Happy Reading!
"Nata, bisa Niki minta tolong nggak?" tanya Niki saat mereka sedang istirahat setelah pelajaran ke empat.
"Nggak," jawab Nata singkat, padat dan dingin.
"Please dong ayang Nata, tolongin Niki."
Nata berlalu begitu saja, tak peduli dengan suara manja dari Niki. Tak peduli dengan mata Niki yang sudah berembun. Ia tau, itu hanya akal bulus Niki sendiri supaya Nata berpaling melihatnya, iba padanya dan mau menolongnya.
"Ayang Nata.... Ayang Nata..." pekik Niki.
"Sudahlah, Nik. Berhenti bermimpi untuk memeluk gunung. Kamu nggak akan bisa," omel Sandra dari belakang.
Kedua sahabat itu selalu saja menempel kemana pun mereka berada. Termasuk sekarang ini. Sampai-sampai, ia diabaikan Nata pun Sandra tau.
"Siapa bilang aku bermimpi? Siapa pula yang bilang kalau memeluk gunung tangan tak sampai? Bisa kok."
"Caranya?"
"Ya.... Hmmmm.... Tinggal aku pinjam aja tangan kamu, tangan mama, tangan Nata untuk membantu aku memeluk gunung itu. Bisa kan?"
"Nggak waras ini orang," sela Sandra.
"Sudahlah, Nik. Berhenti kamu berharap sama cowok se dingin Nata. Kamu nggak akan kuat. Mau bagaimana pun kamu menghangatkan hatinya, kamu nggak akan bisa. Dia itu sudah terlanjur dingin. Nggak akan bisa dihangatkan."
"Niki, meski kamu berusaha mencairkan batu es itu tetapi kamu nggak akan berhasil kalau niat dari dianya saja tak ada. Percuma Nik. Percuma."
"Kasih aku waktu seminggu, San. Aku pasti bisa meluluhkan hatinya," jawab Niki dengan pasti.
"Yakin seminggu bisa?"
"Yakin," sahutnya sembari mengangguk pasti.
"Kalau misalnya sudah seminggu nih kamu nggak berhasil jadian sama dia, apa manfaatnya buat aku?" tantang Sandra.
"Aku akan bayarin kamu jajan selama sebulan."
"Deal?" ucap Sandra semangat.
"Deal."
Mereka berdua sepakat akan perjanjian itu.
"Dan kalau semisal aku berhasil mendapatkan hatinya dalam jangka waktu seminggu, maka kamu harus traktir aku makan di kantin selama sebulan. Deal?"
"Deal."
"Aku yakin kamu pasti kalah," timpal Sandra.
"Kamu yang akan kalah," sahut Niki tak mau kalah.
"Niki gitu lho. Nggak pernah kalah dengan siapa pun. Sampai saat ini nih, belum ada yang bisa ngalahin Niki," ucapnya dengan bangga.
"Kita lihat saja nanti. Siapa yang menang dan siapa yang kalah."
...\=\=\=\=oo0oo\=\=\=...
Di sinilah Nata sekarang berada. Di ruang perpustakaan. Seperti biasa, ia akan sibuk membaca, menghapal, memahami. Pelajaran apalagi kalau bukan fisika sesuai tuntutan papa Tirta.
Nata, lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan ketimbang nongkrong di kantin atau di taman, seperti teman-temannya yang lain.
Tito, Agus dan juga Salim. Mereka kini sedang asyik menikmati bakso di kantin sekolah. Lain halnya dengan Nata yang selalu membawa bekal dari rumah, masakan bi Entun, asisten rumah tangga di rumahnya.
Niki, yang mendapat info kalau Nata sedang ada di perpustakaan, buru-buru meninggalkan Sandra yang sedang asyik dengan mie ayamnya. Saking enaknya, ia tak sadar kalau Niki sudah menghilang dari pandangannya.
"Hmmm, enak banget mie ayamnya. Pedesnya pol. Kamu mau coba, Nik?" ucap Sandra, mulutnya masih penuh dengan mie ayam.
"Nik..." panggilnya.
Tak mendapat sahutan dari Niki, ia memalingkan wajahnya, mencari sosok Niki yang tadi ada di hadapannya.
"Ya elah. Aku ngomong sendiri. Dasar Niki. Suka banget menghilang. Persis kayak jelangkung. Datang tak diundang, pulang nggak diantar," ujarnya kemudian. Ia bicara seorang diri. Terpaksa.
Malas memikirkan kemana perginya Niki, Sandra pun lanjut dengan mie ayamnya.
"Palingan Niki sedang ngintili si kulkas delapan pintu. Dasar itu anak nggak ada kapok-kapoknya," ucapnya lagi, sambil mengunyah mie ayam bakso yang sudah penuh di dalam mulutnya.
...\=\=\=\=oo0oo\=\=\=...
"Ayang Nata, bisa nggak sih sekali saja kamu jangan sibuk dengan buku itu terus?" gerutu Niki pada Nata yang saat ini sedang fokus dengan buku pelajarannya.
"Nih, Niki bawa makanan terenak se kota Medan. Pasti ayang Nata suka. Di coba yah," ucap Niki dengan nada manja layaknya anak ABG yang sedang jatuh cinta pada cowok tampan, seorang ketos yang cool.
Niki menyodorkan kotak bekal berbentuk kelinci berwarna pink ke hadapan Nata. Tetapi Nata, diam saja. Tak ada reaksi penolakan atau penerimaan atas benda tersebut.
Di sekolah, apalagi di bangku menengah atas. Ketos adalah profesi yang sangat dikagumi oleh para cewek-cewek sekolah. Apalagi kalau ketosnya itu dingin, tapi peduli. Tapi di sini, kita tidak membahas ketos. Karena baik Niki maupun Nata tak bergabung dalam dunia organisasi sekolah tersebut.
Karena kecerdasan Nata ataupun Niki, mereka sering ditugaskan untuk mengikuti lomba sains antar sekolah. Jadi, kehidupan mereka sibuk belajar dan belajar. Mereka cenderung untuk ikut serta dalam setiap olimpiade.
"Ini enak lho. Ya... meskipun bukan Niki yang buat, tapi rasanya dijamin enak kok. Super," ucap Niki antusias.
"Kamu nggak mau makan? Kamu nggak lapar? Niki nggak mau ayang Nata sakit. Please."
Gadis itu bahkan memohon, netranya sampai berkedip-kedip demi mendapatkan respon dari pujaan hatinya itu.
"Bisa diam nggak?" ujar Nata, menggigit giginya, menahan amarah. Berharap suaranya tak terdengar ke telinga penghuni perpustakaan itu.
"Saya tidak butuh," timpalnya kemudian.
Dengan tak berperasaannya, ia membawa setumpuk buku yang sudah ia pinjam tadi, melangkah pergi meninggalkan perpustakaan. Lebih tepatnya meninggalkan Niki sih. Meninggalkan juga bekasl yang disodorkan Niki tadi padanya Tak mau ia berlama-lama dengan gadis tak punya malu seperti Niki.
"Ayang Nata, jangan tinggalin Niki dong," keluh Niki. Ia pun membuntuti langkah Nata, mengikuti kemana cowok itu pergi.
"Tuh kan, apa aku bilang. Nata lagi, Nata lagi. Niki ini memang cewek keras kepala, tak tau malu. Sudah ditolak mentah-mentah masih saja mendekat. Hadehhh. Aku pasti menang nih taruhan. Yakin seratus persen. Sandra gitu lho," ucap Sandra dalam hati, yang ikut juga membawa kakinya melangkah mengikuti Niki yang sedang mengejar Nata.
"Ayang Nata, ayo makan dong. Kamu kan belum ada makan dari tadi. Nanti kalau perut kamu sakit gimana? Nanti kalau kamu ada sakit mag gimana? Niki nggak mau kalau ayang Nata sampai sakit. Dimakan ya. Aku temani kok. Oke."
Tiba-tiba bel sekolah sudah berbunyi. Tandanya pelajaran ke lima akan segera di mulai. Itu artinya Niki dan Nata harus kembali masuk ke dalam kelas mengikuti pelajaran selanjutnya, yaitu bahasa Indonesia.
Mendengar bel yang berbunyi nyaring, Nata mempercepat langkahnya. Tak peduli ia dengan rengekan, omelan manja dari cewek cantik, imut dan manis yang bernama Briana Nikita Demora itu. Benar-benar ia tak mau terlibat dengan gadis centil seperti Niki.
Nata yang memiliki sikap pendiam, dingin, cuek, mana mungkin dengan mudahnya bisa menerima Niki sebagai teman apalagi orang spesial baginya.
Nata langsung duduk di bangkunya dan disambut Tito dengan ocehan - ocehannya.
"Kapan sih, kau itu gabung sama kita saat istirahat. Kita itu kan best friend. Masa kita makan enak di kantin, kau malah sibuk di perpustakaan. Dari kelas X sampai kelas XI selalu saja kau begitu Nata. Nggak bisa apa buku jelek mu itu kau tinggalkan?" cecar Tito dengan berbagai pertanyaan.
Apa yang diucapkan Tito diangguki oleh temannya yang lain, Agus dan Salim.
"Memangnya best friend itu hanya diukur dari segi makan dan nongkrong di kantin?" ucap Nata dingin.
"Ya bukan gitu juga maksud kita itu, bro tapi...."
"Selamat siang anak-anak!" sapa seorang guru wanita, berperawakan cantik, dengan bodi goalsnya. Seperti gadis padahal sudah punya anak dua.
Gegas Agus memperbaiki duduknya, yang tadi membelakangi meja guru demi bisa bicara serius dengan teman terdinginnya itu , Nata.
"Siang, Bu!" seru mereka serempak. Sontak, suasana kelas itu menjadi riuh menyambut guru kesayangan mereka. Guru bahasa Indonesia.
"Sudah siap untuk belajar bahasa Indonesia hari ini? Atau.... ada yang mau kita diskusikan dulu?" tanya ibu guru cantik itu, ibu Devina namanya. Matanya menyapu seluruh meja dan kursi siswanya yang sudah pada duduk manis di tempat masing-masing.
"Ada, Bu."
"Nggak ada, Bu."
Begitulah jawaban bersahutan dari para siswa dan siswa itu.
"Kok jawabannya tidak sama? Kenapa?" tanya ibu Devina.
To be continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments