Chapter 3

Hari ini mod ku benar benar tidak baik, bukan hanya karena Sinta yang gagal mengajakku datang ke sini tapi juga mas Ridwan yang tidak mau menemaniku besok.

Bug!

"Ah, sudah lah!" ucapku sembari menutup pintu mobilku.

Aku berjalan memasuki bangunan yang full dengan ac ini.

Nyess!!

Langsung terasa dingin saat menginjak masuk ke dalam mall setelah berjalan dari arah parkiran yang panas dan terasa ungkep.

Tujuan utamaku menuju lantai 2, di area lantai dua terdapat barang barang rumah tangga seperti kompor, panci, presto, belender, sendok piring, gelas dan lain lain.

Sebenarnya semalam aku kefikiran untuk mencari kado bad cover, tapi karena Sinta tak jadi menemaniku jadi aku beralih menuju rak set cangkir keramik yang di lengkapi dengan sebuah teko.

Di bagian ujung, mataku tiba tiba tertuju pada sebuah set kopi. Ku lihat ada sebuah set cangkir kopi berwarna putih dengan kombinasi berwarna emas di area gagangnya dan area pinggirnya yang membuat cangkir maupun teko tampak mewah dengan isian satu buah teko berukuran sedang, 4 cangkir kopi, dan 4 tatakan cangkir yang terbuat dari keramik semua.

"Bagus." gumanku sembari melihat teko yang ku pegang.

Tanpa berfikir panjang lagi, aku segera memanggil seorang mbak mbak pramuniaga yang sedang berdiri tak jauh dari tempatku.

"Mbak!" ucapnya sembari mengangkat tanganku.

Wanita cantik berbalut seragam berwarna orange itu mendekat ke arah ku.

"Iya kak, ada yang bisa saya bantu?" ucapnya tersenyum ramah ke arah ku.

"Iya mbak, tolong bungkus yang ini ya." jawabku menunjuk teko yang tadi telah ku lihat.

"Oh, baik kak. Apa ada yang lain lagi?" tanyanya masih dengan ekspresi yang sama.

"Udah itu aja mbak, tapi sekalian minta tolong di bungkusin buat kado bisa kan?" tanyaku.

"Bisa kok kak, saya bawa ke kasir dulu ya kak." jawabnya.

Akupun mengangguk, lalu mengikuti langkahnya dari belakang.

"Barangnya satu set teko keramik ya kak?" tanya seorang kasir yang baru saja melihat teko milikku.

"Iya mbak." jawabku.

"Apa ada tambahan barang yang lainnya kak?" tanyanya lagi.

"Enggak mbak, tapi di bungkus buat kado ya mbak." jawabku.

"Baik kak, set teko dengan harga empat ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah di tambah kertas kado plus biaya bungkusnya lima ribu rupiah ya kak, totalnya lima ratus empat ribu rupiah. Mau di bayar cas atau debit kak?" ucap kasir teraebut.

"Debit aja mbak." jawabku sembari membuka dompet untuk mengeluarkan kartu atm ku.

Tak berselang lama, pesananku sudah selesai. Ku tenteng sebuah paper bag berwarna hijau tua itu di tangan kanan ku, sedangkan di tangan kiriku bertengger sebuah tas jinjing berwarna maroon.

Tujuanku selanjutnya ke lantai empat, di sana terdapat roti favoritku yang biasa aku beli saat sedang jalan bersama Sinta ataupun bersama mas Ridwan.

Roti B*y, Ya.. Aku akan pergi ke sana untuk membeli beberapa biji.

Ku lihat tempat ini tampak ramai pemgunjung yang sedang menikamati sepotong roti dan secangkir kopi maupun teh.

Setelah selesai mendapatkan sekotak roti, rencanaku akan langsung kembali ke rumah. Tapi tiba tiba aku melihat Sinta yang sedang duduk di sebuah kursi salah satu restoran cepat saji yang ada di depanku, aku segera menghampiri Sinta yang sedang duduk sendirian tapi di atas meja terdapat segelas lemon tea dan segelas kopi juga beberapa makanan cepat saji lainnya.

"Sin, kamu ke sini juga?" tanyaku menepuk pundak Sinta.

Dia tersentak saat mendengarku, wajahnya terlihat kaget mengetahui keberadaanku di sini.

"Eh, Sari. Kok kamu di sini?" ucapnya sembari menaruh ponselnya di atas meja.

"Iya, kan aku udah bilang mau cari kado buat besok. Kamu sendiri kok ada di sini? Katamu mau jemput mama kamu di bandara?" tanyaku mentap Sinta yang matanya terlihat sedang mencari seseorang.

"Iya Sar, aku emang jemput mama di bandara tapi udah tadi pagi." jawabnya.

"Oh, tau gitu aku bareng kamu aja kalo ke sini jam segini mah. Emang kamu ke sini sama siapa?" ucapku mentap Sinta yang penasaran dengan ekspresi wajahnya.

"Hah? E, sama mama aku. Tapi kagi ke kamar mandi orangnya." jawab Sinta gugup tapi masih bisa tersenyum.

"Mama kamu minum kopi?" tanyaku penasaran, bagaimana mungkin mamanya yang sudah berumur malah memesan secangkir kopi.

"Oh iya, emang mama aku suka kopi kok." Sinta tersenyum menatapku.

"Sin." Tiba tiba suara mas Ridwan muncul dari belakangku, tapi memanggil nama Sinta.

"Eh, mas Ridwan.. Oh, jadi kamu di anter sama suami kamu ya Sar?" tanya Sinta menatapku.

Aku menoleh menatap mas Ridwan, benar saja yang ada di sampingku sekarang memang mas Ridwan. Bagaimana mungkin suamiku ada di sini, sedangkan ini sudah masuk jamnya bekerja.

"Loh, mas? Kamu kok ada di sini sih? Bukannya kamu lagi sibuk kerja?" tanyaku.

Ku kihat ekspresi wajah mas Ridwan tampak bingung dan juga terkejut, tapi dia berusaha menetralkan wajahnya kembali.

"Iya sayang, mas emang sengaja ikutin kamu ke sini. Mas penasaran kamu ke mall sendirian mau ketemu siapa, ternyata ketemu sama Sinta." jelas mas Ridwan cepat.

Untung lah jawaban mas Ridwan masuk akal, aku sudah hampir berfikir negatif jika Sinta dan mas Ridwan sedang janjian bersama di sini.

Ah, aku benci fikiran negatif yang selalu tiba tiba masuk ke dalam fikiranku ini!

Padahal kan memang mas Ridwan sengaja mengikuti aku ke sini, mungkin takut istrinya bertemu laki laki lain. Tentu saja mas Ridwan akan menyapa Sinta jika bertemu dengannya, Sinta kan sahabatku dan mas Ridwan sangat tau betul kedekatan kami juga Sinta sering datang ke rumahku jadi wajar saja jika mereka terlihat akrab.

"Oalah mas mas, kamu ngapain juga ngikutin aku sampek ke sini. Nggak percaya banget emang sama aku?" tanyaku mentap suamiku itu.

"Ya bukan kaya gitu sayang, habisnya tadi kamu ke kantor cuman bawain bekel doang kan gak turun dari mobil ya siapa juga yang gak curiga." jawab mas Ridwan.

"Ha ha ha ha ha.. Ada ada aja sih kamu mas, aku ke sini itu sendirian. Sinta juga lagi sama mamanya kok, kebetulan aku ketemu di sini makanya aku samperin tapi ini mau langsung pulang kok aku." ucapku.

Tak sengaja aku menoleh menatap Sinta, ekspresi wajahnya berubah sedikit cemberut.

"Oh, jadi gitu. Ya udah kalo gitu kamu cepetan pukang gih. Mas mau balik lagi ke kantor sekarang." jawab mas Ridwan.

"Ya udah mas, ayo ke parkiran bareng." ucapku menarik tangan mas Ridwan.

"Kamu duluan aja sayang, mas mau beli minuman benatar. Haus banget, bentar lagi juga ada meeting soalnya biar agak fresh." ucap mas Ridwan.

Aku mengerutkan alisku saat mas Ridwan melepas genggaman tanganku.

"Oh gitu, ya udah deh mas. Aku pulang dulu sekarang." jawabku.

"Iya Sar, hati hati di jalan. Aku juga pamit ya Sin, maaf lo sudah salah faham sama kamu. Ku kira tadi Sari bertemu siapa di sini." ucap mas Ridwan kemudian berlalu pergi, Sinta hanya mengangguk.

"Aku pulang dulu ya Sin, titip salam buat mama kamu ya!" ucapku menepuk pundak Sinta.

"Iya Sar, hati hati ya. Jangan ngebut!" ucap Sinta.

"Siap bos!" ucapku lalu menoleh ke arah suamiku tadi berjalan, tapi jejak mas Ridwan sudah hilang.

Tanpa berfikir panjang lagi, aku segera berjalan pulang menuju ke tempat parkir.

Terpopuler

Comments

Lisda Nuryanti

Lisda Nuryanti

dah pasti lq nya selingkuh sama sahabatnya

2025-02-27

0

Sukliang

Sukliang

tolol
suami mu aja panggil nama sin
dan tu kopi
masih lum curiga?

2023-06-14

0

Nurasiah Marpaung

Nurasiah Marpaung

suamimu selingkuh sama sahabatmu

2023-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!