Hiruk pikuk terdengar begitu riuh, Biru berteriak kegirangan saat menyaksikan sang pujaan hati memenangkan balapan malam ini.
“Congrats beb…,” ujar Biru sembari memberikan acungan 2 jempol untuk Mari, Mario mendekatinya dan mencium puncak kepala Biru.
“Kita party,” ujar Mario. Sean dan Lukas nampak sangat senang dengan kemenangan ini, karena itu artinya dia memenangkan taruhannya.
“Siaaap,” ujar Sean dan Lukas. Sementara Biru pun akan dengan senang hati ikut party bersama Mario dan gengnya. Mario merangkul Biru dan mengajaknya untuk segera pergi. Begitu dia masuk mobil, terdengar ponsel Biru berdering.
“Sebentar beb, ada yang telfon nih,” ujar Biru mencari ponselnya yang dia letakkan di tasnya.
“Siapa,?” tanya Mario sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Paling juga Ros, kalau nggak gitu Luna,” Biru belum berhasil mengeluarkan ponselnya dari tas.
Bunda Calling….
“Hah Bunda…ngapain malam-malam telpon,?” dahinya berkerut, dia merasa heran saja. Karena sore tadi dia sudah bilang ke Bundanya bahwa dia akan tidur di apartemen.
“Iya Bun…” Biru pura-pura menggunakan suara parau khas bangun tidur.
Hampir 2 menit Biru mendengarkan suara di balik ponsel. Suara penuh kekhawatiran, terdengar juga
suara parau Bundanya yang menahan tangis. Membuatnya seolah tidak bisa berkata-kata.
“Aku harus balik nih beb,” ujar Biru dengan cemas.
“Kenapa.?”
“Nyokap nyariin nih,” Biru menggigit bibirnya.
“Yah…nggak asyik banget sih kamu,” Mario berdecak kecewa. Biru segera merapatkan kepalanya di lengan Mario yang sedang menyetir.
“Maaf beb…bukan gitu maksudku, tapi gimana lagi,”Biru mengusap lengan Mario dengan lembut. Tidak ada jawaban dari Mario, dia benar-benar kecewa dengan apa yang terjadi.
Sudah ada Saga, Ganis, Kawa, dan juga Rendra. Rendra adalah sahabat Kawa yang kebetulan malam ini mereka berada di rumah. Mereka sedang berada di ruang keluarga dengan wajah yang berbeda-beda.
“Benar-benar,” gerutu Saga dengan wajah penuh kesal dan amarah.
“Sabar mas,” Ganis menenangkan.
“Jadi apa rencana kita selanjutnya?, aku sudah nggak tahan lagi dengan anakmu itu, ampun,” Saga yang biasanya tenang, pendiam, kalem. Kini mendadak hopeless melihat semua perilaku putrinya itu. Benar-benar berandal kecil. Suka mabuk, suka balapan, dan terakhir malah mukulin anak orang. Benar-benar membuatnya pusing.
“Kita batasi pergerakannya Pa,” usul Kawa, wajahnhya nampak lelah karena baru jam 10 tadi dia sampai rumah, harusnya malam ini dia istirahat, karena ulah Biru lah yang membuatnya dan Rendra tertahan untuk sementara waktu istirahatnya.
“Iya om, mungkin akan ampuh untuk Biru,” imbuh Rendra, dia duduk di samping Kawa.
“Kita sewa bodyguard saja Pa,” Kawa memungkasi.
Saga dan Ganis saling melihat, mungkin saja ini adalah salah satu alternatif. Mereka sudah gedek dengan perilaku Biru, tidak ditoleransi lagi karena sudah bertengkar dan berkaitan dengan fisik hingga akan dilaporkan ke pihak yang berwajib gegara mencakar gadis berambut cepak yang ternyata Bapaknya itu kolega dari Saga, Papanya. Hal itulah yang membuat Saga meradang.
Suara derum mobil terdengar karena kesunyian malam. Pertanda sang tersangka sudah tiba di rumah. Biru turun dari mobil dengan sedikit deg-degan, dia sudah berganti baju dari apartemen. Dari baju sexynya menjadi piyama manis berwarna biru navy, wajahnya juga sudah tidak ada lagi make up yang menempel, rambutnya dikuncir ringkas begitu saja agar terkesan dia benar-benar bangun tidur.
Biru memasuki rumahnya yang nampak lengang, seolah tidak ada penghuni. Dia melangkah santai, begitu tiba di ruang keluarga. Beberapa pasang mata benar-benar sedang menghujamnya, semua mata memandang dirinya.
“Bun…Papa…Abang, bang Kawa…” gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal itu.
Ganis menepuk sofa kosong yang ada di sampingnya, meminta putrinya duduk di sana. Biru melirik jam yang ada di dinding, sudah jam 2 pagi. Gila saja mereka semua belum tidur. Ada apa gerangan?
Biru menurut dan duduk dengan manis di samping Bundanya.
“Ada apa bun,?” bisik Biru pada Bundanya dengan wajah tanpa dosanya. Dia masih berpura-pura polos. Senyum begonya pun keluar.
“Dari mana kamu,?” tanya Saga dengan suara tegas namun kalem itu.
“Itu Pa…dari apartemen, selepas kuliah sore tadi lanjut keluar sebentar sama teman-teman, lalu pulang ke apartemen, ini saja baru bangun,” Biru menguap, menguatkan jika dia masih mengantuk. Tapi sebenarnya dia belum tidur sama sekali.
“Dari mana,?” kembali Papanya mengulang pertanyaan.
“Dari apartemen Pa,” Biru masih berbohong.
“Dek…,” Kawa memanggil adiknya dengan suara datar, matanya seolah sedang menguliti adiknya walau tanpa marah. Dan kini semua mata tertuju padanya, Biru menunduk. Tangannya saling meremas, dia sedang diadili.
“Dari mana,?” Ganis berbisik lirik sambil mengusap punggung Biru dengan lembut.
“Bun…,” jawab Biru. Ganis mengangguk, dengan tatapan mata dia berharap putrinya akan jujur dengan apa yang telah dilakukannya. “Bunda…aku kan sudah besar, jadi…,”
“Jadi bisa berbuat sesukamu,?” tanya Papanya dengan nada agak tinggi, jarang sekali Papanya marah. Dan sekalinya marah bisa membuat semua bergidik.
“Mas…tenang mas…,” Ganis mengingatkan.
“Kamu tahu? apa yang sudah kamu lakukan? siapa yang mengajari kamu bar-bar seperti ini,?” ujarnya. Biru masih menunduk.
“Benar kamu sudah adu fisik dengan seorang gadis,?” Bundanya mencoba menggali informasi.
“Siapa Bun,?” Biru mencoba mengingat, dan akhirnya dia paham arah pembicaraan ini.
“Dia yang mulai duluan,” gumamnya membela diri, dasar sialan. Kenapa ceritanya jadi berbeda.
“Dan kamu nggak tidur di apartemen, tapi kamu kluyuran,” imbuh Kawa menambahkan.
“Enggak bang,” kilah Biru.
“Tadi barusan aku dan abangmu nyari teman kamu, Ros dan Luna. Mereka bilang kamu nggak ke kampus sore ini, dan mereka juga nggak tahu kamu kemana, mau ngeles apalagi dek,?” Rendra ikutan gemas melihat Biru. Dia sudah menganggap Biru seperti adiknya sendiri.
Biru tak bisa berkutik sama sekali, benar-benar semua sedang mengadilinya. Tidak ada pembelaan yang bisa dia lakukan sekarang ini.
“Jadi semua kita bicarakan besok pagi, sekarang kamu masuk kamarmu,” titah Papanya. Biru tidak menjawab apapun, dengan langkah kesal dia meninggalkan mereka dan naik ke atas tangga menuju kamarnya.
Ganis mengelus pundak suaminya, “Sabar mas…kita cari jalan keluar yang terbaik untuk Biru, semua masih bisa diarahkan.”
“Aku heran kenapa dia bisa seliar itu,” Saga menggelengkan kepalanya.
“Kalian istrirahatlah, kita bahas besok pagi,” perintah Biru pada Kawa dan Rendra. Mereka mengangguk dan menuju kamarnya masing-masing.
Biru menghempaskan tubuhnya di ranjang empuknya tanpa membersihakn diri lagi, dia benar-benar
malas. Bisa-bisanya gadis itu mengaduk ke bapaknya.
“Sialan,” gumamnya sambil melihat layar ponselnya dengan posisi telentang dengan kaki menjuntai ke lantai.
Biru tidak bergegas tidur, dia membuka media sosialnya dan di sana terlihat Mario sedang memposting foto Mario dengan teman-temannya sedang tertawa bahagia. Biru tersenyum kecut, dari awla pacaran wajahnya tidak pernah sekalipun nampang di media sosial Mario si pujaan hati.
Biru menutup ponselnya, melemparkannya di ranjang atas. Lalu dia menarik guling, memeluknya dan akhirnya tertidur. Berharap tidak segera pagi, karena pagi nanti dia akan mendapatkan banyak hal, contohnya ceramah gratis lagi. Benar-benar menyebalkan bagi Biru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
JADI WWNITA KOQ LIAR BANGET, SI SAGA SALAH DIDIK. TRLALU DIMANJA DGN UANG.. KURANG DIDIKN AHKLAK..
2024-04-15
1
nana
lanjut thor....
2023-05-11
1