Meskipun matanya masih sangat terasa berat untuk membuka, mau tidak mau Biru harus bangun. Dia mengucek matanya, tangannya meraba-raba sekitarnya, mencari ponselnya. Terlihat jam 6 pagi di layar ponselnya.
Biru mengubah posisinya menjadi duduk, lalu menyeret langkahnya menuju kamar mandi. Inilah dia, jika keluarganya meminta untuk segera rapat keluarga, maka dia pun aku nurut. Biru mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower dengan air hangat itu. Lumayan, mengusir rasa kantuknya yang terasa berat. 15 menit dia berada di sana, kemudian dia keluar kamar mandi dan berganti baju dengan celana pendek dan kaos lengan pendek. Untung saja hari ini dia tidak ada kuliah, jadi setelah ini dia akan kembali tidur setelah semua kembali baik-baik saja.
Biru menuruni anak tangga, dikiranya semua masih pada sepi. Tapi nyatanya semua sudah bersiap di ruang makan. Papanya sudah siap denga setelan jasnya, yap…Papanya tetap kerja hari ini. Bundanya yang cantik sudah sangat cantik seperti biasa meskipun nggak kemana-mana. Dan deretan bangku lainnya, abangnya dan juga Rendra juga sudah bersiap untuk sarapan.
Biru mendekati mereka, menarik kursi yang ada di samping Kawa, lalu duduk. Mereka memulai sarapan masing-masing. Seperti biasanya, Biru lebih suka sarapan roti selai dan susu.
Waktu yang dinanti tiba, inilah waktu eksekusi buat Biru. Semua kembali berkumpul di ruang keluarga.
“Jadi, sudah Papa pasrahkan semua ke abangmu, tidak ada penolakan. Kalau kamu menolak, maka Papa akan membiarkan mereka membuat laporan buat kamu, biar kamu dipenjara,” ancam Papanya.
“Paaa….,”
“Papa mau berangkat kerja, Papa nggak mau setelah ini ada keributan lagi,” ujar Saga sembari berlalu, Ganis pun mengikuti langkah suaminya. Mengantarnya hingga ke depan.
“Baaaang,” Biru merajuk.
“Jadi bagaimana Rendra,?” tanya Kawa pada Rendra yang masih menahan kantuk. Terlihat beberapa kali dia mengusap wajahnya dengan tangan kanannya.
“Kalau bukan karena permintaan Om Saga, aku nggak bakalan bangun sepagi ini demi bocil ini,” Rendra menatap Biru gemas. Biru mengerucutkan bibirnya. Segarang-garangnya Biru saat di luar, dia tetaplah adik manis bagi Kawa dan juga Rendra.
“Jadi mau tidak mau, kamu harus mulai mengubah ritme hidup kamu, kalau perlu putisin pacar kamu,” langsung saja Rendra memberikan keputusan. Kawa menahan tawanya.
“Ih ogah…emangnya abang siapa berani ngatur-ngatur aku,?” Biru protes.
“Bodyguard harga mati,” Kawa menambahkan, wajahnya nampak serius sekali. Dia juga tidak mau terjadi apa-apa dengan adiknya suatu saat nanti. Toh ini juga untuk kebaikan adiknya.
“Nggak mau bang,” Biru jelas saja protes, karena jika nanti ada bodyguard maka dia tidak akan bisa bebas melakukan hal-hal yang dia senangi. “Dan juga, aku nggak mau putus dari Mario!.” tegasnya. Kedua tangannya dilipat di dada sambil memasang wajah kesal.
“Kalau gitu semua fasilitas dicabut dan kamu akan dibiarkan Papa untuk dibawa ke ranah hukum dari kasus yang kemarin,” ancam Kawa. Biru menelan ludahnya, kicep sudah jika sudah membahas masalah ini. Fasilitas dicabut? ah tidak, itu sama dengan dia bunuh diri. Tidak…tidak, dia tidak akan bisa kemana-mana. Lalu dia akan
dilaporkan? what? cewek secantik dia harus masuk penjara? NO!
Biru menggelengkan kepalanya, membayangkan dia gembel dan menjadi gadis cupu karena nggak punya uang, nggak bisa kemana-mana dan dipenjara.
“Pilih mana,?” Kawa memberikan ultimatum.
“Ok…ok…,” Biru mengangkat kedua tangannya. “Satu, aku tetap nggak mau putus sama Mari. Dua, aku nggak mau semua fasilitas dicabut, dan Tiga….kalaupun ada bodyguard, biar aku yang pilih sendiri,”
Kawa mencerna kalimat adiknya.
“Tunggu….maksudmu yang ketiga,?” Kawa memicingkan matanya.
“Iya, bolehkan aku milih bodyguardku sendiri,?” Biru memberikan syarat.
“Nggak,” sahut Rendra.
“Ih bang Rendra,”
“Kenapa sih,?” tanya Rendra penasaran.
“Ok, terserah kalian maunya gimana, yang jelas tolong itu bodyguard jangan sampai tampan,” ujarnya lirih.
“What? kenapa? kamu takut jatuh cinta,?” tanya Rendra sambil menahan tawa, Biru bersungut-sungut. Sesungguhnya dia nggak mau jika Mario akan cemburu padanya karena berdekatan dengan laki-laki tampan.
“Bukan,” Biru kembali melengos sambil bersedekap.
“Ok gini saja, hari ini kita share lowongan, besok audisi,” putus Kawa. Biru mengulurkan tangannya.
“Deal,” ucap Biru senang, lalu tersenyum.
Ternyata tidak semenakutkan apa yang dibayangkan, nyatanya hanya Kawa dan Rendra yang memutuskan hukuman ini, iya bagi Biru ini adalah hukuman. Tidak apa, toh dia bisa memilih bodyguard siapa yang akan dia pilih.
Biru mondar-mandir di dalam kamarnya, rasa kantuk yang mendera sejak tadi mendadak hilang begitu saja. Dia sedang memikirkan bagaimana caranya agar bodyguard yang akan terpilih nanti itu sesuai “pesanan”. Biru menjentikkan tangannya.
“Aha,” Biru mengambil ponsel yang tergeletak di ranjangnya.
“Rooosss” Biru memanggil nama sahabatnya itu dengan suara kencang.
“Sorry Bi…kemarin itu,”Ros mencoba menjelaskan duduk permasalahan kemarin. Dia meyakini bahwa Biru akan
memarahinya perihal masalah kemarin yang membuat Biru kena sidang keluarganya.
“Sudah…bahas besok saja, yang penting sekarang bantuin aku secepatnya,” gumamnya. Biru menceritakan dari awal hingga akhir permasalahan yang sedang dia alami dan meminta Ros untuk mencarikan orang yang sekiranya bisa menjadi bodyguard bonekanya.
“Siaaaap,”jawab Ros sigap. Dia senang karena Biru tidak memarahinya. Untuk permintaan Biru, dia akan segera menyiapkan orang yang akan dia bawa sebagai salah satu kandidat calon bodyguard Biru nantinya. Dia sendiri tidak bisa membayangkan jika Biru punya bodyguard khusus, maka mereka tidak akan bebas kemana-mana.
Biru memungkasi panggilannya, melemparkan ponselnya di ranjang. Lalu melemparkan dirinya ke atas ranjang dengan bahagia.
“Apa sih yang nggak bisa aku selesaikan?,” Biru mengambil guling dan memeluknya dengan erat. “Biru gitu loh,” Biru sangat bahagia, memuji kepintarannya. “Bodyguard? apa itu?” gumamnya.
Sementara itu di ruang yang lain, Rendra sedang duduk di kursi di hadapan Kawa. Mereka sedang
berunding menentukan syarat-syarat yang akan diajukan untuk menjadi bodyguard Biru.
“Kamu yakin,?” tanya Rendra. Kawa nampak sedang berpikir keras di hadapan laptop. “Buaya jangan sampai dikadalin,” gumamnya sambil tersenyum.
Rendra tertawa mendengar penuturan Kawa, benar juga.
“Adikku tidak akan berdiam diri saja, pasti dia sedang merencanakan sesuatu,” imbuh Kawa. Dia sangat kenal dengan adiknya, dan dia yakin adiknya akan merencanakan sesuatu.
“Ok, kita juga nggak boleh kalah cerdik dari adikmu yang memang cerdik itu,” Rendra tak mau kalah.
“Iya makanya, kamu cari sana yang mumpuni,”
“Ok siap, aku ada sih kenalan yang sekiranya ok buat jadi kandidat, semoga saja suka,”
“Ya kalau kamu merasa ok, aku percaya saja padamu,” Kawa mempercayai Rendra.
“Hanya saja mungkin tidak ok buat Biru,” Rendra tertawa penuh rahasia. Kawa meninggalkan laptopnya sejenak, melihat Rendra dan lalu ikut tersenyum penuh arti.
“Selama ini baik untuknya, biarin aja,” pungkasnya.
Rendra mengacungkan dua jempol tangannya ke atas. Intinya mereka akan menyiapkan beberapa skenario untuk Biru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments