiah lain berupa permainan baru, gadget baru atau berlibur ke Swiss untuk bermain sky, mengingat putranya itu sangat menyukai olahraga sky.
“Tidak mau, aku hanya ingin belajar menembak!” ujar Vincent menolak semua tawaran Wim dan tetap pada pendiriannya.
“Sialan, aneh sekali aku memanggilnya Papa!” ujar Vincent dalam hati.
Antonio tidak terbiasa memanggil orang tua dengan sebutan itu. Dia besar di panti asuhan dan panggilan yang sering dia ucapkan di panti adalah Suster, panggilan untuk para pengurus panti.
Kemudian saat di adopsi oleh seseorang ketika usianya hampir menginjak dewasa yakni 15 tahun, Antonio memanggil orang yang mengadopsinya itu dengan sebutan Tuan dan Nyonya.
“Ingin belajar menembak? Itu masih terlalu kecil,” ujar Wim dalam hati, melihat putranya tidak mau hadiah lain selain belajar menembak.
“Papa percayalah padaku! Aku bisa melakukannya dengan baik! Aku cepat dalam belajar!” ujar Vincent mencoba meyakinkan Wim bahwa dia mampu untuk mengikuti pelajaran menembak dengan baik.
Di tengah Wim menimbang keinginan putranya, Jane datang membawa kopi dan kue kering ke dalam ruangan kerjanya.
“Anak Mama sedang apa? Duduk di pangkuan Papa begitu?” tanya Jane meletakan kopi dan tatakan berisi kue kering diatas meja Wim.
Bukannya menjawab pertanyaan Jane, Vincent malah salah fokus pada kue kering yang di bawa oleh ibunya.
"Mama jangan memberi Papa makanan seperti kue kering itu.” sahut Vincent menunjuk kue kering yang tersaji di atas tatakan.
“Lho memangnya kenapa?” tanya Jane bingung kenapa putranya melarang dirinya memberi Wim kue kering.
“Yah.. itu tidak baik untuk Papa saat tua nanti,” jawab Vincent.
Jane dan Wim terkekeh kecil mendengarnya, seorang anak yang sebentar lagi genap berumur 8 tahun berbicara soal hari tua.
Jane mengelus-elus kepala Vincent, "Putraku memang pintar."
“Papa, bagaimana? Boleh ya?” Vincent menanyakan keputusan Wim.
“Lho, ada apa Wim? Apa kau melarang sesuatu padanya?" tanya Jane reflek ketika mendengar pertanyaan Vincent .
Wim menghela nafas sesaat, menyiapkan diri. Karena dia tahu, Jane akan selalu mendukung keinginan Vincent.
Meski begitu, Vincent yang sejatinya dulunya adalah Antonio yang sama sekali tidak mempunyai sifat manja.
“Vincent ingin kado ulang tahun belajar menembak,” jawab Wim.
“Oh?! Bagus dong! Vincent selama ini hanya belajar menembak dari pistol mainan yang kau belikan, jadi kenapa kau melarangnya?” respon Jane sesuai dugaan Wim.
“Mama benar, belajar itu harus dimulai sedini mungkin, agar saat dewasa mempunyai banyak keahlian!” timpal Vincent.
“Kata-katanya seperti orang dewasa saja," ujar Wim mendengar ucapan putranya itu.
2 lawan 1, Wim pun kalah jika melawan dua orang yang sangat di sayanginya itu.
“Baiklah, besok kita akan ke tempat paman Justine.” Wim mengabulkan keinginan putranya.
“Akhirnya! Aku bisa melemaskan kembali tanganku!” ujar Vincent dalam hati senang bukan main.
Kemudian pagi harinya, Wim membawa Vincent ke tempat Justine untuk belajar menembak secara privat.
Justine adalah teman sekaligus orang kepercayaan Wim dan keluarga Hermentsmith, sekaligus ketua tim Bruth. Tim yang melakukan pekerjaan kotor Xendra berkedok Creative Crew.
Mereka tidak pernah gagal dalam menuntaskan buruannya. Hanya ada satu buruan tim Bruth yang sedikit meleset pada masa lalu, yaitu membunuh Antonio, sang anjing Lippo Grup yang merupakan salah satu saingan bisnis Xendra.
Mobil Toyota Alpard hitam yang dikendarai oleh supir kepercayaan keluarga Hermentsmith itu pun memasuki kawasan perbukitan dimana hutan Klausal berada. Kemudian berhenti di depan gerbang tinggi.
“Pak Setyo, kembalilah ke kediaman utama. Datanglah kembali 4 jam dari sekarang.” titah Wim pada supirnya ketika turun.
“Baik Tuan.” sahut Pak Setyo, kemudian ia memutar mobil, lalu melaju pergi meninggalkan Wim dan Vincent.
“Si*l*n, sedikit sekali waktuku.” ujar Vincent dalam hati, mendengar perkataan Wim yang secara tidak langsung hanya memberi waktu 4 jam padanya.
Wim menggandeng Vincent berjalan mendekati gerbang. Di area itu terdapat selain ada gerbang tinggi menjulang, juga ada banyak CCTV, baik yang terlihat ataupun tersembunyi.
Di tempat itu pula terdapat mesin penembak otomatis yang letaknya tersembunyi di antara pepohonan. Dimana mesin itu akan menembak otomatis target, jika mendeteksi chip yang masuk ke area itu bukanlah chip yang terdaftar.
Xendra Grup memiliki biotekhnologi mutakhir bernama Biox. Itu merupakan teknologi pemindaian tubuh oleh mesin berbentuk seperti scan barcode yang berbentuk raksasa.
Setelah di pindai, data pemindaiam itu kemudian di transmisikan dalam bentuk chip bernomor seri. Setiap individu mempunyai nomor seri yang berbeda.
Chip yang sudah terdaftar itu lalu di kirimkan datanya ke server yang berada di luar hutan Klausal, kemudian seseorang yang mengawasi server dapat melihat data itu.
Selain di kirimkan ke server, data itu juga otomatis di kirimkan ke mata mesin penembak otomatis.
Mata mesin penembak otomatis itu berupa 2 buah drone sebesar rentangan tangan orang dewasa, terbang diatas hutan selama 24 jam. Kedua drone itu bergantian turun ke bawah setiap 12 jam untuk mengisi bahan bakar selama 5 menit.
[Kembali lagi pada Vincent]
“Meski tidak ada penjaga disini, dengan adanya peringatan bahaya di dasar bukit, CCTV serta mesin penembak otomatis tersembunyi, menjadikan tempat ini benar-benar tempat kerahasiaan Xendra.” ujar Vincent dalam hati melirik Wim
Derk! Gerbang terbuka. Wim menggandeng Vincent untuk masuk. Sesaat setelah masuk, mereka berdua masuk, gerbang otomatis itu kembali menutup.
Mereka berjalan lumayan jauh ke dalam, hingga menemui bangunan putih. Di bagian samping bangunan itu terdapat tempat latihan menembak model outdoor, dengan 5 bundaran target penembakan.
Seorang berambut pirang yang kelihatan baru selesai latihan menembak menoleh ke arah Vincent dan Wim.
“Wim? Ada apa kemari?” tanyanya melepas kacamata dan penutup telinga.
Melihat pria itu, Vincent merasa bernostalgia. Dia adalah Justine Plaregue, ketua tim Bruth yang memimpin tim pada saat usianya baru genap 20 tahun.
Orang yang mampu hampir memojokkan Antonio saat dia bertugas untuk menyingkirkan penganggu Lippo.
“Kita bertemu lagi, Justine.” sapa Vincent dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments