Perjalanan

Saka terus saja bertanya di perjalanan. Kenapa kabel itu panjang sekali? Kenapa nenek-nenek itu membawa tongkat? Kenapa burung-burung itu bergerombol? Kenapa harus berhenti saat lampu merah? Semua pertanyaan dijawab oleh Allan dengan tenang sembari menyetir.

“Papa aku ingin duduk di depan!" ucap Saka memunculkan kepalanya ke samping jok Allan dari belakang.

"Depan buat Tante Sarah, mainkan saja mainanmu di belakang, yah!" jawab Allan.

Saka mengambil mainan plastik berbentuk pesawat terbang dan memainkannya seolah-olah terbang di tangannya. Allan masih memikirkan bagaimana agar anaknya tidak berbicara tentang Sarah pada Rianti seusai perjalanan ini. Terbesit dalam benaknya untuk menitipkan Saka pada Tommy, tapi itu tidak mungkin. Jika harus menuju Danau tempat Ia dan Tommy akan memancing terlebih dulu maka akan memakan banyak waktu untuk menuju Pantai Cavanna.

Ia meminggirkan mobilnya ke bahu jalan. Tak jauh dari tempatnya berhenti ia bisa melihat rumah Tuan Smith yang sangat megah di jalan Mawar nomor 15. Dengan cepat Allan mengetik pesan pada Sarah untuk segera keluar. Tak lama kemudian, sosok wanita berpakaian putih keluar dari gerbang dan menuju mobil Allan.

Damian tampak gugup menyaksikan Sarah berjalan ke arah mobilnya. Matanya tak pernah berbohong, Sarah sungguh cantik luar biasa. Dia jauh lebih cantik dari tujuh tahun yang lalu. Rambutnya yang panjang bergelombang tergerak oleh angin, pakaian putihnya senada dengar warna kulit dan sepatunya yang juga putih. Mata Allan terus mengikuti langkah Sarah sampai gadis itu membuka pintu depan mobilnya.

"Apa aku membuatmu menunggu?" tanya Sarah segera duduk.

"Apa ini Tante Sarah?" tanya Saka seketika.

Sarah kaget dan segera menengok ke belakang, dilihatnya seorang bocah lelaki tembem yang menggemaskan membuat Sarah langsung memandang Allan. "Kau membawa anakmu?" tanya Sarah masih terlihat bingung.

Alln kesulitan untuk menerangkan apa yang sebenarnya terjadi, ia hanya mengangguk dan mengatakan bahwa anaknya tidak mau ditinggal olehnya. Sarah mengerti hanya saja ia terlihat tidak begitu

senang, namun saat memandang kembali Saka segera dilontarkannya senyum hangat pada anak empat tahun itu.

“Iya, ini Tante Sarah! Nama kamu siapa anak manis?" tanya Sarah mencoba membaur dengan Saka.

“Saka! Aku bukan anak manis! Aku pilot!" Saka segera bermain kembali dengan pesawat plastiknya.

Allan segera mengemudikan mobilnya tanpa kata-kata tambahan, tapi Sarah segara menyuruhnya berhenti. Seperti anjing pada tuannya, Allan langsung menuruti kata-kata Sarah. Rupanya Sarah ingin mundur ke jok belakang bersama Saka, dilihatnya anak lelaki itu sendirian membuatnya tak tega. Ucapan Sarah entah mengapa sangat menusuk bagi Allan, seakan-akan Allan mengenyampingkan keberadaan anak semata wayangnya tersebut.

Saka tidak merasa Sarah adalah ancaman baginya, sebaliknya anak itu malah mengambil kotak mainannya dan menunjukkannya pada Sarah. Allan dengan segera kembali menyetir setelah Alena menutup kembali pintu jok belakang. Setidaknya Allan punya tameng kecil yang akan membantunya melangkah, dengan membawa Saka setidaknya ia akan lebih berpikir sebelum benar-benar memporak-poranda rumah tangganya.

Sarah menyukai Saka dengan begitu cepat, anak itu memang sangat menggemaskan, bahkan mungkin tidak ada orang yang membencinya kecuali orang yang tidak menyukai nama Saka karena kesamaan panggilan dengan orang lain yang menyebalkan. Gadis cantik itu tak henti-hentinya memadu tawa dengan Sama, anak manis yang ingin menjadi pikot itu. Sedangkan Allan sesekali tersenyum melirik dari cermin di atasnya.

“Aku akan hanculkan dunia!" ucap Saka memegang mainan berbentuk monster dan menyerangkannya ke arah Sarah.

Sarah menghindar dan meminta tolong dengan nada centil, "tolong aku! Sakaman datanglah!"

"Sakaman siap membantu!” ucap Saka yang dengan gaya bocahnya membanting boneka monsternya dan kemudian ia injak-injak.

"Terima kasih, Sakaman!" ucap Sarah masih dengan nada centil yang kekanak-kanakan.

"Aku tidak menelima ucapan telima kasih, aku mau pelukan!" ucap Saka dengan sombong.

Tanpa ragu Sarah segera memeluk Saka mencium pipi tembem anak itu dan menggelitikinya. Saka merintih minta dilepaskan dengan tertawa. Sarah menghentikan gelitikannya dan kemudian menyuruh Saka duduk di pangkuannya.

Allan masih fokus menyetir walau dalam pikirannya ia memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi, bahkan dengan tololnya ia berharap menjadi Saka yang bisa mendapat pelukan dan ciuman dari Sarah yang menurutnya sekarang adalah wanita paling cantik di muka bumi. Sungguh Allan ingin sekali memiliki gadis itu sampai pikirannya tak karuan.

“Anak ini tertidur, mungkin dia kelelahan!" ucap Sarah yang mendapati Saka sudah menutup mata di pangkuannya.

"Kita akan segera sampai, mungkin setengah jam lagi," ucap Allan memerhatikan jam tangannya.

"Kita langsung mencari restoran, Saka pasti lapar setelah bangun nanti." Sarah mengusulkan.

“Apa kau menyukai dia, Sarah?" Tanya Allan.

"Anak ini? Tentu saja, sepertinya aku ingin sekali membawanya pulang agar dia tinggal bersamaku." Jawab Sarah yang sepertiny benar-benar menyukai anak lelaki di pangkuannya itu.

"Sesungguhnya, Rianti sering memarahinya, dia anak yang nakal! Hanya saja dia memang benar-benar anakku, dia sepertiku!” ucap Allan melirik ke belakang memerhatikan Saka yang tertidur dengan bibir setengah terbuka.

"Bukannya aku tidak yakin, tapi aku malah merasa dia bukan anakmu. Anak ini tidak menyebalkan seperti ayahnya waktu kecil!" Ucap Sarah menyindir dengan sedikit tawa.

“Wah, mulai lagi kau ini! Lihatlah wajah anak itu, ganteng seperti Papanya, bukan?"

"Kau sudah tak seganteng dulu, Lan! Lihatlah dirimu yang sudah menua!" Sarah menggeleng dengan senyum menahan ketawa.

Betapa tololnya Allan, ia memercayai perkataan Sarah. Ia mengecek wajahnya dari cermin di atasnya. Tentu saja dia masih merasa ganteng, dengan mata tajam, hidung mancung, kumis tipis dan bekas jambang yang habis dicukur serta tatanan rambut bergelombangnya yang masih cukup memukau menurutnya.

“Aku masih muda, aku belum kepala tiga!” ucap Allan yang mendapatkan kembali rasa percaya dirinya.

"Tentu saja kau belum kepala tiga, tapi wajahmu sudah seperti kepala empat!" Sarah menyindir lagi dengan bangga.

Allan tak percaya lagi. "Sungguh ini tidak adil, aku sama sekali tidak bisa menyindir wajahmu yang seperti boneka manekin itu." Ucap Allan menggeleng.

“Hey, kau sedang memuji atau baru saja mengataiku bermuka manekin?” Sahut Sarah.

"Tentu saja aku sedang mengataimu, kau tahu ‘kan betapa menakutkannya boneka manekin kalau-kalau matanya sudah copot dan wajahnya mulai retak-retak." Kata Allan menakut-nakuti gadis itu.

"Kau membuatku takut, Lan! Aku membayangkan yang bukan-bukan!" Ucap Sarah agak keras.

“Benarkan? Kau masih seperti dulu, penakut!” Ucap Allan tertawa.

"Kau juga sama, masih saja menyebalkan!” Sarah kesal. Keduanya kemudian terdiam, tentu saja mereka berdua ingin tertawa, tetapi ditahannya.

"Aku mendengar seorang gadis bernyanyi saat pesta, suaranya bagus sekali! Andai saja gadis itu mau bernyanyi lagi di saat aku mulai letih menyetir, itu akan sangat menyenangkan!" Ujar Allan meminta Sarah bernyanyi secara tidak langsung.

"Sepertinya ada pria yang terlalu malas menghidupkan radionya, sang gadis pun harus bernyanyi untuknya,” ucap Sarah masih saja menyindir.

Allan meringis menyembunyikan rasa senangnya. Sarah memulai lagunya, dan Allan terhentak. Lagu itu benar-benar dinyanyikan oleh gadis itu. Lagu yang dinyanyikannya dengan instumen gitar untuk seorang gadis di tepi pantai. Sarah masih ingat waktu itu, Allan menyanyikan lagu ini untuknya. Satu memori penting antara mereka berdua terbuka, bahkan sebelum mereka sampai di pantai Cavanna. Tempat bersejarah bagi kedua insan yang belum sanggup berpindah dari masa lalu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!