Rianti mengamati suaminya yang sejak tadi tersenyum sendiri. Allan yang memakai kaus putih polos dan celana pendek itu membaca koran ditemani kopi di atas meja kayu dekat kursinya. Wanita itu merasa ada yang beda dalam gerak-gerik suaminya. Biasanya Allan akan sangat serius jika membaca koran. Rianti menarik kesimpulan bahwa ada isi berita yang tampak lucu bagi suaminya.
Setelah dirasa cukup mengamati suaminya, Rianti beralih ke dapur. Ia akan membuatkan sarapan untuk suaminya sebelum Saka terbangun. Karena pengasuh anaknya izin untuk cuti selama seminggu, Rianti harus mengurus Saka sendiri. Pekerjaan sebagai istri sekaligus ibu memanglah impiannya dari dulu. Ia sangat menyanyangi anak dan suaminya. Kehidupannya sudah sangat sempurna.
Damian segera datang ke meja makan setelah panggilan manis isterinya menggema. Dilihatnya masakan ringan roti bakar isi telur dan susu putih di sampingnya. Rianti sebagai istri yang baik duduk di depan suaminya dengan pandangan tertuju pada wajah lapar itu.
"Bagaimana pesta semalam?" tanya Rianti.
“Sebelumnya aku minta maaf karena pulang terlalu malam, aku sampai tak mencium keningmu dan Saka sebelum tidur," ucap Allan dengan pandangan lurus pada istrinya sementara tangannya sudah memegang roti bakarnya.
"Tak perlu minta maaf, kau pantas untuk bersenang-senang! Lagi pula tadi malam kau juga lelah. Aku akan selalu senang jika suamiku senang," kata Rianti memangku dagunya dengan tangan kanannya.
"Pesta kemarin memang cukup menyenangkan," jawab Allan singkat segera menyantap sarapannya.
Rianti tak bertanya lagi. Ia langsung berdiri dan mengatakan pada suaminya bahwa ia akan menyiapkan pakaian untuk suaminya berangkat ke kantor. Allan hanya mengiyakan dan melanjutkan sarapannya. la sebenarnya gugup jikalau istrinya menanyakan banyak hal mengenai pesta tadi malam. Ia tahu Rianti adalah wanita yang cerdas, dia tak mudah dibohongi.
Si kecil Saka sudah terbangun dari tempat tidurnya, ia merengek memanggil ibunya. Rianti tentu saja segera datang setelah semua pakaian suaminya tertata rapi di atas ranjang siap untuk digunakan. Rianti bergerak ke kamar sebelah, di mana bocah empat tahun itu sudah duduk di atas ranjang dengan sprai bergambar kumpulan robot kecil yang tersebar.
"Mama!" teriak bocah berwajah imut dengan pipi tembem itu melihat ibunya.
Rianti segera mengusap rambut anaknya berkali-kali. "Apa kau mimpi buruk, sayang?” tanya Rianti.
Saka menggeleng dan baru kemudian ia menurunkan pandangannya ke bawah. Rianti segera tahu saat melihat selimut yang basah. Anak lelakinya ngompol. Wajah Rianti berubah dengan cepat, memerah.
“Mama sudah bilang berapa kali padamu? Jangan ngompol lagi!" ucap Rianti dengan pandangan mengancam.
Saka menggeleng. "Ini bukan! Ini bukan!" ucapnya mengeras sembari tak henti-hentinya menggeleng.
Rianti dengan cepat mengangkat kedua tangannya dan mearuhnya ke samping kepala Saka agar ia berhenti menggeleng. Dilihatnya wajah putranya sudah tampak pucat ketakutkan. Rianti memandang wajah putranya, menatapnya dengan lembut. Bagaimanapun juga itu hal yg tidak disengaja.
“Jangan berbohong, Mama tidak suka Saka berbohong! Lain kali Saka tak boleh ngompol lagi yaa. Sekarang sikat gigi lalu ganti baju!” ucap Rianti yang akhirnya mencium kening anaknya itu.
Saka pun segera turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Anak itu cukup pintar untuk melepaskan pakaian sendiri dan menyikat giginya. Rianti memandang apa yang ada di depannya, kekotoran yang ditinggalkan anaknya. Sungguh tidak ada pengasuh di rumah ini membuatnya tidak bisa bersantai lagi.
Rianti dan Saka berdiri di depan rumah, melambai pada Allan yang menaiki mobil hitam yang tampak ramping dan mengkilat miliknya. Ia melambai pada anak dan istrinya dan kemudian melajukan mobilnya keluar jalan perumahan.
Allan sampai di kantor tepat waktu dan segera menuju ruangannya. Tidak lama ini dia sudah diangkat menjadi supervisor bagian marketing yang mengharuskannya
membawahi beberapa koordinator. Di ruangannya memang koordinator yang menjadi bawahannya dan mereka tentu saja mengucapkan salam pada atasannya itu.
"Pak, ada beberapa dokumen yang perlu ditandatangani!" ucap seorang wanita yang mejanya berada di dekat Allan.
"Taruh saja di mejaku, Clarrie!" ucap Damian pada sekretarisnya itu.
Pekerjaan berlangsung seperti biasa, untung saja hari ini Allan tidak harus keluar kantor untuk keperluan pekerjaannya. Itu sangat tidak menyenangkan di saat seperti ini. Dia mengenyampingkan pekerjaannya
dan membuka browser di komputernya, dia mencari nama Sarah di situs pencarian. Ada banyak yang bernama Sarah Aletta. Ia mengecek satu persatu hasil pencarian. Tautan akan membawa Allan ke sosial media atau situs lain, namun dia tidak berhasil menemukan apa yang dia cari.
Sesungguhnya bertemu Sarah tadi malam adalah suatu anugerah baginya. Ia tidak pernah berhasil menemukan Sarah di mana saja. Ia kembali teringat akan kejadian masa lalu yang mengharuskannya meninggalkan Sarah. Gambar-gambar di otaknya secara beruntun menampilkan wajah gadis enam belas tahun yang tersenyum menahan tangis. Sungguh kata maaf Allan tadi malam tidak akan pernah sepadan dengan perlakuannya di masa lalu.
Ia berlalih dari layar komputer, memandang tanpa fokus pasti ke depan. Dilihatnya dari balik jendela ruangannya seorang wanita berjalan ke arah keluar. Allan langsung mengenali wanita itu walau hanya terlihat dari samping. Segera ia bangkit dan keluar ruangannya meninggalkan wajah-wajah bingung anak buahnya yang sedari tadi cukup bisa memerhatikan tingkah Allan.
Wanita yang bisa memancingnya keluar tentu saja Sarah, namun kenapa dia terlihat di kantor? Itu yang menjadi pertanyaan Allan. Jika ia ke sini bertemu pamannya, namun untuk apa? Bukannya sekarang Sarah sedang tinggal di rumah pamannya akan jadi aneh jika Sarah juga menemui pamannya di sini. Kemudian segala spekulasi muncul di otak Allan. Pikiran pria memang dipenuhi logika, tapi tetap saja logika pria akan hilang saat menggilai seorang wanita.
Ia masih berjalan mengikuti Sarah. Sengaja ia tidak memanggil gadis itu. Pria beristri ini ingin muncul dengan sedikit kejutan. Ia berhati-hati agar Sarah tak sampai melihatnya. Saat Sarah memasuki lift, dengan cepat Allan menuju tangga. Sudah pasti Sarah akan keluar gedung dan Allan dengan cepatnya menuruni barusan anak tangga agar sampai di bawah hanya terpaut sebentar dari gadis yang diikutinya.
Allan muncul tepat waktu dan segera bisa mengikuti Sarah lagi. Langkah sepatu hak tinggi gadis yang diikutinya menghentak paving jalan. Sarah yang memakai atasan merah itu menuju arah jalanan. Allan tidak menyangka Sarah tidak membawa kendaraan sendiri ke sini. Mengamati Sarah tengah berdiri di pinggir jalan, Allan mengambil kesimpulan bahwa Sarah akan menaiki taksi.
Allan hampir menyerah untuk mengikuti Sarah, ia kira Sarah akan mampir ke tempat makan di depan kantor atau membawa kendaraan sendiri dan kemudian ia ikuti. Keringatnya menetes karena ia cukup lama berpikirdi bawah terik mentari. Akhirnya ia memutuskan
untuk mengambil mobilnya, keluar lewat belakang dan menunggu Sarah mendapatkan taksi di dekat tikungan. Satu yang ia harapkan jangan sampai Sarah mendapatkan taksi terlebih dulu sebelum ia bisa menyaksikannya sendiri.
Allan bukan orang yang mudah menyerah akan keingintahuannya. Dia memandangi Sarah dari kejauhan dengan sesekali menata rambutnya bermodalkan jari tangan dan spion mobilnya. Saat Sarah mendapatkan taksi dengan segera Allan memutar kemudi dan menekan gas untuk mengikuti sang gadis.
Diingat-ingatnya plat nomor taksi itu, jangan sampai ia kehilangannya. Allan sesekali melihat jam, ditargetkannya jam dua sudah harus kembali ke kantor. Sekarang sudah hampir jam dua belas. Allan masih mengikuti taksi itu melewati beberapa lampu merah yang cukup membuang waktunya,
Sampai akhirnya taksi itu berhenti di depan sebuah hotel. Allan segera meminggirkan mobilnya ke bahu jalan dengan jarak sekitar dua puluh meter dari taksi yang berhenti itu. Seorang wanita keluar dari taksi, Damian terhenyak saat ia memandang lebih jelas wanita itu bukanlah Sarah. Wanita itu bukan gadis 24 tahun melainkan lebih tua, namun anehnya pakainnya samadengan gadis yang ia ikuti barusan, atasan Merah Maroon.
Ia segera sadar bahwa ia terlalu banyak memikirkan Sarah hingga orang lain pun akan tampak seperti cinta pertamanya itu. Dia benar-benar merasa mulai tidak waras karena Sarah. Dengan mengumpat cukup keras, Allan akhirnya memutuskan kembali ke kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments