“Gila lo pada, kenapa nggak bilang kalau dosennya nggak ada sih?” Biru menyembur Ros dan Luna, sahabatnya. “Gara-gara aku gugup, nih dapat surat cinta lagi akutuh,” Biru mengeluarkan surat tilang yang dia letakkan di tasnya. Sudah berpuluh kali dia mendapatkan surat cinta itu, dan berpuluh kalinya dia mendapatkan cermah gratis dari Bundanya, sedangkan Papanya mah sudah angkat tangan.
Gantian abangnya yang menceramahinya, namun tetap saja tidak dia gubris. Dia anggap sebagai angin lalu saja, baginya ditilang ya ditilang saja. Tidak akan menghabiskan uang sakunya barang sehari. Amaaan….
“Weh…ketilang lagi, nggak bosen apa nilang lo mulu,?” ujar Ros, si gadis berambut lurus sebahu itu.
“Bodok ah mungkin petugasnya suka sama gue,” gumam Biru. Yang nyatanya itu enggak sama sekali, karena dengan kedipan matanya yang penuh pesona pun tadi tidak mampu meluluhkan hati bapak petugasnya. “Gue mau ke toilet dulu,” Biru bangkit dari kursinya.
“Mau ngapain?” tanya Luna.
“Sarapan, gila lo pada emang ya pertanyaannya, nggak mutu dan nggak berfaedah,” Biru meninggalkan Luna dan Ros, tapi akhirnya mereka membuntuti Biru yang sudah mendekati pintu kelas.
“Tungguu…ikut, mau touch up,” ujar Ros dengan centilnya.
Tiga cewek cantik, tapi tetep ya itu ketua gengnya adalah Biru. Nggak ada obat, betapa terkenalnya dia seantero kampus ini. Mereka mengenal siapa Biru, dari keluarga mana Biru berasal dan juga wajahnya yang rupawan menambah daya magis buat kaum adam mendekatinya.
Biru mematut wajahnya di cermin, memperbaiki lipstiknya.
“Nanti malam jadi kan,?” tanya Luna si gadis berambut lurus panjang, tak kalah cantik, tak kalah seksi. Mereka bertiga benar-benar menguasai kampus.
“Jadi lah,” jawab Biru.
Iya, ini adalah kebiasaan Biru dan gengnya untuk sekedar party. Tiada hari tanpa party, tiada hari tanpa senang-senang dan hura-hura. Bernar-benar mereka merasa menikmati masa mudanya dengan bahagia tanpa beban hidup. Mereka bertiga adalah anak orang kaya, jadi untuk urusan finansial, mereka tak pernah ada masalah.
Hampir tiap hari Biru pulang dinihari, bahkan sampai subuh pun pernah. Terkadang untuk menghindari omelan dari keluarganya, Biru menginap di salah satu apartemennya dan bilang jika dia sedang mengerjakan tugas kelompok. Bukan hal yang sulit baginya.
Kartu kredit aman, no limit. Benar-benar Biru hidup dalam gelimang harta.
“Party sampai pagiiii,” ujar Biru pada teman-temannya.
Benar saja, karena terbiasa menghilang setelah kuliah usai. Biru membawa baju ganti yang akan dia
kenakan untuk pergi ke club nanti. Dengan tanktop warna hitam dan juga celana di atas lutut menambah kesan sexynya, begitu juga dengan Ros dan Luna.
Suara dentuman musik memekakkan telinga. Mereka sudah berada di area club malam, musik dari DJ pun benar-benar membuat mereka lupa daratan. Tidak lengkap rasanya jika mendengar dentuman musik tanpa minum-minuman cap oleng.
Biru menepi dan duduk di kursi yang menghadap bartender, gelas sloki sudah diisi untuk ketiga kalinya.
“Hai…sendirian aja nih?,” gumam seorang laki-laki muda yang duduk di sampingnya, Bitu hanya melirik sebentar lalu mengabaikannya. Siapa cowok yang nggak ingin menggodanya? hampir semua yang ada di sana mencoba peruntungan untuk bisa dekat dengannya.
Biru meneguk minuman cap olengnya lalu meletakkan gelasnya, dan tanpa menghiraukan cowok yang menyapanya. Biru bergegas kembali ke lantai untuk berjoget bersama teman-temannya. Cowok itu menatapnya sambil menyeringai sinis.
Di tengah asyiknya berjoget, Biru menyenggol tubuh seseorang, dan itu seorang gadis juga, tapi bukan Rosa tau Luna.
“Kalau mau asyik-asyik nggak usah senggol-senggol orang donk,” ujar gadis dengan rambut cepak itu, tato memenuhi lengan kanannya.
“Apaa,?” Biru berteriak, karena dia tidak mendengar suara dari gadis itu.
“Budeeeek lo ya….?” pekik gadis berambut cepak itu.
“Kenapaaa,?”
“Lo itu nggak usah senggol-senggol,!” gertaknya, kali ini Biru mendengarnya.
“Gue nggak sengaja, sorry,” ucap Biru santai, tubuhnya masih saja mengikuti alunan musik keras itu.
Tiba-tiba tangan gadis berambut cepat itu menarik tangan Biru dan mengajaknya menjauh dari lantai party.
“Eh…eh…kenapa ini,?” Biru mencoba menarik tangannya, mencoba melepaskan dirinya cari cengkraman gadis itu.
“Nih gue ingetin, lo anak baru kemarin sore nggak usah merasa sok jago ya di sini,!” ujarnya sambil mengacungkan jari telunjuknya, dekat wajah Biru.
“Eh…lo jangan nyolot ya, gue nggak sengaja dan gue sudah minta maaf, lagian lo juga nggak kenapa-napa,” Biru nggak mau kalah dan ikut ngegas.
“Eh belagu benar nih anak kemarin sore,” gadis berambut cepak itu menarik rambut Biru dan mencoba membanting Biru. Karena Biru bukan anak yang alim dan kalem, dia pun tak mau kalah. Dia ikut menjambak rambut gadis itu, meskipun agak susah karena rambutnya cepak. Kukunya yang panjang berhasil mencakar pipi gadis itu.
“Auwww,” pekik gadis itu. Menyadari tangannya sudah melukai pipi gadis itu, Biru tertawa menyeringai.
“Hah…masih berani lo lawan gue?” Biru masih mencengkeram rambut gadis itu. Gadis itu yang ternyata kewalahan melawan Biru masih mencoba meraih rambut Biru dan ingin menarik sekuatnya.
“Hah…nggak bisa…nggak bisa, lo itu keciiiil….kalah nih sama aku,” Biru merasa senang karena dia dianugerahi tubuh tinggi semampai.
Akhirnya Biru mendorong tubuh gadis berambut cepak itu mudur, dan akhirnya gadis itu tersungkur dengan wajah berdarah karena cakaran Biru.
“Lo nggak usah cari masalah sama gue,” gertak Biru sambil berdiri di depan gadis yang masih terduduk itu. “Pergi sono sebelum nyawamu melayang di tangan gue,” ujarnya mengusir gadis itu. Merasa lawannya tidak sepadan, gadis itu pun ngeloyor pergi sambil menahan amarah di hatinya.
Biru baru saja keluar dari toilet, membersihkan tangannya serta membasuh wajahnya. Untung saja dia dalam kondisi sadar, jika dalam kondisi mabuk, dia tidak akan bisa mengalahkan gadis itu, Meskipun kecil tetapi tenaganya kuat juga. Biru menata rambutnya yang acak-acakan karena ditarik oleh gadis yang tadi.
“Brengs*k banget tuh cewek,” gumamnya sambil menyisir rambutnya menggunakan tangan.
“Dari mana aja lo,?” Ros mendapati Biru baru saja keluar toilet.
“Iya, kita cari-cari. Kirain lo udah balik duluan,” imbuh Luna. Biru melihat kedua sahabatnya itu bergantian.
“Tuh ngeberesin kutu,” jawab Biru enteng.
“Hah kutu,? siapa maksud lo,?” tanya Ros heran, dia mengikuti langkah Biru meninggalkan toilet.
“Yok balik yok,” ajak Biru. Luna dan Ros pun mengikuti apa perintah Biru dengan patuh. Mereka berpapasan dengan gadis berambut cepak yang tadi, masih berada di area parkir. Biru menatap gadis itu dengan sinis, begitu juga gadis itu.
“Lo ada masalah sama dia,?” tanya Ros.
“Kenapa emang? dia duluan yang cari gara-gara,” Biru menjawab, tangan kanannya membuka pintu mobil. Ros juga membuka pintu mobil depan, sedangkan Luna mengekor di barisan belakang kursi kemudi.
“Dia itu anak dari salah satu pengusaha yang ada di sini,” ujar Ros dengan mimik serius.
“Serius lo Ros,?” tanya Luna.
“He em,” Ros mengangguk.
Tapi Biru nampak santai-santai saja. Toh dia tidak akan takut walau dia anak siapa, karena dia merasa tidak salah.
“Semoga nggak ada laporan aneh-aneh setelah ini,” Ros berharap walau hatinya merasa cemas.
“Udah…aman…lagian dia yang cari gara-gara,” Biru memang nggak ada lawan.
Tepat jam 3 pagi mobil mereka meninggalkan area club malam, mereka memutuskan untuk menginap di apartemen Biru. Dan alasan yang dia gunakan adalah mengerjakan tugas. Yap…salah satu alasan yang sangat ampuh.
Semoga suka....please bantu like dan vote ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments