BUB 2 Pertemuan

Balqis Untuk Baim (2)

Balqis terus menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan. Juga memikirkan apa dampak dan akibatnya jika ia menolong atau membiarkannya begitu saja.

Kakinya terus melangkah selama Balqis memikirkan langkah yang harus ia ambil. Entah kemana kakinya membawa Balqis yang masih dilema itu.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

" Tolooong...!!"

Seorang laki-laki meringkuk di atas rerumputan. Kedua tangannya di letakkan di depan wajahnya untuk menghalangi pulukan beberapa orang laki-laki yang semakin membabi-buta itu.

Dia adalah Muhammad Ibrahim. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan Baim.

Ma, maafkan Ibra karena memilih jalan ini. Ucapnya dalam hati.

Ibra adalah nama panggilannya saat berada di lingkungan keluarganya. Sementara saat ia berada di antara teman-teman di geng motornya, ia lebih senang di panggil Baim. Karena panggilan Ibra hanya mengingatkannya pada keluarganya.

Ibra janji, jika Ibra masih bisa selamat Ibra akan berubah menjadi lebih baik. Seperti yang Mama inginkan. Tapi, Ibra tetap tidak akan berjanji untuk pulang ke rumah. Janjinya dalam hati.

Ibra juga berjanji akan membalas orang yang mau menolong Ibra. Jika ia laki-laki, Ibra akan menjadikannya sahabat. Jika dia perempuan, Ibra akan menjadikannya pendamping hidup. Entah apa yang dipikirkan Ibra karena bisa-bisanya berjanji seperti itu di dalam hatinya disaat ia terus menerima tendangan yang keras di sekujur tubuhnya.

Baim sebenarnya merasa sangsi akan ada yang mau menolongnya mengingat betapa bencinya mereka pada anak-anak yang tergabung di dalam geng motor yang bisanya hanya mencari keributan dan berbuat onar.

"Wiuuuuuu.... Wiuuuuuu... Wiuuuuu..."

Suara sirine mobil polisi terdengar sangat jelas di telinga Baim juga para anggota geng motor yang tiba-tiba kompak berhenti menendang Baim.

"Bos, polisi bos!!" Teriak salah seorang di antara mereka.

Tak ingin mendekam di penjara, akhirnya mereka lari tunggang langgang bahkan meninggalkan motor mereka yang terparkir di pinggir jalan.

Mereka tentu lebih mementingkan untuk melarikan diri tanpa terpikirkan nasib sepeda motor yang mereka tinggalkan begitu saja.

Baim tidak sekuat mereka sehingga ia hanya diam terkapar. Ia hanya pasrah jika polisi membawanya.

"Kamu tidak apa-apa ?," tiba-tiba seorang perempuan berhijab menghampirinya.

Baim hanya meringis lalu berusaha untuk duduk. "Polisinya kemana?," tanya Baim yang merasa aneh karena suasana masih tampak sepi. Tidak ada seorang polisi pun yang datang padahal, ia tadi jelas-jelas mendengar suara sirine mobil polisi.

" Ough itu. Mereka tentu saja masih ada di kantor." Jawab Balqis datar.

Ya, perempuan itu adalah Balqis. Setelah perang di dalam dirinya antara menolong atau tidak, ia akhirnya lebih memilih menolong atas dasar kemanusiaan.

Hanya bermodalkan nekad ia memberanikan diri untuk menolong sesuai kemampuannya. Ia tidak ingin di hantui rasa bersalah jika esok ada berita kematian seseorang.

"Tapi, bukannya tadi ada suara sirine mobil polisi ya?" tanyanya lagi pada perempuan yang kini sedang berjongkok di hadapannya.

"Maksud kamu ini?"

Wiuuuuuu... Wiuuuuuu.. Wiuuuuu..

Balqis memutarkan rekaman suara sirine mobil polisi di hadapan Baim dari ponselnya.

" Jadi, itu perbuatan mu ?"

"Hmm"

" Terimakasih karena sudah mau menolongku."

"Sama-sama. Karena kamu masih hidup, aku bisa tenang dan bisa kembali melanjutkan perjalananku ke pasar." Balqis berdiri dan bersiap pergi.

" Nama kamu siapa ?"

" Tidak penting."

" Tentu saja sangat penting. Agar suatu hari aku bisa menyapamu jika kita bertemu dan bisa membalas kebaikanmu." Jawab Baim.

"Aku justru berharap kita tidak bertemu lagi. Jika kita tidak sengaja bertemu, pura-pura tidak saling mengenal saja. Karena aku tidak ingin berurusan dengan geng motor seperti kalian." Balqis mulai berjalan.

"Oh iya satu lagi. Aku ikhlas menolongmu. Jadi, tidak perlu untuk membalasnya." Balqis pun pergi dari hadapan Baim.

Baim hanya diam memandangi kepergian gadis yang sudah menolongnya itu.

Baim pun tidak marah sama sekali atas kata-kata Balqis karena siapa juga yang mau berurusan dengan orang-orang sepertinya.

" Sudahlah. Yang penting aku masih selamat." Perlahan Baim berdiri. Dengan sisa tenaganya berjalan ke arah jalan Raya.

Setelah sampai di sebuah bangku kayu, ia pun duduk mengistirahatkan tubuhnya. Setidaknya, ia sudah agak jauh dari tempatnya tadi juga dari tempat dimana para geng motor itu memarkirkan motornya.

" Ini pakaillah untuk mengobati lukamu"

Baim yang awalnya memejamkan matanya, membuka mata perlahan saat seseorang meletakkan bungkusan plastik kecil di pangkuannya.

"Kamu kembali lagi?" Baim tidak percaya kalau gadis tadi kembali dengan membawa obat untuk lukanya.

" Hmm.. hanya untuk memberikan itu saja."

Baim sejenak terpana. Jika tadi ia hanya bisa mendengar suaranya saja. Kini, ia bisa melihat dengan jelas wajah perempuan yang sudah menolongnya.

"Terimakasih."

"Hmm."

" Tidak berniat mengobati lukaku sekalian?"

Balqis mencebik. " Tidak. Obati saja lukamu sendiri."

Balqis pergi meninggalkan Baim yang terus melihat kepergiannya.

...******...

Pagi harinya, Balqis sudah menata dagangannya di pinggir jalan raya yang tidak jauh dari rumahnya. Ia dibantu Arumi sebelum berangkat ke kampus.

" Perjalanan ke pasar tadi, aman kan?," tanya Arumi.

" Aman," jawab Balqis tanpa ingin menceritakan kejadian yang sebenarnya.

" Syukurlah. Aku sangat khawatir soalnya. Apalagi tadi aku dengar ada bentrokan lagi." Arumi duduk di bangku kayu.

" Kamu tenang saja. Lihatlah, buktinya aku baik-baik saja Tidak kurang apapun." Jelasnya.

Arumi pun mengamati sang sahabat yang memang terlihat baik-baik saja.

" Oh ya, kamu masih berniat mencari kedua orang tuamu?"

Arumi ingat bahwa Balqis ingin mencari keberadaan orang tuanya. Serta mencari tahu alasan kenapa mereka membuangnya begitu saja.

" Ya, aku masih berniat mencarinya."

Walaupun akan sangat menyakitkan nantinya, Balqis tetap ingin mengetahui kebenarannya.

" Kamu yakin akan kuat saat tahu kenyataannya ?"

" Tentu saja." jawab Balqis yakin. "Aku ingin tahu apakah aku anak di luar nikah atau bukan. Jika bukan, setidaknya aku ingin tahu tentang ayahku. Apakah masih ada atau sudah tiada. Aku kan juga mau kalau nikah nanti, wali nikahnya adalah ayah kandungku." Jelas Balqis panjang lebar.

"Tapi, kalau aku lahir di luar nikah, aku akan menghentikan semua pencarianku." Tambahnya.

"Semoga kamu bisa menemukan mereka dan mengetahui kebenarannya." Arumi mendo'akan dengan tulus.

" Aamiin." Keduanya mengaminkan.

Balqis pun terus menggenggam liontin miliknya. Nenek Ina bilang, itu adalah benda yang ia pakai saat masih bayi. Balqis masih memakainya sampai sekarang tentu dengan kalung yang berbeda. Karena kalungnya yang dulu sudah tidak mungkin ia pakai lagi karena sudah kecil.

" Kak, Nasi Kuningnya satu ya. Di bungkus," seorang anak sekolah menghampiri mereka untuk membeli nasi kuning.

"Iya tunggu sebentar, ya." Jawab Balqis ramah. "Ayo duduk dulu."

Arumi menggeser tubuhnya memberi ruang pada pelajar sekolah itu agar bisa duduk.

"Terimakasih, kak." Ucapnya pad Arumi.

"Sama-sama." Jawab Arumi tersenyum.

TBC

...----------------...

...Dukung terus ya, supaya Author nya tambah semangat upload.....

...Jangan lupa tinggalkan jejak like, komentar dan subscribe...

...Terima kasih atas dukungannya...

...🥰🥰🥰...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!