BUB 5 Calon Suami

Balqis Untuk Baim (5)

" Kamu akan jadi makmum pilihan bagi pria terpilih." Arumi membesarkan hati Balqis agar tidak memikirkan masalah ia yang hanya anak pungut.

"Arumi! Balqis ! Ayo makan malam dulu" Ibu Nurmala, ibunda Arumi memanggi keduanya.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Malam ini, langit cerah. Baim ikut berkumpul dengan teman-teman di geng motornya. Markas yang tadinsiang sepi, malam ini tampak penuh.

" Ayo. Ini semua ambillah satu orang satu." Teriak seorang laki-laki denga tato di tangan kirinya membawa sekardus minuman yang bisa membuat orang tidak sadarkan diri.

"Wah.. ada acara apa ini?" tanay seorang yang dari tadi sibuk berduaan dengan kekasih barunya.

"Bang Elang mentraktir kita semua." Jawab Egi, orang yang merupakan salah satu kaki tangan Bang Elang.

" Dalam rangka apa?" tanyanya lagi.

"Hah malah banyak tanya kayak wartawan. Sudah nikmati saja. Kita pesta malam ini!" Teriak yang lain.

Tak ingin di sindir lagi karena banyak bertanya, orang yang dari tadi bertanya pun diam dan langsung mengambil dua botol untuk dia dan kekasihnya.

Jangan tanya, perempuan yang dari tadi hanya menempel itu juga sudah terbiasa dengan minuman haram seperti itu. Setelah ikut bergabung, ia sudah tidak asing lagi dengannya. Malah justru menikmatinya. Katanya membuat ia lupa akan beban hidupnya yang selalu di jadikan pelampiasan amarah sang ayah yang temperamental.

"Khusus buat kamu dua botol, Im. Tanda terima kasih dari Bang Elang karena kamu sudah menyelamatkannya kemarin malam," Egi menghampiri Baim.

"Ok. Thanks." Jawab Baim.

" Bang Elang nya kemana? Gak ikut kita-kita pesta?" tanya Baim.

"Dia lagi ada urusan. Biasa ada job." Egi tidak menjawab jelas job seperti apa yang d maksud.

Baim pun tak ingin banyak bertanya lagi. Ia hanya menikmati apa yang sudah di berikan oleh ketua mereka dengan percuma itu. Bahkan asap mulai mengepul dari lintingan tembakau yang di bungkus kertas dari berbagai merk itu. Hadiah lain yang di siapkan oleh Bang Elang untuk mereka.

Malam itu pun mereka berpesta pora. Tertawa tidak jelas saat kesadaran mulai hilang.

Baim berusaha untuk tetap sadar, terbiasa minum membuatnya tidak mudah mabuk. Ia pun pulang bersama Indra.

Ia membonceng Indra yang sudah tidak mungkin membawa motornya sendiri. Dengan perlahan ia pergi meninggalkan markas yang masih menyisakan teman-temannya yang mang masih ingin berpesta.

"Bang, Putri nolak gue. Dia bilang dia gak mau sama gue kalau masih jadi anak geng motor yang suka tauran." Indra bercerita sambil tertawa sendiri. Maklum, sudah tidak sepenuhnya sadar.

"Hmm" Baim hanya berdehem.

" Padahal, gue cinta mati sama dia, Bang. Sudah cantik, baik, Sholeh pula." Lagi-lagi di iringi tawa tidak jelas. "Haha benar juga, perempuan baik-baik mana mau sama kita, ya Bang. Kerjaannya mukulin orang, bikin huru-hara juga sahabatan sama minuman laknat."

Baim hanya menyimak saja. Ia harus fokus pada jalan di tengah kesadarannya yang mulai menipis.

Namun, ia juga jadi berpikir. Apa mungkin perempuan yang menolongnya tempo hari mau dengannya. Padahal jelas-jelas dia menolak di ajak berkenalan karena tidak ingin berurusan lagi dengan geng motor sepertinya.

"Hah" Baim membuang nafas dengan kasar.

Mereka pun sampai di kos-kosan Indra. Dengan susah payah, Baim membawa masuk Indra ke kamar kosan dan menghempas tubuh Indra di kasur.

Sementara Baim merebahkan tubuhnya di kasur yang lain.

Ia menatap langit-langit kamar. Mulai teringat lagi perkataan yang ia ucapkan di dalam hatinya saat ia sudah tidak bisa melawan orang-orang yang mengeroyok nya.

Wajah cantik Balqis pun tiba-tiba terbayang olehnya. "Aku benar-benar jatuh cinta. Cinta pada pandangan pertama. Aku ingin jadi suaminya. Pendamping hidupnya" ucapnya yang kemudian tertidur.

Pagi-pagi sekali, Balqis seperti biasa suamdah mulai membereskan dagangannya di bantu oleh Arumi.

"Nasi kuningnya tiga. Di bungkus." suara bariton seseorang membuat Balqis dan Arumi menoleh bersama ke sumber suara.

"Oh, silahkan duduk dulu, kak. Saya siapkan pesanannya." Ucap Balqis ramah pada pembeli pertamanya pagi ini.

Dengan muka tak bersahabat, Arumi yang awalnya duduk langsung berdiri dan beralih ke sisi Balqis untuk membantu membungkus kan pesanannya.

"Mukamu kondiskan" Bisik Balqis.

" Aku jadi mendadak ill feel jika ingat kata-katanya kemarin tentangmu" Jawab Arumi yang juga berbisik.

Pembeli pertama mereka hari ini adalah Kak Akbar, orang yang tiba-tiba menjadi orang yang paling tidak di sukai Arumi. Padahal sebelumnya, ia memuji laki-laki itu setinggi langit.

Balqis hanya geleng-geleng kepala.

Sikap keduanya sebenarnya terlihat jelas di mata Akbar. Namun, pembicaraan mereka tidak terdengar.

"Ini sudah kak"

" Jadi, berapa?" Akbar langsung berdiri.

"Tiga puluh ribu rupiah." jawab Balqis.

Akbar mengeluarkan uang sepuluh ribuan tiga lembar.

"Ternyata." Ucap Akbar.

Akbar pun berlalu setelah sedikit mencuri pandang ke arah Balqis. Inginnya menundukkan pandangan. Tapi, imannya goyah juga .Malah jadi ingin menatapnya tanpa berkedip.

"Aku pikir dia terpesonanya padamu." Arumi menyimpulkan sendiri saat ia melihat sikap Akbar tadi.

Tidak lama dagangan Balqis habis. Hari Minggu memang ia selalu pulang lebih awal karena banyaknya orang yang jalan-jalan membuat dagangannya banyak yang membeli.

"Ayo kita beres-beres !" teriak Arumi semangat.

Arumi memang selalu membantu Balqis jika hari Minggu. Karena ia libur kuliah jadi, bisa membantu sahabatnya berjualan.

"Assalamu'alaikum." seorang perempuan paruh baya berbaju syar'i menghampiri keduanya.

"Wa'alaikumussalam." jawab keduanya kompak.

"Ustadzah Jihan mau beli juga?"tanya Arumi. Nasi kuningnya sudah habis Ustadzah. Yang tadi di beli Kak Akbar kurang ya?" tanya Arumi.

"Oh, tidak. Yang tadi di beli Akbar sudah cukup, kok. Alhamdulillah." ucapnya tersenyum.

" Saya pikir masih kurang, Ustadzah. Mungkin ada Kak Ramdan yang pulang." timpal Arumi.

"Tidak kok. Ramdan masih betah di pesantren, malah pengen mondok di sana lebih lama" jelasnya membicarakan anak kedua mereka, adiknya Akbar yang hanya selisih dua tahun.

"Saya kesini ada perlu sama Balqis." tambahnya.

"Ada perlu sama saya, Ustadzah? Padahal kan tinggal suruh orang untuk panggil saya ke rumah Ustadzah tanpa perlu repot-repot kesini." Timpal Balqis tak enak hati.

"Kan saya yang ada perlu sama Balqis, jadi sudah sepantasnya saya yang mendatangi kesini" Ustadzah Jihan tersenyum.

"Duduk di sana saja, Ustadzah. Biar lebih nyaman." Balqis menunjuk ke arah bangku kayu yang ada di bawah pohon.

"Boleh -boleh." Jawab Ustadzah Jihan.

"Arumi, tolong bereskan sisanya, ya" pinta Balqis.

"Sipp. Kamu tenang saja." Balqis meninggalkan Arumi dan ikut duduk di samping Ustadzah Jihan.

"Ada apa ya, Ustadzah? Saya kok jadi deg-degan." Ucap Balqis yang memang hatinya berdebar-debar. Ada apa gerangan sampai sosok di depannya ini menghampirinya.

"Begini, Balqis. Saya boleh bertanya ?"

" Silahkan, Ustadzah."

"Apa Balqis sudah punya calon suami?" tanya Ustazah Jihan langsung pada inti pertanyaannya.

TBC

... ----------------...

...Dukung terus ya, supaya Author nya tambah semangat upload.....

...Jangan lupa tinggalkan jejak like, komentar dan subscribe...

...Terima kasih atas dukungannya...

...🥰🥰🥰...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!