Chapter 4

Sebenarnya aku masih heran atas kejadian ini, tapi aku tidak ingin fikiran negatif ini merasuki pikiranku. Jika di logika kenapa hari ini mas Ridwan dan Sinta sama sama tidak bisa, yang satu tidak bisa sarapan dan membawa bekal sedang yang satunya tidak bisa keluar denganku. Lalu secara bersamaan, aku bertemu mas Ridwan menghampiri meja Sinta. Aku juga melihat mas Ridwan nampak sedikit terkejut saat melihatku, terlihat dari ekspresi wajahnya. Apa mas Ridwan berbohong padaku? Sinta sendiri juga terkejut melihatku, dia juga bersama mamanya tapi yang di pesan di meja depannya adalah secangkir kopi. Apa benar Ridwan memang datang ke sini untuk menemui Sinta?

Ah, tidak tidak! Ada apa dengan dirimu ini Sari Lestari? Mengapa kamu selalu berfikir negatif pada orang orang terdekatmu? Ash! Mas Ridwan adalah suami yang baik dan nyaris sempurna, Sinta juga temanku sejak kami duduk di bangku sekolah menengah pertama tentu aku sangat tau betul tabiat Sinta yang sudah bertahun tahun menjalin persahabatan denganku.

Sesampainya memarkirkan mobil di bagasi, aku bergegas keluar dan membawa semua belanjaanku yang ku beli di mall tadi.

Ku buka pintu rumah, mataku tertuju pada seluruh penjuru rumah ini. Rumah ini cukup luas namun sepi , aku sering membayangkan jika sesaat setelah aku pulang berbelanja ada suara anak kecil datang menghampiriku dan berteriak memanggil aku dengan sebutan mama.

Dulu sebelum menikah, aku bekerja sebagai seorang manajer keuangan di salah satu perusahaan di kota ini dengan gaji yang terbilang lumayan cukup untuk menghidupi diri sendiri maupun keluarga. Tapi setelah menikah, mas Ridwan melarangku bekerja dan menyuruhku untuk fokus mengurus urusan rumah tangga saja.

Ia juga menawarkan untuk memperkerjakan asisten rumah tangga di rumah ini, tapi aku menolaknya toh setelah aku tidak bekerja tentu akan banyak waktu luang bukan? Aku juga berfikir untuk menjadi wanita yang serba bisa, jadi aku mengurus semua pekerjaan rumah ini sendirian kecuali jika ada sesuatu yang rusak perlu di perbaiki baru aku menyuruh orang untuk memperbaikinya.

Sedangkan mas Ridwan sendiri adalah seorang manajer produksi di salah satu pabrik di kota ini dengan gaji mencapai empat puluh lima juta perbulan, dia juga pria yang baik dan bertanggung jawab padaku. Aku juga sering mengirim uang ke pada orang tua mas Ridwan, sedangkan orang tuaku memang sudah lama tidak ada.

Aku juga sudah memiliki rumah sendiri jauh sebelum aku menikah dengan mas Ridwan, tapi karena mas Ridwan mengajakku untuk tinggal di rumah miliknya ini jadi aku memutuskan untuk menyuruh orang bekerja merawat rumahku agar tidak kotor dan terawat. Sesekali aku dan suamiku juga mengunjungi rumahku, untuk sekedar mampir maupun menginap semalam jika di rasa ingin ganti suasana.

Lalu Sinta adalah sahabatku dari jaman sekolah menengah pertama sampai di saat kerjapun kita tetap satu tempat yang sama, dia dulu bekerja sebagai salah satu staff di kantor tempat aku bekerja, tapi akhir akhir ini Sinta memiliki waktu luang yang banyak entah ia masih bekerja atau tidak aku tidak tau. Setiap kali ku tanya iaenjawab masih bekerja, tapi yang ku herani mengapa ia sering mengajakku keluar di saat jam jam bekerja. Kalaupun dia memang tidak bekerja juga bisa saja kan pacar Sinta memenuhi kehidupannya?

Hemm.. Entah lah!

Setelah berganti pakaian dan menghapus make up, langkah kakiku menuju ke ruang keluarga.

Ku rebahkan tubuhku di sofa panjang ruang keluarga, ku nyalakan televisi namun tak ku lihat hanya ku dengar suara upin ipin yang sedang bermain di sana.

Pekerjaan rumah selesai, hanya tinggal santai saja memunggu suami pulang bekerja.

Tok Tok Tok Tok!

Baru saja mataku tertutup karena hawa kantuk yang menyelimuti diriku, tapi tiba tiba aku mendengar suara pintu rumahku terketuk. Aku langsung menoleh ke arah jam dinding di atas televisi, ku lihat jam masih menunjukan pukul 14.49.

Apa iya, mas Ridwan sudah pulang ke rumah setelah pulang dari mall?

Tok Tok Tok Tok!

Suara ketukan itu terdengar lagi.

Aku segera bangkit dari sofa empuk berwarna abu abu ini, berjalan menuju area ruang tamu untuk membuka pintu rumah.

Ceklek!

Suara pintu terbuka, mataku yang sedikit kantuk nampak kaget setelah melihat ibu dan ayah mertuaku berdiri di depan pintu dengan berbagai macam bingkisan yang beliau tenteng.

"Ya Allah, ayah ibu. Silahkan masuk!" ucapku meraih tangan mereka untuk ku cium punggung tangan kanannya.

"Assalamu'alaikum nak." ucap ayah mertuaku saat masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikun salam yah, masuk yah masuk. Mari bu!" ucapku menggandeng ibu mertuaku masuk ke dalam rumah.

"Iya sayang, kamu di rumah sendirian ya?" tanya ibu mas Ridwan.

"Iya bu, mas Ridwan kan lagi kerja." jawabku tersenyum menatap ibu mertuaku.

Perlu kalian ketahui, ibu dan ayah mertuaku adalah orang orang baik terhadap menantunya. Mereka bahkan sudah menganggapku seperti putrinya sendiri, itulah sebabnya aku juga menyayangi mereka berdua seperti menyayangi kedua orang tuaku. Aku bersyukur sekali karena kedua mertuaku ini sangat baik, tidak seperti mertua mertua yang ada di sebuah film maupun sinetron sinetron indonesia yang sangat kejam kepada menantunya. Beliau juga tidak pernah mempermasalahkan tentang cucu, malah sering kali mereka menasehatiku jika seorang anak adalah titipan dari yang di atas dan mungkin Tuhan masih belum menitipkannya pada rahimku jadi mereka menyuruhku untuk tetap bersabar.

"Oh, ya sudah. Ibu dan ayah berencana untuk menginap beberapa hari di sini, ibu juga sangat merindukan kamu Sar. Boleh kan?" ucap ibu mertuaku.

"Tentu boleh bu, rumah ini juga rumah ibu dan ayah. Ibu tidak perlu sungkan untuk menginap di sini!" ucapku mengelus pundak ibu.

Aku bergegas menuju dapur, menyalakan kompor untuk memasak air panas. Ku buka kulkas, ku keluarkan semangka dan beberapa buah buahan lain yang ada di dalam kulkas lalu ku potong semangka agar lebih enak untuk memakannya. Ku raih juga roti b*y yang sudah aku beli di mall tadi, ku siapkan semuanya di nampan lalu membawanya ke ruang keluarga.

"Ini bu, silahkan di nikmati. Minumnya masih Sari buatkan sebentar ya bu." ucapku pada ibu yang terlihat lelah di wajahnya yang sudah menginjak usia senja.

"Udah Sar, ndak usah repot repot. Ibu sama ayah bisa ambil sendiri nanti kalo mau." jawab ayah mertuaku.

"Iya Sar, bener." timpal ibu juga.

"Eh, nggak repot sama sekali kok bu. Ibu sama ayah kan baru dateng jadi Sari harus ngleyanin." jawabku sembari tersenyum.

"Oh iya bu, hari ini Sari masak opor ayam kampung. Tapi masih utuh hanya Sari ambil sepotong untuk sarapan tadi pagi, ibu dan ayah makan dulu ya sebelum istirahat?" ucapku lagi saat hendak ke dapur.

"Kok masih utuh kenapa Sar? Apa Ridwan tidak pernah makan di rumah?" tanya ibu sepontan membetulkan duduknya.

"Makan di rumah kok bu, tapi tadi kebetulan mas Ridwan ada jadwal meeting dadakan pagi pagi. Jadi tidak sempat sarapan dan bawa bekal, makanya masih utuh." jawabku jujur.

"Ya Allah, Sar Sar. Pagi itu kalo capek gak usah masak dulu, beli aja lebih praktis. Ibu sendiri juga tau gimana kecewanya udah masak dari pagi dan nyiapin semuanya sendiri tapi gak di makan sama sekali." ucap ibu terdengar seperti menyindir ayah mertuaku yang sedang duduk di sampingnya.

Aku hanya tersenyum menatap ibu.

"Ya bukannya ndak mau makan masakan ibu to bu, wong lagi buru buru kerja atau keluar i yo gimana lagi." ucap ayah mas Ridwan tersengar membela diri.

"Halah, laki laki itu emang pandai cari cari alesan!" sahut ibu melempar bantal sofal.

Aku tertawa renyah melihat kehangatan keluarga mas Ridwan.

Terpopuler

Comments

Nurasiah Marpaung

Nurasiah Marpaung

kasihan kamu dibohongi suamimu

2023-05-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!