Sudah 3 hari ini Anesya tinggal di rumah Lia, ia hanya bisa menumpang di rumah Lia saja karena tak memiliki teman dekat lainnya, Anesya selalu menjaga jarak dari banyak orang hingga ia tak memiliki begitu banyak teman.
Anesya kini duduk di sofa, tiba-tiba bayangan akan sosok lelaki tampan yang mengambil mahkota berharganya mulai menyelinap masuk ke dalam benaknya, menghantui pikirannya akan malam laknat itu. Sepertinya Anesya sedang di tipu sekarang? Lelaki itu mengatakan jika mau menjadi kekasihnya, tapi setelah malam menyiksa itu, tak ada satupun pesan ataupun telepon dari nomor lelaki asing itu, lalu bagaimana cara Anesya untuk menunjukkan jika dirinya telah melupakan Zico? Sedangan sebentar lagi akan tiba hari pernikahan Elsa dan mantan kekasihnya. Argh! Lelaki kurang ajar itu sungguh menipunya, setelah merenggut madunya ia pergi begitu saja.
“Kau kenapa ngelamun saja? Ayo kita berangkat sekarang,” ajak Lia yang baru saja keluar dari ruangan kamarnya.
“Aku nggak sedang melamun, tapi gue sedang nungguin kau,” jawab Anesya berdusta dan itu diketahui oleh Lia dengan sangat jelas sekali.
“Kamu nggak akan bisa berbohong pada aku. Sekarang coba ceritakan apa yang sedang kau pikirkan, tapi jika gue nggak salah tebak, pasti kau sedang mikirin kedua orang gila itu,” kata Lia yang enggan untuk menyebutkan nama Zico dan juga Elsa.
Sebelum menjawab Anesya menghembuskan nafasnya dari mulut kemudian berkata, “Aku nggak ingin pergi ke acara pernikahan mereka berdua sendiri, gue harus punya lelaki yang akan gue jadikan pacar bohongan,” kata Anesya pada Lia seraya melihat ke arah sahabatnya itu dengan tatapan serius.
“Bukankah waktu itu kau pernah bilang jika sudah mendapatkan lelaki tampan?” tanya Lia yang masih mengingat betul kata Anesya waktu itu.
“Dia menghilang gitu aja, bahkan nggak menghubungi gue sama sekali,” jawab Anesya. Anesya hanya mengatakan jika ia pulang dari club malam lebih awal di antar oleh lelaki tampan dan di tengah jalan mereka berdua jadi pacar, Anesya yang mengajak lelaki asing itu jadian. Ya, itulah yang Anesya ceritakan pada sahabatnya, ia tak mungkin menceritakan jika sudah bermalam dengan lelaki asing dan juga sudah melakukan hubungan terlarang hanya karena lelaki itu menyetujui untuk menjadi pacarnya, bukankah hal itu begitu konyol jika sampai di ketahui oleh Lia.
“Nanti gue akan carikan kekasih buat kau, kekasih bohongan nggak masalah kan?” tanya Lia dan Anesya langsung menganggukkan kepalanya cepat.
***
“Kenapa juga aku bisa tertipu dengan lelaki sialan itu? Bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan kesucian pada lelaki yang baru saja aku kenal, pasti waktu itu alkohol membuat akal sehatku melayang begitu jauh sekali hingga aku tak bisa berpikir dengan jernih,” umpat Anesya ada dirinya sendiri sembari memukul kepalanya karena menyesal, menyesal juga rasanya sudah percuma karena bubur tak akan pernah berubah menjadi nasi lagi.
Anesya mengedarkan pandangannya dan ia melihat jika sekarang Lia sedang melambaikan tangan padanya, pantas saja dari tadi seperti ada orang yang memanggilnya hingga lamunan akan lelaki tampan itu mulai melebur begitu saja.
“Kenapa kamu nggak pesan makanan?” tanya Lia setelah duduk di depan Anesya.
“Aku nggak punya uang, kau tahu sendiri,” jawab Anesya dengan tangan memutar sedotan yang ada pada gelasnya.
“Kau bisa pinjam padaku dan jika gajian baru bayar, kalau begitu kali ini aku akan mentraktir kamu, nih makan,” kata Lia seraya menaruh satu piring nasi goreng di hadapan Anesya. Sebenarnya tadi Lia sudah tahu jika Anesya hanya memesan minuman saja dan ia pun langsung menambah satu piring nasi goreng lagi.
“Kamu tahu aja kalau aku sedang lapar,” jawab Anesya tanpa sungkan sedikitpun karena mereka berdua memang sudah biasa berbagi makanan bersama.
“Gue sudah mendapatkan lelaki yang mau membantu kamu,” kata Lia pada Anesya sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
“Gila, kau cepet banget cari cowok yang suka rela membantu aku?” tanya Anesya terkejut.
“Aku punya banyak teman cowok, nggak kayak kamu yang hanya menyukai satu lelaki yaitu Zico,” hardik Lia yang begitu geram sekali ketika mengingat saat Anesya menolak untuk di dekati oleh lelaki lain dan memilih untuk setia pada satu lelaki kurang pantas seperti Zico.
“Itu dulu sekarang nggak lagi.” Anesya bicara dengan kepala yang tertunduk. Ketika mengingat nama Zico disebut, Nesya merasakan nyeri yang teramat sangat di bagian dadanya. Bayangan penghianatan itu sungguh menusuk hatinya bagaikan duri yang menancap begitu dalamnya, nyeri, sakit yang jelas ia rasa.
“Sekarang kau lupakan lelaki gila itu, karena gue nggak mau lihat kau meneteskan air mata lagi hanya karena lelaki tak pantas seperti itu, air mata kau terlalu berharga untuk menangisi pecundang sialan itu, Anesya,” kata Lia memberikan pengertian pada sahabatnya jika perempuan jangan mau di tindas begitu saja oleh seorang lelaki.
“Aku akan melupakannya secepat mungkin,” kata Anesya.
Malam harinya.
Anesya melangkah masuk ke dalam salah satu restoran yang akan menjadi tempat pertemuan pertamanya dengan seorang lelaki yang akan membantunya untuk berpura-pura menjadi sepasang kekasih di hari pernikahan Elsa dan juga Zico.
Anesya mengenakan dress berwarna merah yang memiliki panjang di bawah lutut, dress itu membentuk tubuhnya dengan begitu sempurna hingga menunjukkan kemolekan yang selama ini selalu coba untuk ia sembunyikan, jika saja tidak dipaksa oleh Lia untuk menggunakan baju ini, maka Anesya tak akan mau mengunakannya, Anesya lebih nyaman mengenakan baju sederhana yang memiliki ukuran jauh lebih besar dari bentuk tubuhnya. Mungkin karena alasan itu juga tak ada lelaki yang berminat untuk mendekatinya.
“Mungkinkah dia teman Lia yang bernama Diki? Sepertinya begitu jika di lihat dari foto yang ada di layar ponselku," kata Anesya pada dirinya sendiri.
Anesya mendekati lelaki tampan yang kini mengenakan kemeja putih dengan senyuman ramah, ya lelaki itu sepertinya mengenali Anesya hingga ia tersenyum padanya dengan begitu manis sekali. Anesya bersyukur karena lelaki ini tampan dan jauh lebih tampan dari mantan sialan itu.
“Kamu pasti Anesya?” tanya lelaki itu ketika Anesya menghentikan langkah tepat di hadapannya.
“Ya dan kamu pasti Diki?” tanya Anesya balik. Lelaki itu menganggukkan kepalanya.
Diki beranjak berdiri dari posisi duduknya kemudian menarik salah satu kursi untuk Anesya duduki, Anesya yang mendapatkan perlakuan manis dari Diki mengulas senyumannya. Kini keduanya sudah duduk di posisi masing-masing dan mereka mulai berbincang bersama, memesan makanan kemudian menikmatinya. Anesya melihat getaran di ponselnya kemudian menghentikan aktifitas makan malamnya untuk mengecek siapa yang menghubunginya sekarang.
“Nomor tidak di kenal,” kata Anesya.
“Angkat saja mungkin itu penting,” jawab Diki yang tidak merasa keberatan. Dan Anesya menganggukkan kepalanya setuju.
“Halo siapa ini?” tanya Anesya setelah menggeser tombol warna hijau pada layar ponselnya.
“Sayang, bukankah aku pernah mengatakan jika kamu tak boleh dekat dengan lelaki lain, kamu adalah milikku jika kamu lupa,” kata seorang lelaki dari sambungan telepon itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
seperti nya Gerald punya mata²
2023-11-22
0