Pertanyaan Damian membuat Clea diam untuk sejenak.
Ia tidak tahu mengapa Damian menanyakan pertanyaan ini.
Kesan apa yang ia miliki saat melihat Damian?
Pertanyaan itu memaksa Clea untuk menatap Damian dan mengawasinya lekat. Setelah beberapa saat, ia buka suara. "Kau tampan," ujarnya, jujur. Bagaimanapun kesan pertama Clea saat melihat Damian, pria itu memang tampan. Tidak hanya tampan, tetapi juga kharismatik.
Terlepas dari apakah mereka akan menikah atau tidak nantinya, jika menikah dengan orang seperti dia, ia yakin tidak akan rugi. Lagipula jika ia menolak menikah dengan pria ini, orang tuanya tidak akan berhenti menjodohkannya. Dan pria yang akan orang tuanya atur untuknya di kemudian hari belum tentu setampan ini. Jadi saat ada peluang meski hanya sedikit, ia tidak akan melewatkannya.
Apakah ia egois?
Tidak.
Itu adalah bagian dari mempertahankan diri. Ia hanya sedang mempertahankan diri dari kemungkinan yang lebih buruk.
Dahi Damian berkerut. "Selain itu?"
"Kau mapan."
Damian terkekeh. "Benarkah?"
Clea memutar bola matanya. "Kurasa." Ia ingat betul bahwa apa yang Geanna katakan kebalikan dari apa yang ibu katakan. Pria itu tampan, dan dari pakaian yang Damian kenakan, harganya jelas tidak murah. Jadi, pria itu jelas mapan secara finansial. Kalaupun kurang mapan, ia juga bukan orang yang kekurangan atau tidak punya uang. Ia punya tabungan dan investasi di beberapa tempat. Jadi jika kemungkinan terburuknya Damian bukan pria mapan, ia akan mendukungnya.
"Kau tidak yakin?" tanya Damian.
Clea terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Pada dasarnya ia memang tidak yakin. Namun ia takut menyinggung pria ini jika berkata jujur.
"Kau tidak menyelidiki tentang aku?" Damian kembali bertanya.
"Eh, itu.. apakah aku harus?"
"Tentu," Damian mengangguk. "Kita akan menikah. Kau tidak mungkin tidak tahu tentang pria seperti apa yang akan kau nikahi, bukan?" Nadanya sedikit mencibir.
"Ah, aku tidak tertarik untuk mencari tahu. Lagipula aku juga tidak ingin tahu," Clea menjawab acuh. Seperti yang ia katakan, setelah hubungannya dengan mantan kekasihnya kandas, ia tidak tertarik dengan pria manapun. Begitu juga dengan perjodohan ini, ia juga tidak tertarik.
Jadi, tidak perlu menyelidiki apapun.
Tetapi setelah bertemu dengan Damian, jika ia tetap harus menikah dan tidak punya pilihan lain, menikahi Damian bukan ide yang buruk. Kalaupun tidak ada cinta, memandang wajahnya sudah cukup membuatnya puas.
Damian memutar gelasnya sebelum menyesap anggurnya lagi. "Jawaban yang sangat menarik. Kau gadis yang jujur." Damian hanya tidak menduga Clea sangat santai bahkan terkesan tidak peduli tentang dirinya, tentang pria yang akan menikah dengannya.
Berbeda dengan dirinya.
Meski hanya sedikit, ia meminta seseorang untuk menyelidiki tentang gadis yang akan menjadi istrinya, yang mungkin akan menjadi ibu untuk anak-anaknya, itu sebabnya ia ingin tahu dan ingin memastikan jika sosok itu bukan tipe gadis pembuat onar. Untungnya Clea tidak tampak seperti pembuat onar atau ia akan memikirkan seribu alasan untuk membatalkan perjodohan.
"Haruskah aku menganggapnya sebagai pujian?"
"Masih terlalu dini untuk menganggapnya sebagai pujian."
Clea menaikan sebelah alisnya. "Apakah berarti di kemudian hari kau akan lebih sering memujiku?" Ia tidak ingin kehilangan momen untuk menggoda Damian.
Damian meletakan gelas anggurnya. "Jangan berpikir terlalu jauh. Bisa saja kebalikannya."
"Haish." Clea mendesis. "Kau benar-benar menyebalkan. Aku hanya bercanda. Kenapa kau serius sekali?" Ia tidak menyangka ada manusia seserius ini. Hidupnya pasti membosankan.
Senyum kecil tersungging dari bibir Damian.
•
•
Jika ada orang yang membenci perjodohan, maka Damian berada pada urutan pertama. Mendengar kata perjodohan saja, ia benci setengah mati. Tapi entah kenapa ia justru berakhir dijodohkan dengan wanita asing yang tidak pernah dia kenal.
Clea, Clea Elisabeth Vendela.
Nona kedua keluarga Vendela.
Awalnya ia ingin membuat skema tentang pembatalan perjodohan yang seharusnya di setujui oleh Clea dan akan di eksekusi oleh gadis itu pula. Namun setelah bertemu Clea secara langsung, ia pikir gadis itu tidak buruk. Selain lugas, gadis itu apa adanya dan yang terpenting tidak merepotkan seperti gadis centil yang terkadang ia temui.
Clea juga gadis pertama yang tampak tidak memiliki harapan kepadanya. Berbeda dengan gadis lain yang berharap akan ia nikahi pada pertemuan pertama, Clea benar-benar berbeda. Gadis itu sederhana, tidak terobsesi, tidak memiliki ambisi. Gadis itu hanya tampak menilai dirinya secara fisik, mengukur dirinya yang tampak di permukaan dan tidak peduli tentang dirinya selain ketampanannya. Gadis yang mungkin akan cocok menjadi partner hidupnya untuk beberapa waktu.
Tidak materialistis dan santai.
Mendengar Clea mengatakan ia menyebalkan dan terlalu serius, mau tidak mau ia tersenyum. Kenyataannya ini hanya sebagian kecil tentang dirinya, bukan dirinya yang sebenarnya.
Sebagai seorang pebisnis, licik adalah karakter bawaannya.
Ia licik, kejam dan juga egois. Ia jauh lebih menyebalkan dari yang Clea pikirkan. Namun ia tidak berencana untuk mengatakan atau menunjukkannya.
Ia ingin Clea mengetahuinya sendiri seiring berjalannya waktu tanpa ia harus memberi tahu. Lagipula terlalu merepotkan baginya yang tidak menyukai kerumitan.
"Eh, kau tersenyum?" tanya Clea ketika melihat senyum kecil tersungging dari bibir pria tampan yang duduk di depannya.
"Ya?"
"Apa aku pernah memintamu untuk tidak melakukan itu?"
"Apa?" Damian yang semula kebingungan, semakin bingung.
"Wajahmu menakutkan jika tersenyum," ucap Clea. Damian terlalu tampan. Berapa banyak gadis yang akan jatuh di bawah kakinya jika tersenyum seperti itu? Ketampanan benar-benar racun.
Seolah Clea pantas berkata begitu, Damian mengabaikannya dan hanya menggelengkan kepala.
"Aku tidak percaya ini," Clea mulai bergumam.
"Apa?" tanya Damian sembari menatap Clea lekat.
"Maksudku, bagaimana denganku? Apakah menurutmu aku tidak buruk? Kalau aku tidak salah menebak, bukankah kau punya rencana untuk membatalkan perjodohan kita? Kau tidak berpikir kita cocok menjadi suami istri, kan?" Tanpa sadar Clea mengatakan semua yang berhasil ia tangkap dari sosok tampan di depannya, termasuk skema tentang pembatalan pernikahan. Ia tidak menduga pertemuan pertama mereka menjadi seperti ini. Maksudnya ia pikir Damian akan mengusahakan dan mengupayakan banyak hal untuk menghentikan ini.
Namun pria itu tidak tampak akan menggagalkan perjodohan. Pria itu justru tampak sangat santai. Amat, sangat santai seolah perjodohan mereka hanya hal sepele yang tidak sekalipun terlintas dalam benak.
"Aku hanya tidak menduga kau terlalu banyak bicara."
Clea berpikir sejenak. "Lupakan! Aku memang seperti ini." Clea mengibaskan tangan. "Aku hanya ingin bertanya, bagaimana kau akan membatalkan perjodohan kita? Aku tahu kau punya rencana. Apapun itu, aku akan menghargainya. Kebetulan aku sama sepertimu, tidak menyukai kerumitan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Runa💖💓
😍😍😍😍😍😍😍
2023-06-19
0