BUB 4 Bukan Makmum Pilihan

Balqis Untuk Baim (4)

"Gadis itu.." Baim tersenyum melihat ke arah seorang gadis yang telah menolongnya sedang berjalan dengan temannya.

"Sepertinya aku sudah tahu apa yang aku inginkan. Semoga Bang Elang mau mengabulkannya" Baim berharap.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Balqis dan Arumi berjalan bersama. Mereka akan ke pengajian yang di isi oleh Ustadzah Jihan. Majelis Taklim yang seminggu sekali di adakan di masjid Al-Ikhlas yang ada di sekitar kontrakannya.

" Tumben semangat ikut pengajian." Balqis merasa aneh dengan Arumi padahal biasanya paling susah ia ajak.

Alasannya karena jamaahnya yang kebanyakan ibu-ibu bahkan lansia. Jarang sekali yang seumuran mereka atau malah tidak ada.

" Aku dengar, ada Kak Akbar sedang mengajar anak-anak di TPA. Lumayan cuci mata." Arumi terkekeh.

"Luruskan niat, Arumi. Amal itu tergantung niat. Capek-capek ke majelis taklim malah gak dapet apa-apa." Balqis menggelengkan kepalanya.

"Siapa bilang gak dapet apa-apa. Dapet tontonan yang menyejukkan hati. Wajah Kak Akbar itu kan bikin adem."

"Yang bikin adem itu air, bukan wajah."

"Hah.. itu cuma perumpamaan, Balqis sayang." Gemas Arumi.

"Hehe"

" Emang kamu tidak naksir sama dia? Calon imam idaman lho. Pintar mengaji, keluaran pesantren pula. Belum lagi tampan luar biasa." Arumi bercerita sambil membayangkan wajah Akbar yang sedang ia bicarakan itu.

"Biasa aja sih." jawab Balqis. Padahal dalam hati juga berharap kalau Akbar itu jodohnya. Cuma rasanya ia tak ingin terlalu bermimpi terlalu tinggi.

Tidak jauh dari mereka berada, Akbar sedang berjalan dengan Panji.

"Katanya kamu mau di jodohin ya?"

" Raja gosip tahu aja bahan gosip."

" Tinggal jawab apa susahnya? Sama Balqis kan?" tanya Panji lagi. Mendengar namanya di sebut, Balqis diam begitu juga Arumi. Bukan sengaja menguping. Tapi, suara keduanya cukup keras.

" He-em.. Aku tolak."

Deg

Balqis merasa terkejut

"Kenapa ?"

"Ya, sebagai seorang laki-laki aku harus pemilih mengenai calon makmum ku" Jawab Akbar.

"Emang apa yang salah sama Balqis?" Si jiwa kepo mulai beraksi.

" Kau tahu, asal-usulnya saja tidak jelas. Ya, takutnya dia lahir di luar nikah bagaimana ?" Akbar tak ingin citranya jelek karena me ikahi Balqis.

Deg

Balqis merasa sakit hati. Bukan keinginannya terlahir seperti apa. Arumi yang kesal dengan ucapan Akbar sudah mengepalkan tangannya bersiap melabrak. Namun, Balqis menggelengkan kepalanya. Membuat Arumi hanya bisa mendengus kesal.

"Hei, bukan salah Balqis kan kalaupun kenyataan seperti apa yang kamu bilang. Lagipula itu di luar kehendak Balqis. Dan Allah pun tidak akan mempertanyakan itu." Panji mulai sedikit emosi. Katanya keluaran pesantren tapi, pemikirannya dangkal.

" Terserah aku lah mau pilih siapa jadi pendamping hidupku."

"Hah. Ya, terserah deh. Kalau kamu sudah bertemu Balqis, aku yakin kamu akan tertarik padanya." Ucap Panji sambil membuka sandalnya karena sudah ada di depan masjid.

"Tidak akan." jawabnya lantang.

Akbar memang baru pulang kembali setelah menuntut ilmu di pesantren. Ia sudah masuk pesantren semenjak SMP. Ia pun tak pernah bertemu Balqis lagi, sekalipun ia sempat pulang ke rumahnya.

"Emang kenapa ?"

" Lihat sendiri saja. Dari mata turun ke hati." Jawab Panji sambil membalikkan badannya ke arah Akbar.

Panji terkejut saat melihat orang yang sedang ia bicarakan sedang berjalan ke arahnya.

"Assalamu'alaikum, Balqis, Arumi." salam Panji sambil menganggukkan kepalanya.

Mendengar nama dari orang yang tadi ia bicarakan di sebut, Akbar refleks membalikkan badannya.

Deg

Jantungnya berdebar-debar.

"Wa'alaikumussalam, Kak Panji." Jawab Balqis dan Arumi bersamaan.

Balqis mencoba untuk tersenyum sementara Arumi sudah memasang wajah masam. Kalau tidak ingat wajibnya menjawab salam, mana mau Arumi menjawab salam Panji.

"Kami permisi ya, Kak. Duluan." Ucap Balqis mencoba tetap sopan.

"Ough iya, silahkan. Mau ikut MT sama Ustazah Jihan ya?"

"Iya ,kak." Lagi-lagi hanya Balqis yang menjawab sementara Arumi membuang muka.

Akbar hanya diam. Ia masih terpesona pada Balqis.

" Tundukkan pandangan. Katanya tidak akan tertarik. Baru lihat sekali, malah tidak berkedip." sindir Panji.

"Astaghfirullah." Akbar mengusap kasar wajahnya karena ia benar-benar terpesona sampai lupa berkedip.

"Awas menjilat ludah sendiri " Ancam Panji sambil meninggalkan Akbar.

Hening. Kali ini Akbar tidak berani menjawab selantang tadi. Hatinya mulai ketar-ketir. Sosok berkerudung biru dengan gamis hitam itu ternyata gadis yang ia tolak karena ketidak jelasan latar belakangnya.

"Panji, Panji..!!" Teriak Akbar berlari menyusul sepupunya yang sudah berjalan menuju ruangan di samping masjid yang di jadikan tempat belajar anak-anak TPA. "itu tadi ..."

"Balqis." jawab Akbar seolah tahu apa yang akan ditanyakan sepupunya.

...******...

" Kenapa melamun sendirian disini? Nanti kesambet baru tahu rasa." Ucap Arumi sambil bergidik ngeri melihat sekitarnya yang gelap.

"Adem di sini sih." Jawab Balqis yang saat itu tengah duduk di bangku yang ada di samping rumah Arumi yang langsung berhadapan dengan kebun.

"Kenapa bukan di teras aja sih?" kesal Arumi. Bisa-bisanya Balqis ngadem disini. Arumi saja yang tuan rumah mama berani nongkrong disitu.

Balqis terkekeh melihat sikap Arumi. "Katanya jago beladiri."

Arumi mendengus. "Pukulan dan tendangan cuma mempan sama manusia, bukan makhluk astral." Kesalnya.

Karena tidak ingin berlama-lama disana, Arumi menarik Balqis. Sementara yang di tarik hanya pasrah saja.

" Di cari Ibu sama Bapak." Ucap Arumi sambil menarik Balqis dan langsung duduk di teras. "Diajak makan malam. Makanannya sudah siap." tambahnya.

"Hmm." Balqis ikut duduk di samping Arumi.

" Kenapa melamun? Masih memikirkan kata-kata Kak Akbar?"

Arumi menyadari keanehan sikap Balqis semenjak mendengar kata-kata Kak Akbar sore tadi.

" Hah..." Balqis menghela nafas. "Aku jadi kepikiran, Apa aku tidak pantas mendapatkan laki-laki baik?"

" Jangan di pikirkan. Kan kamu sendiri yang bilang tidak naksir kak Akbar. Lalu kenapa kamu kecewa?" Arumi jadi penasaran. Jangan-jangan sahabatnya yang satu ini juga naksir sama anak Ustadzah Jihan.

" Bukan masalah kecewa langsung di tolak Kak Akbar. Tapi, aku jadi berpikir, apa aku tidak pantas untuk dapat laki-laki yang baik sebagai pendamping hidupku. Sementara Kak Akbar saja berpikir seperti itu tentangku." lirihnya. "Aku memang bukan makmum pilihan."

" Kamu tahu, awalnya aku mengidolakannya. Tapi, sekarang aku bukan lagi fansnya."

"Kamu bisa saja." Balqis malah tertawa melihat ekspresi Arumi padahal ia sedang mode serius.

" Aku hanya tidak menyangka ia bisa menilai seseorang hanya dari latar belakang yang kita tidak bisa milih. Mau lahir dari siapa, dengan kondisi seperti apa?." Geramnya. "Padahal, seharusnya ia menilai kamu karena kepribadian kamu."

Balqis diam mendengarkan.

" Yang terpenting sekarang, lupakan apapun kata-katanya yang merendahkan kamu. Ingat kata Ustadzah Jihan tadi, jika kita ingin mendapatkan pasangan yang baik, kita pun harus berusaha menjadi baik. Jika merasa tidak pantas, berusahalah agar bisa pantas."

Balqis mengangguk-anggukkan kepalanya.

" Kamu akan jadi makmum pilihan bagi pria terpilih." Arumi membesarkan hati Balqis agar tidak memikirkan masalah ia yang hanya anak pungut.

"Arumi! Balqis ! Ayo makan malam dulu" Ibu Nurmala, ibunda Arumi memanggi keduanya.

TBC

... ----------------...

...Dukung terus ya, supaya Author nya tambah semangat upload.....

...Jangan lupa tinggalkan jejak like, komentar dan subscribe...

...Terima kasih atas dukungannya...

...🥰🥰🥰...

Terpopuler

Comments

Sasa Al Khansa 💞💞

Sasa Al Khansa 💞💞

episode terlama yang bisa lukis review...😔

2023-05-14

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!