"Pelit amat jadi orang, nih aku ganti." Leona mengambil uang dari saku seragamnya lalu meletakkan lembaran uang tersebut di atas meja Gaffi.
"Cih, kau kira aku orang miskin," ucap Gaffi lalu bangkit dari duduknya.
"Sam, kita tukar tempat!" serunya pada Samuel yang duduk di deretan bangku tengah, lurus dengan tempat duduknya sendiri.
"Oke," ucap Samuel langsung berdiri dari duduknya kemudian bertukar tempat dengan Gaffi.
"Bagaimana sudah selesai semuanya?" tanya guru Fisika melihat para muridnya santai.
"Sudah Pak!" seru mereka serempak.
"Baik, kalau begitu kumpulkan!"
Mereka semua mengangguk lalu maju ke depan untuk mengumpulkan tugas.
"Ini uang siapa?" tanya Samuel berbasa-basi sambil mengangkat uang yang ada di hadapannya padahal dia sudah tahu bahwa uang tersebut milik Leona.
Gaffi menunjuk Leona dengan dagunya.
"Ambil saja," ucap Leona sambil menatap Samuel dengan senyuman.
"Asyik, lumayan dapat dolar," ucap Samuel begitu antusias, mencium uang tersebut lalu mengambil dompet dan memasukkan ke dalamnya.
"Makasih seratus dolarnya," lanjut Samuel dan Leona hanya mengangguk.
"Cih, sombong banget, jangankan cuma seratus dolar, seribu dolar pun aku punya," gumam Gaffi lalu mencebik.
Leona cuek saja, tidak ingin menanggapi perkataan Gaffi. Dia sama sekali tidak perduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya, apalagi hanya anak jalanan seperti Gaffi yang baginya sangat tidak penting.
"Oke Bapak koreksi dulu, sambil menunggu nilai kalian saya umumkan, silahkan pelajari buku paket Fisika halaman 58, tentang pelajaran listrik statis! Pahami dulu ya! Nanti Bapak adakan sesi tanya jawab untuk mengetes kepahaman kalian tentang pelajaran itu, dan tentu saja bagi yang bisa menjawab dengan benar akan menambah poin nilai kalian."
"Baik Pak," ujar mereka serentak.
"Bagus." Guru Fisika tersebut menunduk, fokus mengoreksi tugas murid-muridnya, sedangkan semua murid di dalam kelas itu fokus mempelajari listrik statis seperti yang diperintahkan oleh guru Fisika mereka, kecuali Gaffi yang terlihat santai karena pelajaran itu sudah ada di luar kepala.
Beberapa saat kemudian guru Fisika mengangkat wajah dan tersenyum pada semua murid-muridnya.
"Sudah belajarnya?"
"Sudah Pak!" seru beberapa siswa.
"Belum Pak," jawab beberapa siswa yang lain.
"Baiklah, sudah atau belum kita berhenti dulu sebab kali ini Bapak ingin mengumumkan nilai hasil pekerjaan rumah kalian."
Mereka semua mengangkat wajah dan mengangguk. Namun, ada beberapa yang nampak tegang karena takut nilainya rendah lagi.
"Baiklah, Bapak berterima kasih dengan usaha kalian. Tidak seperti sebelum-sebelumnya dimana banyak diantara kalian yang mendapatkan nilai di bawah 50, sekarang nilai kalian semua di atas 60."
Mendengar Perkataan guru Fisika tersebut, semua siswa-siswi bernafas lega.
"Syukurlah Pak," ucap beberapa dari mereka.
"Oh, ya. Ada dua orang yang mendapatkan nilai tertinggi yaitu 100."
"Oh, iya pak. Apakah itu saya?" tanya Samuel dengan begitu percaya dirinya.
"Sayangnya bukan, Samuel." Guru Fisika tertawa geli sebab Samuel adalah salah satu siswa yang biasanya mendapat nilai di bawah 50.
"Huuu!" Sorakan teman-temannya memenuhi ruangan.
"Kali aja ye, kan? Apa salahnya saya berharap?" Samuel protes dengan mereka yang bersorak itu.
"Mimpi kali lo, Samsul!"
"Tapi kabar baiknya, Samuel yang biasanya mendapatkan nilai 40 atau 30 sekarang malah mendapatkan nilai 70."
Leona berbalik dan mengulurkan tangan ke hadapan Samuel.
"Selamat ya Sam, itu adalah sebuah kemajuan yang patut diapresiasi."
Samuel mengangguk sambil menerima uluran tangan Leona.
"Terima kasih, Leona."
Leona hanya mengangguk sambil tersenyum lalu kembali menatap ke depan lagi.
"Seperti biasa yang menduduki nilai 100 adalah Gaffi," ucap guru Fisika dan itu tidak membuat teman-temannya heran.
"Yang satunya lagi siapa Pak?" tanya siswa karena penasaran sebab sebelumnya tidak ada yang menyaingi Gaffi dalam setiap pelajaran.
"Murid baru kita, yaitu Leona."
"Oh ternyata dia ya, Pak? Gaff, hati-hati sepertinya kamu ada saingan," ujar Samuel sambil tersenyum ke arah Gaffi.
"Siapa takut?" Gaffi masih bersikap tenang dan tidak perduli dengan semuanya.
"Baiklah ini berikan pada mereka semua!" Guru Fisika menaruh buku PR siswanya di atas meja siswi yang duduk di depan meja guru dan meminta tolong siswi tersebut untuk memberikan satu-persatu pada teman-temannya.
"Baik Pak." siswi tersebut bangkit dari duduknya dan meraih tumpukan buku lalu berjalan ke arah belakang sambil membagikan buku tersebut.
"Sambil menerima buku kalian masing-masing, Bapak punya pertanyaan untuk kalian tentang pelajaran yang baru saja kalian pelajari."
"Iya Pak!" seru mereka serempak.
"Oke soal pertama, adalah soal mendasar. Apa yang dimaksud dengan listrik statis?"
Leona mengacungkan jari telunjuknya bersamaan dengan Gaffi.
"Baik, Leona silahkan!"
"Listrik statis adalah listrik yang tidak mengalir atau diam dan perpindahan arusnya terbatas."
"Oke betul, contohnya apa–"
Leona memotong perkataan guru Fisika sebelum selesai. Dia pikir guru tersebut masih bertanya pada dirinya.
"Contohnya sisir yang–"
"Gaffi! Sekarang gantian Gaffi Leona!"
"Cih, mentang-mentang pintar mau disendiriin," ucap Gaffi sambil memandang tidak suka pada Leona yang baginya sok.
"Maaf Pak, saya pikir Bapak bertanya pada saya," ucap Leona merasa tidak sopan karena telah memotong pembicaraan gurunya meskipun dia tidak sengaja.
"Tidak apa-apa Leona. Ayo Gaffi berikan contoh!"
"Sisir plastik yang digosokkan pada rambut kering otomatis langsung mengandung muatan listrik sehingga bisa menarik kertas-kertas kecil. Munculnya percikan api di ban mobil ketika melintasi jalan raya, karena listrik statis timbul akibat gesekan ban mobil dengan aspal."
"Ya, tepat sekali. Itu dua contoh yang sudah Gaffi berikan, ada yang mau memberikan contoh lainnya?"
"Saya Pak!" Samuel mengacungkan tangan membuat teman-temannya menganga karena merasa Samuel tiba-tiba pintar. Mereka pikir barangkali karena pria itu duduknya berdekatan dengan Leona yang membawa aura positif bagi Samuel.
"Wah ini nih contohnya murid yang ingin berkembang. Mau belajar hingga bisa mengalahkan yang lainnnya," puji guru Fisika hingga membuat telinga Samuel melebar seperti gajah.
Samuel mengangguk-angguk sambil tersenyum, bangga pada dirinya sendiri. Belum menjawab saja dia sudah mendapat pujian dari gurunya itu, apabila kalau sampai guru tersebut mendengar jawaban dari Samuel.
"Baik Samuel. Sebutkan contoh lainnya!"
"Baik Pak. Orang yang sedang jatuh cinta," jawab Samuel sambil cengengesan.
Teman-teman sekelasnya menganga mendengar jawaban dari anak itu sedangkan Leona hanya terlihat menggelengkan kepala.
"Siapa yang jatuh cinta, kamu?"
"Bukan Pak, tapi salah satu contoh dari listrik statis itu adalah orang yang sedang jatuh cinta, dimana perasaan cinta itu bisa menarik salah satu atau keduanya sehingga mereka selalu ingin berdekatan satu sama lain. Jadi, kesimpulannya cinta itu mengandung kekuatan listrik yang tersimpan di dalamnya."
"Hahahaha ...." Semua siswa tertawa terbahak-bahak tak terkecuali guru Fisika mereka sambil menggelengkan kepala.
"Samuel, Samuel, kamu mau belajar Fisika atau mau merangkai kalimat romantis sih!" protes Gaffi.
"Eh salah ya, Gaf!" tanya Samuel dengan ekspresi sok bodohnya.
"Tentu saja salah, Sam."
"Dimana letak salahnya coba?" tanya Samuel sambil mengangkat kedua tangannya sambil menggendikkan bahu.
"Ya ampun!" Gaffi menepuk jidat melihat tingkah konyol temannya itu, sedangkan yang lainnya masih belum berhenti tertawa.
"Sudah, sudah! Hentikan tawa kalian! Biarkan Samuel yang lagi stres ini, mungkin dia habis diputus cinta oleh kekasihnya sehingga bicara melantur seperti ini."
"Kan benar, Pak!" Samuel masih saja ngotot.
"Sudah! Sudah salah, ngotot lagi," protes Gaffi.
Bersamaan dengan itu bel tanda pergantian pelajaran berbunyi.
"Baiklah karena waktu mengajar saya sudah habis saya permisi dulu, assalamualaikum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh," ucap guru Fisika pada semua murid kelas 12 IPA 1.
"Waalaikumsalam warahmatullahi ta'ala wabarakatuh," jawab semua siswa.
Guru fisika keluar dari dalam kelas 12 IPA 1. Dari luar luar kelas bel berbunyi lagi dan kali ini bunyinya panjang sekali menandakan waktu jam pulang sekolah telah tiba.
"Loh bukannya sekarang masih ada pelajaran Bahasa Inggris ya?" Satu sama lain saling tatap, bingung kenapa yang dibunyikan adalah bel pulang.
"Ada rapat, ada rapat!" Dari luar kelas terdengar riuh suara murid-murid dari kelas lainnya yang berhamburan keluar.
"Oh mungkin guru-guru ada rapat sehingga kita dipulangkan lebih awal."
"Baiklah kalau begitu waktunya kita pulang!" seru ketua kelas sehingga membuat siswa yang berada di dalam kelas itu mengambil tas masing-masing lalu berhamburan keluar kelas dan berebutan keluar di pintu.
"Kamu!" Leona menatap tajam mata Gaffi karena bahu pria itu tidak sengaja mendorong tubuh Leona hingga hampir terjatuh dan Gaffi malah tidak mau minta maaf.
"Sekali lagi kau membuatku celaka, maka aku pastikan kau pulang tanpa satu kaki!" geram Leona karena Gaffi terlihat cuek dan tidak merasa bersalah sama sekali.
"Hei gadis galak, jangan galak-galak dong nanti kamu nggak laku, lagi!"
Leona terbelalak. "Sorry aku tidak dijual," ucap Leona lalu melenggang pergi karena pintu kelas sudah terlihat kosong.
"Dasar gadis menyebalkan," geram Gaffi semakin benci dengan Leona.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Ir Syanda
Hati2 banyak kasus benci jadi cinta loh 🤭
2023-07-22
1
Ir Syanda
Yes tebakanku benar! 🤣
2023-07-22
1
Ir Syanda
Aku sepertinya bisa menebaknya 🤭
2023-07-22
1