Anak Setan!

"Kak!"

Aku mendengar suara langkah kaki mendekat.

"Mmmm…" suara langkah itu berhenti beberapa langkah dari tempatku.

Aku menoleh dan mendapati teman Rere membeku di samping bangku di mana aku duduk membungkuk dengan kedua siku tangan bertopang pada lutut, membenamkan wajahku di antara kedua telapak tanganku. Meratapi nasibku!

Pemuda itu memandangiku dengan ragu-ragu, kemudian mengulurkan satu cup kopi ke arahku.

Aku mengerutkan keningku dan mengawasinya dengan mata terpicing.

"Ini…" teman Rere memalingkan wajahnya sedikit ke arah teras kedai kopinya dan kembali menoleh padaku sambil mengulum senyumnya. "Titipan dari customer," katanya. Lalu menumpangkan selembar uang pecahan lima puluh ribu di atas cup kopi tadi.

Aku mengerjap dan menelan ludah. Customer? pikirku.

Jangan-jangan…

Entah kenapa imajinasiku langsung tertuju pada pria tampan mirip aktor Korea di mobil mewah yang hampir menabrakku tadi.

Dugaan itu membuat perasaanku sedikit lebih baik.

Di masa-masa tersulit dalam hidupku yang… jomblo dan mengenaskan, sungguh mengasyikkan membayangkan si pengirim mungkin seorang pria kaya yang tidak kukenal yang menaruh perhatian padaku.

Aku mengulurkan tanganku dengan ragu-ragu.

Tapi teman Rere kembali mengangguk dan tersenyum lagi. Mencoba meyakinkanku.

Aku mendesah berat dan balas tersenyum, kemudian menerima cup kopi itu berikut uangnya. "Thanks," kataku setengah berbisik.

"Jangan kapok ya, Kak! Ngamen di tempat kita," kata teman Rere menyemangati.

Aku terkekeh tipis menanggapinya sambil beringsut untuk menyelipkan uang itu ke dalam saku celana. "Gua gak bakal kapok kalo kedainya rame terus," kataku, mencoba bersikap ceria.

Teman Rere tersenyum lebar, "Kalo gitu doain kedai kita rame terus."

Aku terkekeh lagi, "Doain?" gumamku bernada pahit. Aku bahkan tak pernah berdoa untuk diri sendiri, kataku dalam hati. Terakhir kali aku berdoa, Tuhan menelantarkanku di tempat ini.

Selebihnya, aku pergi ke gereja hanya demi makanan.

"Gua tinggal ya, Kak!" pemuda itu berpamitan dengan terburu-buru.

"Tolong sampein makasih sama customer yang ngasih ini!" pintaku sambil mengacungkan cup kopi yang diberikannya.

Pemuda itu mengacungkan ibu jarinya sambil tersenyum lebar. Lalu menghilang di kelokan.

Bersamaan dengan itu, pria tampan mirip aktor Korea itu keluar dari kedai mereka dan melirikku.

Aku mengerjap dan terperangah, tak bisa mengalihkan pandangan dari wajahnya.

Pria itu mengangguk tipis dan tersenyum samar.

Aku balas tersenyum tanpa bisa menutupi kekagumanku. Mengamati punggungnya ketika ia berjalan menuju mobilnya yang diparkir di seberang jalan, lalu menghilang.

Kehampaan menyergapku yang kini membeku menatap udara kosong.

Aku tertunduk menatap cup kopi di tanganku dan tersenyum sendu. Membayangkan pria tadi menitipkannya pada teman Rere.

Apa iya dia, ya? pikirku. Lalu menggeleng untuk mengenyahkan angan-anganku yang terlalu tinggi. Meskipun benar, belum tentu artinya dia menyukaiku, kan?

Aku mendesah pendek dan mulai menyesap kopi itu, mencoba menikmatinya saja. Mengawasi kesibukan semua orang di ujung gang sambil melamun.

Para pengamen lain berseliweran di depan gang itu, lebih banyak dari biasanya. Sebagian berkelompok, sebagian berdua-dua, sebagian lagi sendiri-sendiri.

Dalam lima menit, satu lapak pedagang sudah dimasuki tiga-empat pengamen.

Aku mendesah berat dan melemas di tempat dudukku. Tidak ada celah! pikirku putus asa.

Tampaknya lima puluh ribu pertama tadi akan menjadi satu-satunya penghasilanku hari ini.

Pusat kuliner itu hanya ramai sebentar pada malam-malam weekend. Semua tempat akan dipadati banyak orang.

Aku tak bisa bergerak dalam kerumunan yang terlalu padat, di mana pengamen lain lebih bersemangat menuai pundi-pundi rupiah. Tak peduli sudah berapa banyak pengamen keluar-masuk, rata-rata mereka tidak khawatir para pengunjung merasa terganggu dan bersungut-sungut.

Aku tak bisa seperti itu!

Aku selalu mencoba menempatkan diriku sebagai pengunjung, sampai memperhitungkan: sekiranya sekali makan pengunjung menghabiskan sepuluh ribu rupiah, dengan masing-masing pengamen dua ribu rupiah, sepuluh pengamen sudah menguras lebih banyak dari harga jajanan mereka.

Perhitungan itu tidak berlebihan.

Antrean pengamen di pusat kuliner ini memang sepadat itu.

Kondisi inilah yang memaksa kami untuk tidak terlalu peduli dengan perasaan pengunjung.

Sayangnya aku tak bisa tak peduli.

Baiklah, mungkin aku juga tidak peduli dengan perasaan pengunjung. Tapi aku peduli pada diriku.

Aku tahu aku tak punya mental yang cukup untuk menghadapi cacian pengunjung seperti tadi.

Begitu saja aku sudah ingin menangis.

Sekarang suasana hatiku benar-benar hancur. Bagaimana bisa aku menghibur orang lain?

Lama aku terpuruk di bangku taman itu. Mencoba menata perasaanku.

Dan ketika aku merasa lebih baik, para pengunjung sudah berkurang. Pusat kuliner itu sekarang nyaris sepi.

Malam itu aku pulang dengan segenap kekalahan dan jatuh tertidur dalam keterpurukan.

Ketika aku terbangun, perutku bergemuruh minta diisi.

Aku terpaksa bangkit dan memaksa diriku untuk bergerak. Membeli sepotong ayam di seberang gang tempat tinggalku, tepat di samping Kedai Kopi Berondong.

Sebuah pepatah mengatakan, "Bangun pagi supaya rezeki tidak dipatok ayam!"

Aku bangun pagi untuk merelakan rezekiku dipatok ayam.

Tak banyak pengamen berkeliaran di pagi hari. Pusat kuliner di sini baru buka pukul tiga sore. Dan aku tak pernah keluar sebelum matahari terbenam.

Jadi, secara teknis pepatah itu bagiku tidak berlaku!

Aku keluar dengan hanya mengenakan hotpants dan kaus kutung yang biasa kupakai untuk tidur atau rebahan seharian di kamar. Celakanya, Rere, si berondong tengil juga sedang membeli sarapan di tempat yang sama.

Mendapatiku berpakaian seperti itu, Rere mulai cengar-cengir sambil memelototiku dari atas sampai ke bawah, lalu kembali ke atas. Ke wajahku.

"Ngapa lu melototin gua?" semburku bernada ketus. "Emang gua pisang?"

"Gua liatnya malah kek ayam kalkun tadi," godanya, mengabaikan nada ketusku. "Ampe ngiler gua!"

"Setan!" dengusku sambil mendelik, memalingkan wajahku dan merunduk di dekat etalase, memesan paket nasi-ayam yang paling murah. Menyerobot antrean yang seharusnya menjadi jatah Rere.

Siapa suruh matanya jelalatan? pikirku tak peduli.

"Kakak tinggal di seberang?" tanya Rere sambil mengerling ke gang tempat tinggalku. Tidak peduli jatah antreannya baru saja direbut.

"Iya, di seberang pulau!" jawabku ketus. "Mau ngapain lu nanya-nanya?" aku balas bertanya sambil menoleh ke belakang, menatap Rere dengan mata terpicing.

Rere kembali cengengesan, "Kali gitu masih ada tempat kosong," katanya sambil berpaling sedikit dan mengusap bagian belakang kepalanya. Dia bahkan mengikat sebagian rambutnya dalam gaya hun di pagi hari!

Aku baru saja membuka mulutku, bersiap menyemburkan kata-kata pedas ketika Jo tahu-tahu muncul dari gang lain sambil memelototiku dengan tatapan lapar. "Wuaaaaahhhh… ayam," katanya. "Ayam kambing!"

Maksudnya, "I am coming!"

Ia menghampiriku sambil berdecak-decak, sementara matanya memelototi pahaku sambil mengerjap-ngerjap.

Dalam hal musik, Jo memang bisa diandalkan. Tapi dalam hal lain, dia benar-benar tidak bisa dipercaya.

Jo memiliki sisi nakal yang menyebalkan!

Tentu saja aku tahu dia tidak benar-benar mata keranjang seperti yang selalu coba ditunjukkannya. Tapi gaya bercandanya yang seperti itu membuatku jijik.

Aku beringsut menjauhinya. "Kenapa pagi-pagi begini anak-anak setan udah pada keluyuran, sih?" gerutuku tak sabar. Dalam hati aku menyesal mengenakan pakaian seadanya.

Rere menatap Jo dengan ekspresi segan dan curiga. Seperti sedang mencoba menebak-nebak seberapa dekat hubunganku dengan Jo. Mungkin juga hanya perasaanku!

Jo balas meliriknya sambil melontarkan senyuman basa-basi.

Terpopuler

Comments

Ichi

Ichi

wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkkk. suka jujur yaaa si Author 🤣🤣🤣

2023-05-11

0

Ichi

Ichi

huahahahahahahahhahahahahahahahahahahahahahahahhahahaa 🤣🤣🤣🤣

2023-05-11

0

Ichi

Ichi

huahahahahhahahahahaaa 🤣🤣🤣🤣🙄

2023-05-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!