Bab 2 ~ Pertemuan Pertama

Ketidakberdayaan yang pada akhirnya memaksa gadis berparas cantik bernama lengkap Clea Vendela untuk datang ke sebuah restoran mewah di pusat Kota.

Keputusasaan juga membuat tangannya gemetar dan jantungnya berdegup kencang saat mendorong pintu kaca Restoran dan mengambil resiko untuk memasuki Entspannen Sie Sich untuk bertemu dengan seorang pria bernama Damian Adelard.

Nama restoran itu lumayan sesuai tapi tidak benar-benar meyakinkan. Maksudnya, Clea tidak menyukai nuansa yang terlampau romantis mengingat ini hanyalah pertemuan antara dua orang yang berada dalam hubungan perjodohan.

Clea tidak tahu siapa Damian. Ia tidak tahu pria seperti apa dia, apakah seperti yang Geanna gambarkan atau seperti yang ibunya gambarkan?

Apakah dia pria yang menyebalkan?

Atau.. apakah dia pria yang pandai merayu dan bertutur manis?

Apapun itu, Clea masih saja dipenuhi ketakutan. Takut akan hubungan antara pria dan wanita. Takut akan ketidakcocokan. Ketidakcocokan yang pada akhirnya tetap akan di paksakan sejauh apapun ketidakcocokan di antara ia dan Damian.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Sapaan hangat seorang pelayan menyambut kedatangan Clea sembari membungkukkan badan. Pelayan adalah seorang wanita berpostur tinggi dengan seragam berupa kemeja dan rok span.

"Saya mencari Damian Adelard," ucap Clea. Matanya melirik sekilas. Restoran tampak sepi. Lantai pertama hanya beberapa meja yang terisi. Dan dari beberapa orang itu, tampaknya mereka adalah pasangan yang sedang makan malam.

Nuansanya nyaman, damai dan tenang. Musik yang mengiringi adalah alunan piano yang di mainkan oleh seorang pria muda. Jika Clea bisa menyimpulkan, tempat ini sepertinya di peruntukan khusus untuk pasangan yang benar-benar berkencan. Kalaupun tidak, mungkin keluarga yang hangat dan penuh cinta. Benar-benar kebalikan dari Clea yang harus bertemu dengan orang asing untuk membicarakan pernikahan.

"Silahkan ikuti saya," pelayan mengantar Clea ke lantai dua.

Clea mengikuti dalam diam.

Setelah melewati beberapa meja kosong, mereka naik tangga dan setelah mencapai lantai dua, mereka tiba di suite pintu kedua.

Pintu ruangan di dorong dan pelayan mempersilahkan Clea untuk masuk.

Clea melangkah masuk kemudian pintu tertutup kembali.

Aroma anggur yang ringan dan halus mencapai hidung Clea. Gadis cantik itu mendongak dan apa yang memasuki garis pandangnya adalah siluet seorang pria.

Pria itu mengenakan setelan jas serba hitam. Di tempat duduknya, dia menyesap anggur dengan tenang saat dia berbicara di telepon.

Clea menarik napas sedikit, lalu akhirnya menghentikan tatapannya dan mempercepat langkahnya saat ia berjalan. Ia mendudukkan diri di kursi lembut di seberang pria itu, meletakkan tasnya di kursi samping dan hendak melihat ke atas ketika secara tak terduga, pria di seberangnya juga melirik pada saat yang sama.

Pria itu sangat tampan dengan mata yang dalam seperti lautan, membawa kedalaman dan kebijaksanaan yang luar biasa di dalamnya. Dia juga memiliki hidung runcing, bibir tipis, dan aura yang luar biasa mulia di sekelilingnya, namun itu cukup low-profile dan tidak ditampilkan secara mencolok. Pria itu tampak pendiam dan dia menunjukkan kelembutan dan sikap apatis.

Untuk sesaat, mereka berbagi momen linglung.

Clea dengan sangat cepat kembali ke akal sehatnya. Wajahnya yang cantik dan sedikit memerah tercengang sesaat saat kekaguman murni melintas di matanya yang jernih.

Pria ini agak karismatik.

Damian memandang Clea sekali, dan sesuatu juga melintas sebentar di matanya yang tak terduga. Ia sedikit mengangguk pada Clea saat ia berkata dengan jelas kepada orang di telepon. “Adapun cara mengatasinya, lakukan sesuai keinginanmu.” Suara rendahnya seperti cello, jauh, sangat menawan, dan sangat menenangkan telinga.

Dengan satu kalimat itu, Damian mengakhiri panggilannya.

Sebenarnya demi kencan buta kali ini, ibunya terus mengomelinya melalui panggilan telepon. Setiap tiga sampai lima menit, wanita itu akan mengingatkannya tentang pertemuan ini. Awalnya, ia ingin melarikan diri untuk bernafas, tetapi teleponnya tidak berhenti berdering.

Tak berdaya, Damian hanya bisa menghadiri pertemuan ini untuk menghentikan ibunya dari kegilaannya.

Damian menatap Clea yang duduk di depannya dengan tenang.

Gadis itu mengenakan gaun ​​dan memiliki penampilan yang halus dan elegan. Rambutnya yang panjang dan indah ditata sedemikian rupa, sementara beberapa helai tipis jatuh di dahinya dengan cara yang sulit diatur. Gadis itu memiliki mata yang jernih dan tampak cukup menawan.

"Perkenalkan, saya Clea, Clea Elisabeth Vendela. Putri kedua dari keluarga Vendela." Clea melakukan perkenalan singkat ketika ia melihat Damian menyimpan ponselnya. Clea berbicara dengan tenang. Sedikit serak kering mewarnai suaranya yang menyegarkan.

Ibunya baru saja mengatakan bahwa orang yang diatur untuk ia temui adalah anak dari rekan bisnis ayah. Ibu memberitahunya bahwa dia terlihat cukup baik dan memiliki temperamen yang baik. Untungnya dari apa yang ibu dan Geanna deskripsikan, pria itu seperti yang ibunya deskripsikan. Meski tidak ada cinta, menikah dengan orang seperti ini juga tidak akan rugi. Begitu pikirnya.

Damian dengan sopan menyajikan segelas anggur untuk Clea. Wajahnya yang tampan tampak tenang saat ia berkata, "Selamat datang, Nona Clea. Saya Damian, Damian Adelard."

Clea tersenyum. Ia mengambil gelasnya, menyesap sedikit isinya, kemudian bertanya, "Apa kau menunggu lama?"

"Tidak, aku baru saja tiba," jawab Damian sederhana. Kemudian, jari-jarinya yang panjang menunjuk ke buku menu di sampingnya. “Mau pesan sesuatu untuk dimakan? Aku tidak punya referensi. Silahkan pilih apapun yang kau suka."

Clea mengangguk pelan. Ia tahu apa artinya itu. Maksud dari kalimat kedua adalah bukan Damian yang memesan tempat ini. Menunjukkan secara langsung jika datang ke pertemuan ini bukanlah keinginannya. Namun siapa pula yang menginginkan pertemuan ini? Jika bukan karena desakan orang tuanya, Clea juga enggan datang. Jadi sebenarnya mereka memiliki nasib yang sama.

"Apa yang ingin kau pesan, Nona?" Damian mengulangi pertanyaannya.

Clea melirik buku menu sekilas kemudian dengan ringan menggelengkan kepala dan berkata dengan lembut. "Tidak perlu. Aku tidak lapar."

Sebelah alis Damian terangkat. Sebuah senyum samar muncul di bibirnya. "Karena kebetulan aku juga tidak lapar, bagaimana jika kita langsung ke intinya saja?"

Clea terkejut pada awalnya, namun detik berikutnya ia mengangguk. "Tentu saja. Lakukan apapun yang kau inginkan."

"Kalau begitu, aku akan mengatakan apa yang aku pikirkan tanpa ragu," Damian mendapatkan kepercayaan diri untuk mengatakan apa yang ada dalam pikirannya.

Meski tidak percaya diri Clea akan menerima gagasannya, namun Damian tetap akan membicarakan perihal penting yang sedari tadi ia pikirkan. Lagipula, dari cara Clea memandangnya, gadis itu juga tampak tidak ingin memiliki hubungan dengannya. Lebih tepatnya, mungkin mereka berdua berada di perahu yang sama.

"Silahkan, aku tidak keberatan."

"Apa kesan pertamamu melihatku?" tanya Damian. Ia menatap Clea, menunggu jawaban. Ia akan mencoba peruntungannya di sini. Bagus jika mereka satu pemikiran, satu visi dan satu misi, segalanya akan menjadi jauh lebih mudah.

Terpopuler

Comments

Runa💖💓

Runa💖💓

😍😍😍😍

2023-06-19

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!