Nathan menuruni anak tangga menuju dapur. Perutnya terasa lapar karena tertidur sejak masuk kamar tadi. Pria itu mendengus kesal, bahkan Mamanya tak membangunkannya untuk makan malam. Gadis penyihir itu sudah merebut seluruh perhatian kedua orang tuanya.
Selesai makan malam, Nathan kembali menaiki anak tangga. Saat melewati kamar kosong di samping kamarnya yang selama ini selalu tertutup, langkah Nathan berhenti di saja karena melihat pintunya yang sedikit terbuka. Tiba-tiba saja, bulu kuduknya terasa merinding. Selama ini, dia tidak pernah mengalami kejadian horor di rumah ini. Tapi, malam ini kenapa terasa berbeda?
Mendekati pintu kamar dengan langkah perlahan, mengintip ke dalam dan..."HANTU!" teriaknya seketika.
Bagaimana tidak, di sudut kamar dia melihat seorang gadis dengan rambut tergerai tengah memeluk lutut. Ditambah lagi dengan sinar remang-remang dari lampu tidur membuat suasana kamar tersebut semakin terasa menakutkan.
Sementara Sukma yang diteriaki hantu oleh Nathan, langsung mendongak. Menatap pria yang tadi bersikap tak suka padanya itu dengan bingung.
"NATHAN? kamu ngapain, teriak-teriak tengah malam?" Fifi datang dengan berlari mendekati sang anak karena terkejut mendengar teriakan Nathan. Ia menatap anaknya itu bingung, karena kini Nathan sedang bersandar di dekat pintu dengan tubuh lemasnya.
"Ini, lagi, kenapa malah duduk di sini?" tanya Fifi lagi. Sedangkan Hisyam yang tadi juga mengikuti istrinya, malah masuk ke dalam kamar dan tersenyum kecil saat melihat ke sudut kamar. Di sana, Sukma tengah duduk dan memperhatikan mereka dengan wajah polosnya. Pasti gadis itu kebingungan akan kehadiran Nathan yang tiba-tiba dan malah meneriakinya hantu. Hisyam kini paham, kenapa istrinya itu ingin menjadikan Sukma sebagai anak mereka. Lihat saja wajah lugu dan manis gadis itu. Dia seolah anak kecil yang tak tahu apa-apa. Melihat wajah Sukma layaknya melihat wajah bayi polos yang belum memiliki dosa.
"Ha--hantu, Ma! Kamar ini berhantu!" ujar Nathan terbata.
Menyadari siapa yang dikatakan anaknya hantu, Fifi malah memukul bahu anaknya itu gemas. "Astaga! Mana ada hantu di sini. Itu Sukma, Nathan. Bukan hantu!"
Nathan langsung terdiam. Jadi, si nenek sihir itu suka cosplay jadi hantu juga? Pria itu segera berdiri, dan melihat ke dalam ruangan--lebih tepatnya ke tempat ia melihat hantu tadi. Dia langsung merasa kesal saat melihat Sukma dengan jelas di sana, karena lampu kamar sudah dinyalakan oleh Hisyam. Gadis itu sudah berdiri dari posisinya, dan seperti biasa, dia menundukkan kepala dengan bagian kiri dan kanan wajahnya tertutupi rambut.
"Astaga! Aku nggak habis pikir sama Mama, bisa-bisanya kalian ngambil anak angkat jelmaan hantu kaya dia. Aku bahkan nyaris jantungan, Ma!" ujarnya mengeluarkan kekesalan.
"Sembarangan kamu, ngatain adik sendiri."
"Dia bukan adik aku, Ma. Aku curiga, jangan-jangan dia anak kuntilanak. Serem ih, Ma! Pulangin dia, ya?" pintanya pada sang mama. Fifi mendengus kasar. "Daripada mulangin dia, mending Mama kandangin kamu." Nathan langsung melongo mendengar jawaban mamanya.
"Kejam banget ke anak sendiri."
"Ya kamunya juga, suka banget ngatain adiknya sendiri," balas Fifi tak mau kalah. "Lagian, kamu ngapain di sini, sih? Jangan bilang kamu mau ngintipin Sukma?" tanya Fifi curiga.
Nathan langsung menggeleng. "Ngapain coba aku ngintipin dia, Ma? Aku tadi dari dapur, terus lewat sini dan lihat pintunya kebuka. Pas lihat ke dalam, ada dia tuh, lagi cosplay jadi Kunti!"
Nathan kembali mendapat tepukan kencang di bahunya dari sang Ibu. "Udah dibilangin jangan ngatain dia Kunti. Dia itu adik kamu," ujar Fifi kesal.
"Ogah!" balas Nathan, kemudian langsung pergi dari sana. Dia benar-benar kesal dengan mamanya. Dapat Ilham dari mana coba, orang tuanya ngambil anak angkat seaneh si Roh Sukma itu?
Sepeninggal Nathan, Fifi memasuki kamar Sukma. Mendekati gadis itu yang masih berdiri diam di sudut kamar. Sepertinya, Hisyam masih kesulitan mendapat respon dari anak gadisnya itu.
"Sayang, hei! Kamu nggak apa-apa, kan?"
Sukma mendongak, menatap Fifi dan menggeleng pelan. "Kakak kamu itu kaget, karena sebelumnya kamar ini kosong. Jangan ambil hati ucapannya, ya? Dia baik kok, sebenarnya."
Sukma hanya mengangguk sebagai respon. Fifi kemudian menuntun Sukma menuju ranjang. "Sekarang, Sukma bobo, ya? Ini udah tengah malam, kamu harus tidur, oke?" Sukma tak merespon apa-apa, namun dia tetap mengikuti ibu angkatnya itu.
"Papa duluan ke kamar, ya, Ma! Mama sebaiknya temanin Suka di sini dulu. Nyanyiin aja lagu kesukaannya, siapa tahu dia bisa tidur."
Fifi langsung merespon ucapan suaminya dengan mata berbinar. "Oke, Pa. Mama coba dulu, semoga aja berhasil. Kasihan dia kalau nggak tidur, bisa-bisa matanya jadi mata panda."
Fifi akhirnya berbaring di samping Sukma. Mengelus dengan lembut rambut gadis itu sembari menyanyikan lagu 'sayang semuanya'. Sukma ikut bernyanyi dengan pelan. Namun, beberapa menit kemudian, mata gadis itu terlihat sayu dan akhirnya tertutup. Fifi menyimpulkan, kalau lagi itu ternyata punya pengaruh besar pada diri Sukma.
Fifi memandangi wajah Sukma yang tertidur damai. Dia menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu. Dia sudah mendengar banyak tentang Sukma dari ibu panti, yang memang diceritakan oleh tetangga gadis itu dulu saat mengantarkannya ke Panti Asuhan. Hidup gadis itu begitu malang sejak kecil, membuat hati kecilnya tergerak untuk membahagiakan Sukma dan menghapus sedikit demi sedikit jejak kesedihan itu. Fifi juga begitu bersyukur pada Tuhan, karena memudahkan jalannya dalam mendekati Sukma. Gadis itu bisa merespon dirinya hanya karena tak sengaja memutarkan lagu anak berjudul 'sayang semuanya' ketika banyak usaha yang ia lakukan namun tak berpengaruh pada gadis malang tersebut.
"Takdirmu memang menyedihkan, Nak. Tapi, mulai sekarang, Mama janji, akan berusaha menggantikan kesedihan di masa kecilmu itu dengan kebahagiaan. Kamu gadis manis yang kuat. Karena itu, kamu berhak mendapatkan kebahagiaan setelah kepahitan hidup yang kamu jalani sejak kecil."
Selesai menidurkan Sukma, Fifi tidak langsung kembali ke kamarnya. Dia malah berjalan menuju kamar Nathan. Dia menggeleng pelan, saat melihat Nathan yang tengah duduk menyandar di sandaran ranjang dengan ponsel berada di tangannya. Pria itu tengah fokus memperhatikan layar dan tangan yang bergerak lincah serta sesekali mengomel kesal.
"Udah malam bukannya tidur, malah main game." Suara Fifi membuat Nathan mendongak.
"Mama ngapain?" tanya Nathan bingung.
"Mau lihat anak Mama aja. Emang nggak bisa?"
"Ckk! Bilang aja kalau Mama ke sini cuma mau bicarain masalah si Kunti. Kalau benar, mending Mama pergi aja. Aku belum mau bahas dia." Nathan langsung mematikan ponselnya, tak peduli mungkin saja dua sahabatnya yang tengah main bersama dia tengah mengumpat di seberang sana. Pria itu membaringkan diri dengan posisi memunggungi keberadaan sang mama. Dia masih kesal akan keputusan kedua orang tuanya itu.
"Oke, Mama nggak akan maksa kamu untuk Nerima dia secepatnya. Mama yakin, kok, kalau perlahan kamu pasti bisa nganggap dia keluarga kita. Kalau gitu, Mama pamit, ya. Maaf, Mama buat Nathan kesal hari ini." Setelah mengatakan itu, Fifi keluar dari sana, meninggalkan Nathan yang mendadak menyesal karena merasa kata-katanya mungkin sudah keterlaluan. Tapi, kan, dia kesal, gimana dong? Pria itu menggaruk kepalanya dengan kuat, merutuki dirinya sendiri yang kebingungan harus bagaimana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments