Suara kayu pecah dengan keras saat tangan besar makhluk itu menghantam lemari, menghancurkan rak dengan sekali pukul. Aku meluncur ke arah tumpukan buku, berusaha menyelamatkan diri dari kehancuran yang mengancam.
Tatapan makhluk tanpa wajah itu langsung mengarah padaku. Dengan teriakan mengerikan, monster itu seolah menandakan bahwa aku adalah mangsanya. Dalam keadaan berbahaya, rasa lelahku seolah menghilang, digantikan oleh dorongan untuk bertahan hidup.
Perpustakaan yang luas, seukuran lapangan sepak bola, dipenuhi lorong-lorong rak buku. Aku memaksa diriku berdiri, kaki yang gemetar ku paksakan untuk berlari.
“Tidak! Aku tidak ingin mati di tangan monster itu!” teriakku dalam hati, berlari secepat mungkin melalui lorong-lorong yang dipenuhi buku.
Napasku memburu berat, dan monster itu seperti mesin pembunuh yang tak henti mengejarku. Setiap langkah monster itu membuat angin kencang bertiup, memadamkan lilin-lilin di sekitarnya.
“Aku harus membuang buku ini. Ini berat dan tidak berguna!” pikirku sambil berlari, berusaha menyingkirkan buku aneh yang ku bawa.
Namun, perbedaan fisik antara monster dan manusia jelas tak tertandingi. Dengan kekuatan yang melebihi batas akal sehat, monster itu semakin mendekat dengan kecepatan yang mengerikan.
Tiba-tiba, aku terhempas ke rak buku. Darah mengucur dari mulutku, dan kepalaku berputar hingga aku terjatuh ke lantai. Dalam keadaan lemah dan berlumur darah, aku melihat monster itu mendekat dengan kemarahan yang membara.
“Cepat bunuh aku jika kau harus!” teriakku pasrah, kepala ku tergenggam erat dalam cengkeraman monster. Aku merasa kepalaku akan hancur.
Dalam kesakitan yang luar biasa, tiba-tiba buku itu mengeluarkan cahaya biru yang terang, seperti api biru yang perlahan melayang di samping wajahku. Monster itu terhenti, terpesona oleh cahaya biru yang menyilaukan.
Buku tersebut mulai membuka lembarannya dengan cepat, menyebarkan cahaya yang begitu terang hingga membuat mataku sulit terbuka. Dalam sekejap, genggaman monster itu menghilang, lenyap seiring dengan cahaya yang membesar.
Nama ku Arsyad, seorang pekerja kantor berusia 20 tahun yang ironisnya tidak memiliki apa-apa. Setelah melalui kejadian mengerikan itu, aku tak sadarkan diri dan merasa seolah tenggelam dalam lautan hitam penuh kehampaan. Tangan dan kakiku terasa mengapung dalam kegelapan. “Apa aku mati? Aku tidak ingin mati...” aku berdoa dalam hati, memikirkan tanggung jawabku yang belum terpenuhi di rumah.
“Ahh, aku tidak sempat menyiram tanaman dan memberi makan kucingku,” aku berdoa dalam hati, menginginkan kesempatan hidup kembali.
Harapan akan kehidupan lenyap, terhanyut dalam gelapnya lautan. Keheningan dan rasa gelisah bercampur menjadi satu, sampai tiba-tiba suara misterius bergema dalam pikiranku, “Terima kasih telah menyelamatkan ku.”
“Siapa yang berbicara? Apakah ini malaikat?” aku bertanya, lelah.
“Kamu belum mati,” suara misterius itu menjawab.
Aku kebingungan dengan pernyataan itu. “Apa maksudnya, belum mati?” aku bertanya.
“Aku akan memulihkan jiwamu dan menghidupkannya kembali,” kata suara itu.
Namun, sebelum aku bisa menjawab, suara itu terputus. “Tetapi,” lanjutnya dengan nada misterius, “kau akan hidup di dunia yang seperti neraka. Oleh karena itu, ubahlah dunia itu menjadi tempat yang kamu inginkan.”
Cahaya biru besar muncul di depan wajahku, membesar hingga menghilangkan pandanganku terhadap lautan hitam. Dingin yang menyelimuti tubuhku digantikan oleh kehangatan. Aku membuka mataku, mendapati diriku berada di padang rumput hijau yang luas dengan pohon besar di sampingku.
“Apakah ini nyata?” tanyaku, sambil mencubit pipi. “Sakit. Ini nyata. Aku di kejar monster dan mendengar suara yang tak dikenal.”
Setelah mengamati lingkungan sekitar, aku merasa lega dan terkejut. “Ini sangat indah,” aku mengagumi pemandangan sambil bersandar pada pohon. Angin lembut menghempaskan dasi basahku, dan aku menutup mata, tertidur.
Dalam tiduran, aku melihat ruang tamu rumahku, di mana pertengkaran orang tuaku terdengar. Anak kecil yang polos hanya menyaksikan pertengkaran itu, hingga wajah anak kecil itu perlahan terungkap—tidak memiliki wajah, dihiasi taring seperti monster.
“Kau sudah mati,” suara monster bergema di dalam mimpi, bercampur dengan suara anak kecil.
Aku terbangun, merasa ada yang menyentuh kakiku. Di hadapanku, seorang gadis berambut putih dengan mata merah dan gaun besi, membawa pedang. “Apakah dia sudah mati? Hey, bangun!” gadis itu membangunkan ku.
“Kamu siapa?” tanyaku, bingung.
“Aku siapa? Tidak penting. Yang penting, obati luka-lukamu terlebih dahulu,” jawab gadis itu sambil membalikkan tubuhnya dan pergi.
Aku hanya bisa menatap gadis itu dengan penuh kebingungan, bertanya-tanya di dunia macam apa aku berada sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments