Saat keluar dari dapur, Ziana tidak sengaja menabrak seseorang hingga jus jeruknya tumbah dan mengenai pakaian orang itu.
"Tc, BERANINYA KAU!!" teriak orang itu.
Ziana terkaget dan langusung mendongak melihatnya.
Deg!
'Mati aku!' ucap Zia dalam hati.
"Ma-maaf"cicit Zia saat melihat siapa orang yang telah di tabraknya.
"Hey, kau siapa? Sedang apa kau di dapur rumah ku?"tanya Arsen mengernyit heran melihat orang asing sedang berada di dapurnya.
"Sa-saya d-di su-suruh O-omah un-untuk me-membuat j-jus i-ini" ucap Zia tergagap.
"Apa kau tidak bosa berbicara dengan baik?" Ziana mengangguk.
Arsen megamati Ziana dari ujung kepala sampai ujung rambut. Dia seperti pernah melihat wanita yang sedang ada di hadapannya ini.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"tanya Arsen dan Ziana kembali mengangguk.
"Dimana?" Arsen mengangkat kepala Ziana hingga gadis itu menengadah dan menatapnya.
"Aku tidak suka jika sedang bica lawan bicaraku tidak menatapku!"
Ziana menepis tangan Arsen yang ada di dagunya. Ziana mengehela napas dalam dia tidak boleh terliht gugup atau pun lemah karena Arsen tidak akan suka. Berdasarkan info yang di dapatnya, Arsen akan sangat tertarik dengan orang yang sedikit menantang.
"Maaf. Kita bertemu di toko buka beberapa hari yang lalu."jawab Ziana menatap Arsen berani.
Arsen mengenyit, dia heran kemana kegugupan yang di tunjukkan gadis itu beberapa waktu lalu. Namun di tersenyum tipis.
"Hmm, baiklah. Sekarang buatkanlah jus yang baru buat Oma dan sekalian buatku!" ujar Arsen melihat gelas jus yang ada di nampat Zia sudah tinggal separuh.
Setelah mengatakan itu, Arsen berlalu pergi begitu saja. Ziana hanya mampu menatap kepergian pria itu.
"Bicara seperti ini saja sudah membuatku mati karena serangan jantung dan bagaimana mungkin aku bisa mendekatinya kelak. Haish.... Aku pusing ..." Zia menggerutu tak jelas. Kembali ke dapur dan membuat dua gelas jus jeruk untuk Arsen dan juga Oma Yun.
Setelah selesai, Ziana kembali pergi ke teras belakang. Di sana dia melihat Oma Yun sedang berbicara dengan Arsen, wanita paru bayah itu sesekali tertawa mendengar candaan yang di lontarkan oleh sang cucu.
"Oma..."panggil Ziana. Oma Yuni dan Arsen pun menoleh ke sumber suara.
"Ziana, sini - sini Oma kenali sama cucu oma yang tampan ini" kata Oma Yuni.
Ziana mendekat dan meletakkan nampan yang dibawa nya ke atas meja kecil yang ada di samping kursi roda Oma.
"Ziana ini cucu Oma pertama, namanya Arsen dan dia adalah cucu laki - laki oma satu -satunya dan Arsen ini Ziana perawat baru oma." kata Oma, bukannya merespon ucap Oma, Arsen malah menatap lurus memandang taman bunga yang ada di hadapannya.
Melihat Arsen yang hanya diam, Ziana pun menyela dan memberikan jus kepada Oma.
"Ini oma jus nya" Ziana memberikan segelas jus untuk Oma Yuni.
"Dan ini buat mu!" Ziana meletakkan segelas jus ke depan Arsen. Pria itu hanya diam dan terus menatap kearah taman bunga yang ada di hadapannya.
"Arsen! Kamu jangan bersikap seperti itu pada Ziana. Dia adalah orang yang akan membantu pemulihan Oma dan kamu harus bersikap baik padanya!" tegur Oma Yuni, saat melihat sikap dingin Arsen.
"Oma, ini saya juga membawakan cemilan. Apa Oma mau?"tawar Ziana, Oma mengangguk dan Ziana pun membuka toples itu dan memberikan pada Oma Yuni.
"Apa kamu juga mau?"Ziana pun menawarkannya pada Arsen.
"Tidak."
"Sudahlah Ziana, kamu tidak usah menawarinya lebih baik kamu yang memakannya, biarkan saja dia" ucap Oma Yuni.
Ziana tersenyum mendengar ucap Oma Yun.
"Apa kamu sedang mengejekku?"tanya Arsen saat melihat senyuman itu.
"Tidak, siapa yang tersenyum"elak Ziana, Arsen menatap Ziana tajam.
Oma Yun tersenyum melihat mereka berdua, baru kali ini dia melihat cucunya mau berdebat dengan seorang wanita. Biasanya Arsen tidak terlalu peduli dengan siapa perawatnya. Tapi yang kali ini, cucunya terlihat sedkit tertarik.
Mereka pun menghabiskan waktu yang cukup lama di terasa belakang. Arsen begitu banyak bertanya pada Ziana, pria itu seolah sedang mengintrogasi Ziana. Walau sedikit merasa gugup dan tertekan, tapi walau pun begitu Ziana berusaha bersikap tenang.
Pukul 5 sore Ziana pun berpamitan untuk pulang, dan dengan berat hari Oma Yuni pun melepaskan kepergian Ziana.
"Apa besok kamu akan ke sini lagi?"tanya Oma Yun.
"Tidak Oma, lusa baru aku akan kembali."balas Ziana.
"Kenapa kamu tidak kesini setiap hari saja atau kalau perlu kamu tinggal di sini saja" kata Oma Yun.
Ziana tersenyum. " Oma ada - ada saja, ya sudah saya pergi dulu. Dan soal makanan Oma Saya sudah memberikan daftar makanan yang boleh dan tidak boleh oma makan sama pelayan" Oma Yun tersenyum mendengar Ziana yang begitu memperhatikan penyakitnya.
"Thank you nak"
"Oma tidak usah berterima kasih karena itu sudah menjadi tenggung jawabku"balas Ziana.
"Saya pamit ya" Ziana mencium tangan Oma Yun.
"Hati - hati, O iya kamu akan di antar sama supir ya"
"Tidak usah Oma, aku membawa sepeda"
Oma yun pun mengangguk, memperhatikan kepergian Ziana sambil tersenyum.
Arsen yang baru turun dari lantai atas pun melihat Oma sedang berada di depan pintu. Arsen pun menghampirinya.
"Oma sedang apa di sini?"tanya Arsen.
"Oma baru saja mengantarkan Ziana pulang." jawab Oma Yun.
"Ayo kita masuk" Arsen membawa Oma yun masuk kedalam rumah, dan mengantarkan Oma kembali kedalam kamar.
"Oma istirahatlah, Oma pasti lelah karena sudah lama duduk"kata Arsen.
"Kamu benar, punggung oma rasanya snagat sakit"
"Kalau begitu ayo Ars bantu untuk naik keranjang" Dengan perlahan Arsen membantu Oma.
"Istirahatlah Oma" Arsen pun menyelimuti Oma.
"Thank you Ars" ucap Oma.
Arsen mengecup kening Oma Yun, "Ars keluar sebentar, ada urusan" ucap Arsen berpamitan. Oma yun mengagguk paham.
"Hati - hati ya" Arsen mengangguk.
Arsen memindahkan kursi roda Oma, kemudian berlalu pergi meninggalkan kamar Oma.
~_~
"Sudah kubilang jangan sampai ada kegagalan!" Suara itu memecah keheningan.
"Ma- maaf tuan!"
"Maaf? Maaf kau bilang!!"
"DOR!!!"
"ARRRGGGHHH!!"teriakan kesakitan pun menggema di dalam ruangan gelap yang hanya di terangi oleh lampu 5 watt.
"Itu lah bayaran dari kata maaf yang kau ucapkan tadi"
Semua orang yang menyaksikan itu hanya bisa bungkam, mereka tidak bisa berbuat apa - apa. Karena di hadapan mereka sekarang bukanlah orang yang bisa diminta kasihani.
"Ma- maaf tuan, maaf kan aku!" ucap Seto yang berusaha menahan rasa sakit di kakinya.
"Dengar ini adalah peringatan untuk kalian semua! "ucap Arsen . Arsen melihat semua anak buahnya tertunduk.
"Angkat kepala kalian!!!"perintah Arsen dengan suara kerasnya.
"Kali ini aku baru menembak kakimu, lain kali jika kau melakukan hal yang sama lagi, peluru ku ini akan menembus kepalamu itu!!" ucapnya .
Arsen kembali menyimpan pistolnya kedalam saku celananya.
"Aku beri waktu 2 hari, kalian harus bisa mendapatkan alat itu!" setelah mengatakan itu, Arsen pun langsung berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Bram pun mengikutinya dari belakang. "Apa kau sudah mendapatkan apa yang aku perintahka tadi?"
Bram mengangguk.
"Awasi dia terus!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments