"Suntuk amat tuh muka. Kenapa?" Neo menatap Nathan bertanya. Sejak tadi pagi, dia perhatikan wajah Nathan sudah tak sedap dilihat.
"Aku tebak, pasti si Nathan ngambek karena acara ulang tahunnya yang direncanain tante Fifi konsepnya aneh," ujar Daniel dengan yakin.
"Benaran, Nat? Emang, konsep yang dibuat Tante Fifi gimana? Jangan-jangan, sampai ngundang badut, ya?" timpal Nathan.
"Menurut kalian, di umur kalian yang segini, gimana kalau tiba-tiba dapat adik yang udah gede?" Bukannya menjawab, Nathan malah bertanya balik yang membuat kedua sahabatnya itu melongo.
"Hah? Gimana? Gimana?" Neo mendekatkan telinganya ke Samling Nathan, takut dia salah dengar. Soalnya mereka kini tengah berada di kantin, meskipun tak terlalu ramai, siapa tahu saja mereka salah dengar pertanyaan Nathan.
"Ckk! Gimana kalau di umur segini kalian dapat adik, dan adiknya itu udah gede?"
Neo dan Daniel sontak saling tatap, dan terdiam bersamaan. Keduanya membayangkan perkataan Nathan.
"Tunggu, tunggu! Ini, konsep adiknya udah gede itu, gimana? Jangan bilang, Om Hisyam punya anak dari perempuan lain dan sekarang anaknya udah gede?" Ucapan Daniel seketika membuat mata Neo membulat. Astaga, kalau benar, kasihan Tante Fifi.
Nathan mendengus. "Bukan. Dia bukan anak Bokap. Gitu-gitu Papa itu tipe orang setia!"
"Syukur, deh!" Neo bernapas lega. Takutnya, Om Hisyam malah ketularan ayahnya Daniel.
"Oh ya, terus kenapa bisa? Oh, anak angkat?" tebak Neo setelahnya.
Nathan mengangguk. "Iya."
"Alasan mereka ngangkat anak, apa?" tanya Daniel.
"Nyokap kesepian katanya, kalau ditinggal bokap kerja dan aku kuliah. Padahal di rumah ada pelayan, loh. Kesepian dari mananya, coba?"
"Masuk akal, sih, Nat. Kan meskipun banyak pelayan, pelayan juga bakal canggung kali, kalau diajak ngobrol lama-lama sama Tante Fifi."
"Nah, setuju nih, sama ucapan Daniel," timpal Neo.
"Ya tapi nggak harus yang udah gede juga, kali! Dan--astaga! Kalau kalian lihat tuh cewek, keliatan horor dan aneh tau nggak!"
"Ce--cewek?" beo Daniel.
"Iya. Gimana aku nggak stres coba."
"Cantik nggak?" tanya Daniel.
"Mukanya nggak keliatan," jawab Nathan kesal.
Nathan kemudian menceritakan tentang hari suramnya kemarin pada kedua sahabatnya dengan lengkap.
"Ah, masa, sih, Nat?" Neo bertanya ragu. Pasalnya, ucapan Nathan terasa mengada-ngada. Tapi, ekspresi kesal Nathan nggak mungkin dibuat-buat, kan?
"Ya makanya aku juga bingung. Masa modelan seperti dia yang diangkat orang tua aku jadi anak? Aneh, kan?"
"Jangan-jangan, spekulasi kamu kalau dia itu penyihir, benar, Nath?"
"Heh, Daniel! Tuhan nggak percaya, malah percaya sihir!" Neo memberikan toyoran di kepala Daniel karena ucapan pria itu.
"Singgung terus!" ujar Daniel kesal.
"Ya iyalah, kita bakal berhenti nyinggung sebelum kamu login," balas Neo.
"Malah jadi debat kepercayaan! Pikirin dulu, woy, masalah ini!" lerai Nathan dengan kesal. Padahal, dia butuh saran untuk masalahnya. Tapi dia temannya itu malah berdebat.
"Sabar, Bro! Neo emang sukanya gitu. Nggak usah temanan ama dia."
"Heh, nggak sadar diri. Yang debat tadi kita, oon!"
"Diam, deh!" tegur Nathan lagi. Dua sahabatnya ini, baru aja ditegur, udah debat lagi. Ditegur Nathan dengan wajah serius seperti itu, Daniel dan Neo sontak langsung terdiam kicep.
"Oke, serius, serius!" Daniel mengacungkan tanda piece pada Nathan. Ketiganya kemudian kembali terdiam, memikirkan jalan keluar dari masalah Nathan.
"Ah, aku tahu, Nat! Besok, kan, ulang tahun kamu. Jangan-jangan, itu cuma salah satu kejutan dari Tante Fifi dan Om Hisyam. Kaya, semacam prank gitu," ujar Daniel tiba-tiba.
"Ya, benar, Nat! Kenapa nggak kepikiran ke sana, ya? Bisa aja mereka nyewa orang gitu, kan, untuk ngeprang kamu. Prang-prang kaya gitu kan lagi viral, siapa tahu aja mereka terinspirasi."
Nathan diam sejenak, mencerna jawaban dia sahabatnya. Kemudian menganggukkan kepala ketika ucapan mereka masuk akal.
"Benar, juga. Semoga aja gitu deh."
Berbeda dengan tadi pagi keluar dari rumah dengan wajah ditekuk, Nathan kembali ke rumahnya dengan senyuman manis. Ah, kalau memang seperti itu, Nathan tak akan marah jika orang tuanya malah rela berbohong demi kejutan ulang tahunnya. Meskipun dia jelas harus pura-pura seperti tadi lagi, biar mereka tidak curiga kalau Nathan sudah membaca rencana mereka.
Memasuki rumah, Nathan langsung menuju kamarnya. Seperti sebelumnya, dia jelas akan melewati kamar kosong yang sejak semalam diisi oleh si adik angkat palsu--setidaknya menurut Nathan dan dua temannya--itu.
Pintu tersebut tertutup. Nathan mendekat, membuka pintu itu sedikit, dan mengintip ke dalam. Meski masih terkejut, setidaknya Nathan sudah bisa menahan diri ketika mendapati gadis itu duduk di posisi semalam. Samar, Nathan mendengar gadis itu tengah bersenandung pelan. Suaranya tidak terlalu jelas, dan lagunya pun begitu, hingga malah terkesan horor di telinga Nathan. Syukurnya, Nathan teringat kembali dengan ucapan dia sahabatnya. Ini, hanya bagian dari rencana kedua orang tuanya!
Nathan sebenarnya penasaran bagaimana rupa gadis yang wajahnya tertutup rambut itu. Melihat gadis itu, Nathan seperti melihat salah satu pemain magic 'The Secret Riana', terlihat horor, dan misterius. Bedanya, aura Riana terasa sangat kuat--mungkin karena magicnya, sedangkan gadis itu malah terlihat lemah karena pundaknya yang merunduk.
Karena merasa merinding, Nathan lebih memilih menutup kembali pintu tersebut dibandingkan mendekati gadis itu. Apalagi mengingat ulang tahunnya sudah esok hari. Jadi, dia tinggal menahan diri sehari besok lagi untuk rencana orang tuanya yang konyol ini.
"Ngapain, Nat?" Nathan terlonjak kaget dan reflek memegang dada saat seseorang berbicara telat di belakangnya. Nathan berbalik, dan menemui sang mama tengah menatapnya penuh selidik.
"Nggak ngapa-ngapain, Ma."
"Terus, kenapa di sini? Ini udah kedua kalinya, loh! Oh, Mama tahu. Kamu pasti penasaran juga, kan, akhirnya, sama adik kamu itu? Iya, kan. Huuh! Dasar manusia gengsi," cerocos Fifi.
"Iyain aja, deh, Ma!" balas Nathan terlampau malas berdebat.
"Tapi, Ma. Dia memang gitu, ya? vibesnya horor gitu?"
"Astaga, Nathan! Kamu ini, ngomong seenaknya." Fifi langsung mendengus. Padahal, tadinya dia sudah gembira karena merasa Nathan sudah mulai menerima adik angkatnya itu. Tidak tahu saja dia kalau Nathan lagi salah sangka karena ucapan dua sahabatnya.
"Ulang tahun kamu, besok, kan? Emm, gimana kalau kita rayainnya di rumah aja. Makan-makan gitu."
Fifi ingat ulang tahun Nathan. Sebenarnya, bisa saja mereka merayakan besar-besaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi karena kali ini anggota keluarganya bertambah satu orang yang jelas tidak akan merasa nyaman ketika berada di sekeliling orang banyak, maka dia dan Hisyam memutuskan agar mereka makan malam di rumah saja dengan hanya mengundang dua teman Nathan sebagai tamu spesial. Semakin sedikit semakin bagus. Lagipula, tahun lalu Nathan sempat protes karena ulang tahunnya diadakan besar-besaran kaya gitu. Katanya dia udah dewasa sekarang, jadi, menurut mereka sepertinya tidak akan masalah.
"Terserah Mama sama Papa aja. Tapi ingat, dua kampret tetap harus datang." Fifi langsung mengangguk senang. Benar, kan, katanya. Kalau Nathan tidak akan menolak ulang tahunnya dibuat sederhana.
Sampai part ini, gimana?
Kritik dan saran dipersilahkan!!
Oh ya, kalau nemu typo tolong ditandai, ya. Biar aku bisa langsung revisi🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
D'wie author
Ceritanya bagus kok. Semangat berkarya ya! 💪💪💪
2023-06-22
2