Bab 3. Rencana Taruhan

"Gaf, pulang sekolah nanti tolong belikan kado untuk adikmu ya!" pesan Sarah sambil bersiap-siap untuk meninjau beberapa toko kuenya. Begitupun Gaffi yang sudah siap dengan tas sekolah.

"Hari ini Ghaida ultah Mi?" tanya Gaffi yang kini tampak membenahi tali sepatunya.

"Nggak, hari ini adikmu dapat peringkat kelas dan Mami sudah berjanji untuk membelikan boneka yang besar untuknya, cuma Mami kayaknya nggak bisa kemana-mana karena sibuk banget hari ini."

"Baik Mi."

Jawaban Gaffi membuat Sarah tersenyum bangga. Gaffi di mata orang tuanya adalah anak yang baik dan penurut selain itu juga berpredikat di sekolah.

Mereka tidak tahu saja bahwa Gaffi mulai masuk dalam pergaulan yang sudah tidak aman, dan penyebab itu adalah karena kecewa dengan sikap kedua orang tuanya yang begitu protektif dalam mencampuri urusan Gaffi dengan gadis yang menjadi kekasihnya sekarang. Hubungan Gaffi ditentang karena dia dan kekasihnya berbeda keyakinan.

"Bagaimana sudah siap?" tanya Gala yang sudah menunggu di depan pintu.

"Siap Mas," ucap Sarah lalu menarik tasnya.

"Gaffi mau ikut papi juga?" tanya Gala, dan Gaffi menggeleng.

"Entar repot pulangnya, Pi."

Gala mengangguk dan menepuk bahu putranya.

"Kalau begitu kami berangkat duluan dan kamu hati-hati ya!"

"Iya Pi."

Sarah dan Gala mengangguk lalu beranjak keluar rumah.

Gaffi pun menyusul keluar rumah dan mengeluarkan motor dari dalam garasi.

"Sudah mau berangkat Nak?" sapa Tama yang baru saja datang dari berjalan-jalan di luar.

"Iya Opa," sahut Gaffi sambil mengulurkan tangan menyalami Tama.

"Gaffi berangkat dulu ya Opa." Gaffi berucap sambil menaiki motor.

"Ya hati-hati!" seru Tama karena kini Gaffi sudah berkendara.

Sampai di sekolah seperti biasa Gaffi menemui sang kekasih yang berbeda kelas dan berjarak tiga kelas karena Jessica adalah penghuni kelas 12 IPA 5.

"Hai Jes!" Baru saja Gaffi menyapa dia dikagetkan dengan keberadaan seorang pria di hadapan Jessica yang tampak memandang wajah Jessica tak berkedip dengan tangan yang menggenggam erat kedua tangan Jessica.

"Ngapain kamu ganggu cewekku?!" bentak Gaffi, lalu dengan tergesa-gesa masuk ke dalam kelas dan mengibaskan tangan Dean.

"Berani ya kamu denganku?!" Dean menatap tajam mata Gaffi dan pandangan itu memancarkan aura permusuhan.

"Aku tidak takut dengan siapapun apalagi dengan orang yang telah berani mengganggu cewekku!" Gaffi sama sekali tidak gentar menghadapi Dean.

"Hahaha ... kau kata, dia masih cewekmu? Ngaca Bro, dia sampai kapan tidak akan bisa bersatu denganmu. Ada dinding besar yang menjadi penghalang antara kau dan dia. Lagipula kedua orang tuamu tidak memberikan restu, bukan?"

"Persetan dengan semuanya sampai kapanpun dia akan tetap menjadi milikku!" tegas Gaffi sementara Jessica yang melihat keduanya berdebat hanya melihat tanpa mau ikut campur.

Dia dan Gaffi saling mencintai, tetapi dia kecewa dengan penolakan orang tua Gaffi yang meminta dirinya hanya menjadi teman saja.

"Baiklah, aku tidak akan menganggu Jessica lagi tapi dengan satu syarat," ucap Dean sambil tersenyum licik.

"Apa syaratnya?"

"Kau harus menang balapan denganku!"

"Aku terima tantanganmu," ucap Gaffi dengan bersemangat.

"Waw ternyata nyalimu tinggi juga Bro," ucap Dean dengan seringai senyuman.

"Tentu saja, tapi aku juga punya syarat," ucap Gaffi. Lelaki itu tersenyum penuh arti.

"Katakan apa syaratnya?" tanya Dean.

"Jika kau kalah maka posisi ketua geng motor akan beralih padaku."

Sontak saja Dean terbelalak mendengar apa yang dikatakan oleh Gaffi.

"Cerdas juga kau, tapi anak baru mana bisa melawan kecepatan berkendaraku?" Dean begitu menyepelekan kemampuan Gaffi.

"Bagaimana, terima tidak? Kalau tidak ya, bagiku tidak masalah, berarti kau kalah sebelum bertarung dan sebagai hukumannya kau tidak boleh mendekati Jessica tanpa izinku."

"Hah percaya diri sekali dirimu Gaffi, aku terima tantanganmu," tukas Dean sambil mengulurkan tangan ke hadapan Gaffi.

Gaffi pun melakukan hal yang sama, mengulurkan tangan ke depan dan menjabat tangan Dean lalu menggerakkan ke atas dan ke bawah.

"Deal," ucap keduanya serentak.

"Oke, kau tentukan kapan dan dimana kita akan balapan!" seru Dean kemudian.

"Malam Minggu, di tempat seperti biasa," jawab Gaffi dengan ekspresi begitu tenang.

Dean mengangguk lalu keduanya sama-sama keluar dari kelas 12 IPA 5 mendengar bel tanda masuk kelas berbunyi.

"Aku harus menang," tekad Gaffi dalam hati, lalu dengan setengah berlari dia melangkah ke arah kelas 12 IPA 1.

Di dalam kelas 12 IPA 1 semua teman-temannya sudah lengkap dan duduk di bangku masing-masing. Gaffi pun melangkah ke arah bangku sendiri dan duduk tanpa perduli dengan sekitar.

Tidak menunggu lama, guru fisika datang dan menyapa mereka semua.

"Bagaimana sudah siap untuk belajar hari ini?" tanya pak guru setelah mengucapkan salam.

"Siap Pak!" seru mereka serempak.

"Bagus. Tugas tiga hari yang lalu sudah dikerjakan?"

"Sudah Pak!" jawab mereka serempak.

Leona mengacungkan tangan.

"Ya, kamu kenapa?" tanya guru Fisika.

"Saya murid baru Pak, belum masuk di sekolah ini saat bapak memberikan tugas. Jadi belum mengerjakan tugas."

"Oh murid baru ya? Oke kalau begitu saya berikan waktu setengah jam. Untuk soalnya bisa minta pada teman sebangkumu!"

"Baik Pak, terima kasih atas perhatian dan waktu yang diberikan," ucap Leona sambil tersenyum ke arah guru Fisika.

"Sama-sama," sahut guru tersebut lalu duduk di meja guru.

"Buang-buang waktu aja nih cewek, kenapa tidak sebelumnya tanya ada tugas apa nggak dan minta sama yang lain ada tugas apa saja?" Gaffi menghembuskan nafas berat lalu menyandarkan bahunya pada sandaran bangku.

"Yang lain, sambil menunggu bisa koreksi tugas kalian barangkali ada yang salah. Teliti lagi!"

"Iya Pak."

"Baik Pak."

Detik demi detik dan menit pun berlalu. Dalam ruangan tersebut tampak beberapa siswa yang saling berdiskusi karena jawaban mereka tidak sama. Diantara semua siswa hanya Gaffi yang enggan mengoreksi tugasnya karena sudah yakin benar semua.

Leona sendiri tampak berpikir keras.

"Aduh kenapa jawabannya salah ya, dia berbalik dan berkata, "Pinjam tipe x!" Tanpa persetujuan pemiliknya dia langsung mengambil benda tersebut.

"Ah, akhirnya kelar juga." Leona menghembuskan nafas lega. Dia menjadi menoleh ke belakang untuk mengembalikan benda yang dipinjamnya tadi.

"Terima kasih," ucapnya lalu terbelalak saat menyadari yang duduk di belakang dirinya adalah Gaffi.

"Enak ya ambil barang orang tanpa persetujuan pemiliknya," ucap Gaffi tersenyum miris.

Leona tersenyum kaku karena sepertinya Gaffi tidak ikhlas.

"Heh!" Gaffi tersenyum meremehkan.

"Ckk, kalau kutahu ini milikmu, lebih baik aku pinjem sama yang lain aja," keluh Leona.

"Terlambat! Semua sudah terjadi," ucap Gaffi dengan nada suara ketus.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Ir Syanda

Ir Syanda

Syaratnya sesad ya bund

2023-06-03

0

Ir Syanda

Ir Syanda

Hayo loh itu mereka lagi ngapain ...

2023-06-03

0

Pink Blossom

Pink Blossom

wkwkk gaffi,, ya mangap lh kn Leona lg buru² udh bilng pinjam juga kn🤭

2023-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!