Menjadi seorang suami dadakan untuk Husna membuat Huda harus berlapang dada menerima takdirnya. Diusianya yang masih muda, Huda sudah harus mengemban status suami, terlebih usianya dengan terpaut terpaut lima tahun lebih muda dari Husna.
Didepan sebuah ruko berlantai dua, Huda memberhentikan mobilnya. Terlihat tiga orang laki-laki menatap heran kearah Huda yang menyeret koper besar dan diikuti oleh seorang wanita dibelakangnya.
“Dengarkan! Mulai malam ini kalian bertiga tidak boleh tidur lagi disini lagi!”
Tiga orang yang merasa tinggal di ruko masih menatap Huda dengan heran. “Kenapa?” tanya Arul.
“Lo ngusir kita?” sambung Dimas.
“Karena gue bawa bini gue. Gue gak mau kehadiran kalian membuatnya terganggu,” ujar Huda dengan tenang.
Ketiga orang temannya masih tak percaya dengan pengakuan Huda yang sangat mengejutkan. Mereka mengira Huda sengaja ingin mengusir mereka dengan cara seperti itu. Namun, setelah melihat sosok wanita muncul dibelakang Huda membuat tiga laki-laki ternganga.
“Ini bukanya calonnya mas Yudha?” celetuk Mail yang mengenali Husna.
“Iya, gue inget. Ini kan mbak Husna, calon istrinya mas Yudha,” timpal Dimas. "Mengapa bisa sampai disini?"
Meskipun merasa canggung, Husna tetap menyapa ketiga laki-laki yang ada di depanya dengan senyum yang ramah.
“Assalamualaikum,” sapa Husna
“Waalaikumsalam,” jawab ketiga laki-laki itu dengan serempak.
“Dah, gue mau keatas dulu. Nanti kita bahas!” ujar Huda yang kemudian nyelonong masuk dengan menyeret koper milik Husna.
Ketiga temannya hanya mampu melihat kedua orang yang sedang menaiki anak tangga untuk menuju ke lantai dua.
Sesampainya di lantai atas, Huda membawa Husna ke kamarnya. Kamar yang rapi dan bersih. Bahkan kamarnya juga harum dengan pengharum ruangan.
“Kamu istirahat saja. Aku mau turun lagi ke bawah,” ujar Huda.
Huda pun segera membalikan badan untuk keluar. Namun, detik kemudian Maira menahannya sejenak. “Huda, tunggu!”
“Ada apa, Mbak?” tanya Huda.
“Kalau bisa jangan usir temanmu. Kasihan mereka. Aku gak papa kok.”
“Baiklah,” kata Huda yang kemudian menutup pintu kamar.
Setelah kepergian Huda, Husna meneliti setiap sudut kamar yang hendak dia tempati. Tak sengaja mata Husna menangkap sebuah foto dimana dua lelaki saling tersenyum lebar dalam satu bingkai.
Tangannya terulur untuk menyentuh bingkai foto itu. Dengan mata yang berkaca-kaca, Husna mengusap pelan gambar yang membuat dadanya terasa sakit. “Mas Yudha,” lirihnya.
Tak terasa air matanya membasahi pipi. Kebersamaanya selama ini hanya tinggal sebuah kenangan. Semua mimpinya telah terkubur dalam liang kubur bersama dengan jasad Yudha. “Kamu jahat! Kamu bilang kita akan menua bersama dengan anak cucu kita. Namun, nyatanya kamu malah meninggalkanku, Mas.”
Dada Husna terasa sesak. Kepergian Yudha seperti mimpi buruk untuknya, yang berharap saat membuka mata Yudha masih ada di depan matanya.
Husna langsung menyeka jejak air matanya dan meletakkan kembali bingkai foto ketempat semula. Namun, penglihatannya tak sengaja menangkap lagi satu bingkai foto. Kali ini bibirnya hanya tersenyum tipis saat melihat gambar Huda dengan seorang perempuan yang memiliki senyum manis.
Husna tidak tahu siapa perempuan itu. Dia hanya menebak jika perempuan itu adalah kekasih Huda. Kerena Huda pernah menyebutkan jika dia telah memiliki calon sendiri. “Apakah ini adalah calon Huda?” Husna bertanya pada dirinya sendiri.
Tidak ingin larut dengan pemikirannya, Husna meletakan kembali bingkai foto itu. Rasa lelah dalam perjalan membuat Aira memutuskan untuk beristirahat sejenak. Membuang rasa berat dalam dadanya, Husna mencoba untuk mengucap kata istighfar agar hatinya sedikit lebih tenang.
“Ya Allah, mengapa Engkau terlalu cepat untuk mengambil calon imamku? Apakah aku tak pantas untuk mas Yudha sehingga Engkau mengambilnya dariku?” desah Husna dengan napas beratnya.
Sementara itu tiga orang teman Huda menatapnya dengan serius kearahnya. Kabar duka yang baru saja disampaikan Huda membuat ketiganya merasa sangat shock. Bahkan Arul sempat tidak percaya dengan kabar yang disampaikan oleh Huda.
“Lo keterlaluan, gak ngabarin kita kalau mas Yudha meninggal. Setidaknya kita bisa datang,” kata Dimas dengan tubuh lemas.
“Meskipun kita ke-re setidaknya Lo anggep kita sodara seiman-lah!” sambungnya lagi.
“Sorry. Otak gue bener-bener ngeblank. Ibu gue sangat terpukul dengan kepergian mas Yudha. Kalian tahu sendiri kan kalau bapak gue baru pergi beberapa bulan yang lalu dan kini mas Yudha juga pergi untuk selamanya. Gue bener-bener minta maaf,” ujar Huda dengan rasa bersalah, karena tak memberi kabar kepada ketiga sahabatnya lebih awal.
“Gak papa. Gue ngerti posisi Lo kok, Hud,” ucap Arul dengan merangkul tubuh Huda. Mencoba untuk memberikan kekuatan agar Huda tetap tegar.
“Terus Lo gantiin mas Yudha buat nikahin mbak Husna, dong?” celetuk Mail.
Huda hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban iya, karena memang itulah kenyataanya.
“Jadi sekarang mbak Husna istri, Lo?” potong Dimas.
“Pakai nanya lagi. Jelas iya lah! Gimana sih Lo!” sahut Arul.
“Terus kalau Lo usir kita dari sini, kita mau tinggal dimana? Nyewa Kontrakan mahal. Gaji dari bengkel Lo aja mana cukup dibagi-bagi. Bisa-bisa kita jadi gelandangan.” kata Dimas dengan lesu.
Ketiganya sahabat yang dimiliki Huda memang tak seberuntung dirinya yang masih bisa merasakan secuil harta dari orang tuanya. Ketiganya hanya bermodal nekat ketika mendaftar kuliah disalah satu perguruan tinggi di kota tersebut.
Beruntung saja mereka bisa bertemu dengan Huda.
Karena Huda merasa kasihan, akhirnya Huda menyewa sebuah ruko untuk membuka bengkel. Dari situlah Huda bisa membantu ketiga sahabatnya yang tak seberuntung dirinya.
“Tenang aja karena kebaikan hati mbak Husna kalian masih bisa tetap tinggal di sini. Tapi tidak di kamar atas lagi! Kalian bisa bereskan gudang kosong dibelakang sana untuk tidur!”
“Gue sih gak masalah tinggal di gudang sana asalkan gak jadi gelandangan,” celetuk Arul.
“Gue juga. Selama makan gue juga masih ditanggung,” timpal Mail.
“Gue ngikut aja selama gaji gue gak dipotong uang sewa dan uang makan.” Dimas juga menimpali.
Setelah membereskan kamar yang selama ini digunakan sebagai gudang, akhirnya ketika sahabat Huda bisa bernapas lega. Bagi mereka Huda adalah malaikat yang tak bersayap, meskipun Huda memiliki seribu kekurangan.
“Kalian harus ingat pesan gue. Gak boleh lirik-lirik dan gak boleh godain mbak Husna. Dia itu titipan yang harus gue jaga. Kalau sempat gue tahu kalian menyentuhnya, gue akan langsung tendang ke neraka, mau?!”
Ketiga orang sahabatnya menggeleng dengan serentak.
“Bagus. Satu lagi, kalian juga harus bersiap siaga saat dibutuhkan oleh mbak Husna.”
Setelah ketiga orang sahabatnya paham, Huda pun naik ke lantai dua untuk melihat Aira sedang apa. Sesampainya di dalam kamar, langkah Huda tertahan saat melihat Aira sedang menengadah sambil terisak.
“Ya Allah ya Rabb, aku ikhlas atas takdir yang Engkau gariskan untukku meskipun itu terasa berat. Aku yakin jika Engkau telah menempatkan mas Yudha di Surga-MU. Meskipun kami tidak berjodoh di dunia, izinkanlah kami berjodoh di akhirat kelak ya Rabb. Ya Allah, apakah aku terlalu egois untuk memiliki mas Yudha sepenuhnya? Sedangkan aku tahu Engkaulah pemilik yang sesungguhnya. Ya Allah, saat ini aku telah menjadi seorang istri dari pria yang tidak aku cinta. Sanggupkah aku menggantikan sosok mas Yudha dalam hati ini? Mengapa takdir tidak adil, Ya Allah.”
Huda yang awalnya ingin masuk, memilih untuk mengurungkan niatnya. Dia sadar sepenuhnya jika sampai kapanpun dia tidak akan pernah bisa menggantikan sosok Yudha. Meskipun keduanya terlahir dari rahim yang sama, tetapi sifat mereka bertolak belakang.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Jamilah BundawafieYafi
sedikit koreksi Thor, Husna kan nama tokoh wanitanya. tapi beberapa kali ada penyebutan namanya jadi Aira..Maira..Humaira. Atau memang namanya Husna Humaira. tpi ada bagian yg ayahnya Husna menyebutkan namanya Husna AZ Zahra
2023-10-14
0
Pujiastuti
sedih amat Husna 😭😭😭😭
2023-05-09
0