I Am The Villain In This Life!
"Ada kata-kata terakhir?” tanya suara seseorang.
Kemudian kain hitam yang menutupi mata Antonio di buka, membuat Antonio dapat melihat 4 orang pria berdiri di hadapannya, memandang datar tanpa bicara apa pun.
Mata Antonio melebar, ia sangat terperanjat bukan main karena keempat orang yang berdiri itu, dirinya sangat mengenal mereka.
“Kau?! Kenapa?! Ke—“
Dor! Peluru melesat menembus dada kiri Antonio, menghentikan ucapannya.
Rasa sakit bercampur panas tatkala lelehan timah itu menembus dadanya, bahkan tidak mampu mengalahkan rasa sakit akan kekecewaan telah di hianati oleh orang yang ia kenal dan sangat percayai itu.
Dor! Tembakan kedua melesat menembus tepat di dahi Antonio. Dia pun ambruk ke belakang, jatuh dari atas jurang tinggi.
Sesaat dia melihat 4 orang berdiri di pinggir tebing, melongok ke arahnya dengan senyuman lebar merekah di wajah mereka, sebelum akhirnya pandangan Antonio menjadi gelap.
...**********...
Antonio membuka mata, melihat sekitarnya gelap, hanya cahaya putih samar yang terpancar dari arah bawah.
Saat Antonio akan bangun, tubuhnya tidak bisa di gerakan. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, mendapati kedua tangan, tubuh hingga kakinya terikat oleh rantai yang menyatu dengan dasar tempat yang di genangi air itu.
“Khehehehe,” terdengar suara kekehan wanita.
Antonio menoleh ke sumber suara, mendapati seorang wanita dengan pakaian serba merah tengah duduk melihat ke arahnya.
“Hai tampan,” sapa wanita itu.
Wanita itu beranjak dari tempatnya, berjalan kearah Antonio. Pakaian yang dikenakan mirip dengan baju khas kaum Tionghoa ketika merayakan hari raya Imlek, akan tetapi yang di pakai oleh wanita itu begitu terbuka di bagian dada hingga menampakkan sebagian apa yang seharusnya tetap di dalam.
Tidak hanya itu, pakaian terusan merah itu juga terbelah di bagian bawah hingga mencapai pinggang, membuat paha putih nan mulus itu terlihat dengan jelas.
“Dia siapa?” pikir Antonio.
Wanita itu merangkak diatas tubuh Antonio seperti salamander.
Kini Antonio dapat melihat dengan jelas wajah wanita yang berada di atasnya tersebut, meski pencahayaan tidak begitu terang.
Rambutnya berwarna hitam panjang, saking panjangnya hingga menjuntai ke dasar tempat yang di genangi air itu. Kulitnya pun putih bersih, hingga sanggup menyamai warna putihnya salju.
Wajah mungil serta hidung kecil yang mancung, bibir merah bervolume, dan iris mata yang berwarna merah itu menatap manja pada Antonio.
Antonio sendiri tidak mengerti, apa yang sudah terjadi, siapa wanita itu, dan dimana dia sekarang.
Wanita itu kemudian memegang wajah tampan Antonio, lalu mendekatkan bibir seksinya ke telinga kiri, berbisik, “Apa kau ingin balas dendam? Aku bisa mengabulkannya,”
“Kau siapa?” tanya Antonio.
Wanita itu menarik wajahnya menjauhi wajah Antonio, menghadap keatas, tertawa cekikikan seperti orang gila, membuat Antonio semakin bingung.
Beberapa detik kemudian, wanita itu kembali menunduk, tersenyum menggoda pada Antonio, “Aku Bell, Iblis aliran waktu,”
“Tempat ini adalah dimensi milikku, kau sudah mati. Kau ingat? 2 tembakan yang kau terima sebelum jatuh ke jurang laut?” lanjut wanita itu yang ternyata seorang Iblis bernama Bell.
Mendengar kata 2 tembakan, membuat Antonio mengingat kembali saat dia di tembak dan terjatuh dari atas jurang.
“Aku mati? Hidupku hanya berakhir seperti ini?” tanya Antonio dalam hati. Ia tersenyum kecut.
“Bagiamana? Kau ingin belas dendam?” tanya Bell mengulang pertanyaan sebelumnya.
“Apa imbalan yang kau inginkan? Iblis tidak mungkin memberi tawaran tanpa imbalan,” jawab Antonio.
Bell terkekeh, “Kau pintar juga rupanya, imbalannya mudah saja, yaitu jiwamu akan menjadi milikku,”
Jari lentik Bell yang berkuku panjang berwarna merah itu meraba pelan dada kiri Antonio, kemudian ia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antonio sembari berbisik, “Selamanya.”
Meski penampilan, sikap, nada serta cara bicara Bell sudah sangat menggoda iman pria, namun Antonio sama sekali tidak tergoda. Di matanya Bell tidak jauh berbeda dengan para wanita penghibur di rumah bordil yang sering dia sambangi semasa hidup.
“Aku mau, terserah kau.” jawab cepat Antonio menatap tajam ke arah Bell, tergambar dengan jelas amarah dan dendam di matanya.
Mengetahui jika mangsanya memakan umpan, Bell tertawa cekikikan dengan keras hingga menggema di tempat itu, kemudian berseru, “Aku suka manusia sepertimu!”
Dia memegang wajah tampan Antonio, kedua mata merahnya menatapnya lekat, “Kontrak sudah dibuat, kau tidak bisa membatalkannya Antonio Fernandez.”
Sebelum kemudian mencium bibir Antonio sembari tangan kanannya menutup kedua mata Antonio.
...**********...
“Wah selamat Pak, putra Anda laki-laki!" seru seorang dokter perempuan.
Dengan memakai masker dengan pakaian hijau mengangkat seorang bayi laki-laki yang matanya masih tertutup, memperlihatkannya ke hadapan sang ayah.
Wim yang merupakan ayah dari bayi yang baru lahir itu menyambut dengan raut wajah sangat bahagia karena akhirnya putra yang ia nantikan kelahirannya telah lahir.
Namun ketika melihat putranya yang hanya diam dengan mata tertutup menjadi bingung, karena setahu dirinya, bayi akan menangis sesaat setelah lahir.
“Dia tidak menangis?” tanya Wim.
“Tidak perlu khawatir, sebagian kecil bayi memang tidak menangis ketika lahir,” jawab dokter itu.
Kemudian dokter itu membawa sang bayi untuk di mandikan.
Sementara Wim menghampiri istrinya-Jane, mengucapkan banyak terima kasih karena sudah mengandung hingga berjuang melahirkan, serta memberinya seorang putra.
“Terima kasih Jane, kau sudah berjuang melahirkan pewaris tunggal Xendra Grup.” ujar Wim mengecup kening istrinya.
Jane hanya tersenyum, dia kelelahan berjuang selama 12 jam lamanya untuk melahirkan putranya itu.
...**********...
[Kediaman utama keluarga Hermensmith]
Antonio membuka mata, melihat tempat yang sebelumnya remang dan gelap kini berubah menjadi terang benderang. Langit-langit yang di hiasi ornament mewah dan mahal.
Sesat kemudian seorang pria datang menghampiri Antonio yang tidak lain adalah Wim. Dia melihat Antonio, kemudian tersenyum. Antonio sendiri merasa aneh, karena seorang pria asing tersenyum padanya, selain itu pria itu nampak sangat besar.
“Kenapa dia besar sekali?!” ujar Antonio dalam hati.
Antonio ingin bicara, akan tetapi dia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak bisa bicara.
“Ahmm Emm,” hanya itu yang keluar dari mulut Antonio.
“Tu-tunggu aku tidak bisa bicara!” ujar Antonio dalam hati terkejut.
Antonio berusaha bergerak, tapi juga tidak bisa, tubuhnya terasa sangat lemah. Bukannya bergerak tubuhnya malah menangis dengan sendirinya.
"Oek!"
“Cup, cup Vincent lapar?” tanya Wim menepuk-nepuk badan Antonio, lalu menggendongnya.
Dia membawa Antonio ke sebuah ranjang besar nan mewah di samping wanita cantik berambut panjang hitam yang tidak lain adalah Jane.
“Wah, melihat Mamanya Vincent langsung diam,” ujar Wim sembari meletakkan Antonio ke samping Jane.
“Iya dong, Vincent 'kan anak Mama.” ujar Jane tersenyum menatap Antonio.
“Dia juga anakku Jane,” sahut Wim dengan nada bicara tidak terima jika putranya hanya diakui sebagai putra istrinya saja. Padahal mereka melakukannya berdua.
Mendengar itu, Jane hanya terkekeh kecil kemudian mengelus lembut pipi putranya yang masih berusia 1 minggu itu.
“Iya Wim, Vincent Hermentsmith, anak kau dan aku. Aduh lucunya anak ini.”
Nama Hermentsmith sangat familier di telinga Antonio. Rupanya dirinya terlahir di keluarga Hermentsmith, keluarga konglomerat pemilik perusahaan besar—Xendra Grup.
“Jadi ini tawaran Bell? Baiklah, aku akan menghancurkan para b*jing*n itu karena telah menghianatiku!” ujar Antonio dalam hati, dia tersenyum.
Melihat putranya tersenyum, Jane bahagia bukan main, karena itu pertama kalinya dia melihat putranya tersenyum.
“Lihat Wim dia tersenyum!” seru Jane.
Kedua orang tua baru itu menikmati waktu dengan putra mereka yang tidak lain adalah Antonio.
Sementara Bell, dia mengawasi Antonio dari tempatnya. Senyuman licik tersungging di bibir seksinya, kemudian bermonolog, "Pertunjukan apa yang akan kau mainkan, Antonio?”
...**********...
[Di dalam ruang rapat gedung utama Lippo Grup]
"Apa yang mengganggu pikiran Anda? Hingga termenung sendirian disini Pak?”
Seorang ajudan bertanya pada majikannya yang terus berdiri di depan kaca, memandang keluar dari dinding ruang rapat yang sepenuhnya terbuat dari kaca itu.
Ajudan itu kembali bertanya, "Apakah Anda masih memikirkan dia?”
Majikannya tidak memberi jawaban apapun, ia hanya membisu.
“Dia sud—”
“Aku tau, aku sendiri yang menembaknya dan melihatnya jatuh,” ujar majikan dari ajudan itu memotong ucapan ajudannya.
“Lantas apa yang mengganggu pikiran Anda?”
“Sudah 5 tahun berlalu sejak hari itu, tapi aku tak merasa tenang sedikitpun,” ujar sang majikan menjelaskan hal yang selama ini mengganjal di pikirannya.
“Apa maksud anda Pak Fey? Apakah Anda merasa bersalah?” tanya ajudan pada majikannya yang ternyata bernama Fey tersebut.
Fey melirik ke samping kiri, arah ajudannya yang bernama Kim tersebut, "Tidak, dia memang harus mati. Tapi Kim, aku merasa dia tidak pernah mati.”
Kim pun meyakinkan Fey bahwa dia yang dimaksud oleh Fey sudah mati, 5 tahun yang lalu.
“Tidak Pak Fey, Antonio sudah jelas mati.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Desy Putri Ayuni
Aku melipir ke sini nih☺️
2023-07-04
1
~V~
awal-awal aja udah seru
2023-06-20
1