Tak lama setelah wanita itu pergi, dia kembali dengan sebuah kotak obat besar, disertai oleh seorang pendamping yang tampak cemas.
“Luka-lukamu sangat parah!” seru pendampingnya dengan nada khawatir, melihat darah yang mengalir deras dari luka-luka Arsyad.
“Berikan tanganmu,” ucap wanita itu tegas sambil meraih tangan Arsyad. Dia mengeluarkan botol dari kotak obat dan mulai membasuh luka Arsyad dengan cairan berwarna hijau pekat yang tampak bersinar.
“Tahan napasmu dan tetap tenang,” lanjutnya, tangannya bergerak lincah di sekitar luka Arsyad, mengucapkan mantra dengan cepat.
Cahaya hijau cerah memancar dari tangannya, menerangi ruangan dengan sinar lembut namun kuat, seperti lilin ajaib. Darah yang mengalir dari luka-luka Arsyad berhenti mengalir secara dramatis, seolah disedot kembali ke dalam tubuhnya oleh kekuatan sihir.
“Recovery,” ucap wanita itu. Arsyad tertegun melihat sinar hijau yang tiba-tiba muncul. Dengan keajaiban cahaya itu, rasa sakit di tubuhnya mereda secara dramatis, dan pendarahan di kepalanya mulai berhenti. Namun, lukanya masih tampak merah dan tertekan.
“Tunggu, proses penyembuhannya belum selesai,” kata wanita itu sambil mengambil sepotong kain putih panjang dari kotaknya. Dia membalut kepala Arsyad dengan kain tersebut, berusaha menghentikan pendarahan sepenuhnya. Darah kering masih menetes dari kain yang penuh noda merah.
“Kamu sangat baik, tapi aku benar-benar tidak tahu di mana aku berada,” ucap Arsyad dengan lelah, mencoba untuk tidak memikirkan rasa nyeri yang tersisa.
“Apakah kamu seorang asing? Kamu tidak tahu di mana kamu berada?” wanita itu bertanya dengan tatapan tajam, mencoba memahami situasi Arsyad.
“Sejak aku pingsan, aku tidak mengenali tempat ini,” jawab Arsyad, berusaha menyembunyikan kebingungannya mengenai kejadian aneh yang telah terjadi.
“Baiklah, yang penting kamu selamat. Nanti aku akan menanyakan lebih lanjut. Sekarang, bantu aku mengangkatnya,” kata wanita itu kepada temannya. Mereka berdua mengangkat Arsyad dan membawanya ke sebuah perkemahan yang ramai.
Di perkemahan itu, Arsyad melihat orang-orang berpakaian zirah dan pakaian aneh seperti penyihir, lengkap dengan wajah yang kotor. Mereka bergerak cepat, seolah bersiap untuk sesuatu yang penting, dan bekas-bekas pertempuran masih tampak jelas di pakaian mereka.
“Sepertinya ini adalah perayaan Halloween malam hari,” pikir Arsyad sambil merasa bingung. Mereka membawanya ke sebuah tenda besar yang bau kulit binatangnya cukup menyengat. Di luar tenda, Arsyad melihat beberapa mayat monster yang hancur lebur, sebagian besar dalam keadaan mengenaskan, dengan darah dan organ yang tersebar di tanah.
“Beristirahatlah di sini. Tidurlah,” kata wanita itu setelah membopong Arsyad dengan susah payah. Karena kelelahan dan sudah larut malam, Arsyad segera terlelap.
Namun, suara gaduh di luar tenda membangunkannya. “Cepat! Kumpulkan semua barang, kita harus segera pergi!”
“Ah, pedangku!” seru seseorang di luar, diikuti dengan suara jeritan dan suara perkelahian. Arsyad segera berdiri, merasakan kepalanya sakit. Dia keluar dari tenda dan melihat orang-orang berpakaian aneh sedang berkemas dan merapikan perkemahan yang hancur, dengan bekas-bekas pertempuran dan darah di mana-mana.
“Sepertinya mereka ingin meninggalkan tempat ini. Apakah ini zaman medieval?” pikir Arsyad sambil memperhatikan kuda dan gerobak yang siap untuk pergi. Dia melihat wanita itu sedang berdiskusi serius dengan beberapa orang di sekitar meja kayu, yang tampaknya merupakan peta. Beberapa di antara mereka berdarah dan terluka parah.
“Tempat ini benar-benar magis. Hutan dengan pohon besar, burung yang berkicau, dan udara yang sejuk,” ucap Arsyad sambil berjalan mengelilingi perkemahan. Dia duduk di tempat duduk kayu dengan pemandangan gunung yang menakjubkan, memandangi pemandangan di sekelilingnya yang penuh dengan kekacauan dan darah.
“Aku pikir aku sudah mati di tangan monster itu,” bisiknya. “Hmm, mungkin orang yang menyelamatkanku dan suara aneh dari buku itu... Ah! Bukuku!”
Arsyad teringat tentang buku yang hilang dan mulai mencari-cari di sekitar pohon tempat dia pingsan.
“Hey, bagaimana tubuhmu? Apakah kamu baik-baik saja?” wanita itu mendekat, duduk di sampingnya dengan ekspresi khawatir.
“Apakah kamu melihat buku di sekitar sini?” tanya Arsyad, cemas.
“Maaf, aku tidak melihat apa pun kecuali pohon dan rumput. Kenapa? Ada barang yang hilang?” jawab wanita itu dengan bingung.
“Ya, aku membawa beberapa barang dan buku. Tapi jika tidak ada, biarkan saja. Jangan terlalu dipikirkan,” kata Arsyad sambil menoleh ke depan.
“Ngomong-ngomong, pakaianmu sangat aneh. Dari mana asalmu?” tanya wanita itu.
“Apakah aku yang aneh atau mereka? Semua orang di sini berpakaian seperti penyihir dan mengenakan zirah. Apakah ini dunia lain? Aku melihat beberapa keajaiban dan wanita ini bisa menyembuhkan ku dengan cahaya hijau,” pikir Arsyad, merasa bingung.
“Oh, aku berasal dari negara yang jauh. Pakaian ini dari negaraku. Aku tersesat di sini, entah di tempat apa ini,” jawab Arsyad, berusaha memberikan alasan yang masuk akal.
“Tapi pakaianmu itu sangat berbahaya di luar sini. Kamu bisa mati termakan monster!” wanita itu bergurau, mencoba meringankan suasana.
“Monster? Di sini ada monster juga?” tanya Arsyad, terkejut.
“Ya, tentu saja. Kamu tidak tahu? Kamu pasti bercanda!” wanita itu tertawa ringan sambil menepuk punggung Arsyad.
“Jangan bercanda. Aku tidak tahu apa-apa tentang tempat ini,” kata Arsyad dengan serius.
“Kalau begitu, kamu harus tahu tentang monster, roh, sihir, dan kualifikasi lainnya,” wanita itu berkata dengan nada serius. “Aku akan menjelaskan semuanya. Rombongan kami akan pulang ke kerajaan Greenwood. Jika kamu mau, aku akan membantumu.”
“Baiklah, aku akan ikut denganmu dan rombongan ini. Aku tidak punya tempat lain,” kata Arsyad dengan tekad.
Wanita itu berdiri dan berkata, “Baiklah, kita akan bersiap dan berangkat. Tenang saja, perjalanan kita hanya satu hari lagi.”
Arsyad mulai mengikuti rombongan, berada di belakang gerobak. Dia mengamati formasi mereka dengan cermat—para ksatria berpakaian zirah membentuk garis pertahanan yang solid, sementara beberapa pemanah menjaga posisi strategis. Setiap langkah mereka disertai dengan kegelisahan, mengingat pertempuran yang baru saja mereka lalui.
“Hm, hebat. Mereka membentuk formasi pertahanan yang sangat efektif,” pikir Arsyad.
Dia menoleh ke samping untuk mencari wanita itu, tetapi tidak menemukannya.
“Ah, mungkin dia berada di depan,” pikir Arsyad, melanjutkan perjalanan. Malam tiba, dan para penyihir mulai memancarkan cahaya kuning dari tongkat mereka, seperti obor yang menyinari kegelapan.
“Wow! Bagaimana mereka bisa membuat cahaya dari tongkat seperti itu? Keren sekali, seperti di komik!” mata Arsyad berbinar.
“Tapi kenapa penyihirnya hanya sedikit, hanya empat orang?” pikir Arsyad, bingung.
Dia terus memperhatikan sekeliling, mencoba memahami lebih banyak tentang dunia ini. Yang aneh, dia bisa mengerti bahasa mereka meskipun jelas ini dunia lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments