Hilangnya Mahkota Kepolosan

Anesya membuka kedua matanya, mengedaran pandangan kesekitar ruangan ini, hanya dengan satu kali lihat saja Anesya sudah tahu jika ini adalah ruangan hotel. Anesya menyibakkan selimut yang menutupi sekujur tubuhnya dan tidak di sangka ia langsung berteriak histeris saat mengetahui jika tak ada satu helai benangpun yang menutupi tubuh polosnya sekarang, Anesya kembali menarik selimut putih hotel ini, menutupi sekujur tubuhnya.

“Kenapa aku bisa berada di sini? Kenapa banyak bercak merah yang menghiasi sekujur tubuhku seperti tanda kecupan seseorang?” tanya Anesya pada dirinya sendiri. “Shith! Damn! Kenapa aku tak mengingat apapun semalam, sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku semalam?" jerit Anesya sembari memukul kepalanya mencoba untuk mengembalikan ingatannya semalam.

“Jika kamu melupakan kejadian semalam, maka biarkan aku membantu kamu untuk mengingatnya lagi.” Perkataan seorang lelaki membuat atensi Anesya teralihkan.

Anesya mengajak manik matanya untuk melihat ke asal suara itu. Anesya melihat seorang lelaki tampan melangkah mendekatinya dengan tangan yang mengosok handuk berwarna putih di kepalanya.

“Si-siapa kamu?” tanya Anesya sembari menarik selimut hotel ini agar menutupi sekujur tubuhnya.

Tuan Gerald melihat ke arah gadis di hadapannya dengan wajah datar, baru kali pertama ada perempuan yang tak mengenali siapa dirinya dan perempuan itu juga melupakan dirinya secepat membalikan telapak tangan, sungguh hal yang langkah sekali. Pikir Tuan Gerald.

“Semalam kamu meminta aku untuk menjadi kekasihmu, jika kamu lupa,” kata Tuan Gerald sembari melepaskan handuk yang sebelumnya sempat melilit di pinggangnya.

“Mesum! Kenapa ganti baju di depan saya,” jerit Anesya seraya menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Jantung Anesya berdetak dengan begitu kencang sekali, tak tak pernah menduga jika ada lelaki semesum ini di hadapannya sekarang.

“Sayang, semalam kamu mendesah di bawa tubuhku dan sekarang masih berpura tak terjadi apapun,” ledek Tuan Gerald dengan seringai liciknya. Sikap polos Anesya sungguh membuat Tuan Gerald tertarik padanya, bukan karena cinta tapi ingin menjadikan Anesya mainan yang bisa ia goda kapan saja. Menarik sekali.

Anesya terdiam sejenak mencoba mengingat apa yang sedang terjadi semalam. Satu persatu serpihan akan kejadian semalam mulai kembali kedalam ingatannya membuat Anesya menatap lelaki bertubuh tegap yang ada di hadapannya sekarang.

“Astaga! Apa yang gue pikirkan semalam, kenapa gue jadi bodoh seperti ini, hanya karena ingin balas dendam pada Elsa dan juga Zico gue sampai menyerahkan kehormatan gue sebagai seorang gadis,” umpat Anesya mengutuk tingkah bodohnya semalam, mau menyesal juga sudah percuma saja, sekarang ia tak bisa mundur, ia harus menunjukkan kekasihnya pada kedua orang laknat itu secepatnya.

“Sayang, kamu sudah mengingat siapa aku sekarang?” tanya Tuan Gerald dengan seringai liciknya.

“Ya, Tuan,” jawab Anesya tanpa berani melihat lelaki yang ada di hadapannya ini. Ia tak boleh mundur! Balas dendam ini harus berhasil.

“Aku sungguh tidak menyangka kamu masih gadis! Dan sekarang kamu adalah milikku, jangan pernah berpikir untuk bersama dengan lelaki lain sebelum aku yang mencampakkan kamu.” Tuan Gerald bicara dengan tatapan penuh perintah.

“Baik, Tuan,” jawab Anesya. Tatapan lelaki itu yang begitu tajam membuat Anesya tak berani membantah sama sekali. “Bagaimana cara saya bisa menemui Anda, Tuan?” tanya Anesya dengan polos.

“Aku sudah menyimpan nomor ponsel kamu dan aku akan menghubungi kamu nanti,” kata Tuan Gerald sembari melihat ke arah selimut yang gadis itu kenakan sedikit menunjukkan bagian atasnya yang begitu menggoda mata Tuan Gerald.

“Mesum.” Maki Anesya seraya menarik selimut itu sampai menutupi tubuhnya dengan sempurna.

***

Anesya melangkah masuk ke dalam pintu rumahnya, ia berjalan dengan perlahan sekali seakan sedang melangkah di atas serpihan kaca yang sedang bertebaran di lantai rumahnya. Rasa nyeri di area sensitif ini membuat Anesya tak bisa menahannya, membuatnya mengigit bibir bagian bawahnya guna untuk menahan rasa sakit ini.

“Adikku sayang, kamu dari mana saja, kami semua sudah menunggu kamu sejak dari tadi.” Itu adalah suara Elsa. Anesya sudah hafal di luar kepala dengan suara meenyebalkan itu, jadi ia tak akan keliru.

“Kenapa menunggu aku? Apakah ada hal yang penting?” tanya Anesya setelah menghentikan langkahnya di depan kakak tirinya itu.

“Aku dan juga Zico sudah memutuskan untuk menjalin hubungan lebih serius lagi dan kami sebentar lagi akan menikah," kata Elsa sembari melingkarkan tangannya di pinggang Zico yang kini sedang ada di sampingnya. Elsa sedang mencoba membuat Anesya terbakar cemburu ketika melihat kedekatannya dengan Zico.

Sumpah demi apapun, dada Anesya terasa begitu nyeri sekali sekarang, rasa nyeri itu merambat cepat ke hidung dan mmembuat kedua matanya memanas hingga memproduksi bulir bening. Anesya memutar kedua matanya, mengerjapkannya supaya bulir bening itu tak sampai menetes. Sungguh ia ingin menangis sekencangnya sekarang, tapi itu tak boleh terjadi, ia tak boleh terlihat lemah di hadapan kedua manusia laknat itu, ia harus tetap tenang dan mencoba menarik nafas dalam guna untuk menstabilkan deru nafasnya.

“Aku ikut senang melihat kalian akan menikah.” Anesya menjawab tanpa beban dengan senyuman dusta terukir di bibir manisnya. Ia pandai sekali menyembunyikan isi hatinya hingga membuat Elsa merasa geram karena Elsa ingin merebut apapun yang Anesya miliki selama ini.

“Kalau begitu kamu angkat kaki dari rumah ini! Kalian berdua pernah menjalin suatu hubungan, aku begitu percaya pada Zico sebab ia begitu mencintaiku, tapi aku tidak percaya pada kamu,” kata Elsa sembari menunjukkan tangannya ke arah Anesya secara terang-terangan. “Anggap saja ini adalah kado pernikahan dari kamu untuk kami, jika kamu menolak keluar dari rumah ini maka, aku akan mengira jika kamu masih mencintai Zico dan mencoba merebutnya dariku,” ujar Elsa mencoba untuk memprovokasi Anesya untuk angkat kaki dari kediamannya sendiri.

“Kenapa harus aku? Kenapa tidak kalian berdua saja yang keluar dari rumah ini! Ini adalah rumah mendiang papaku,” kata Anesya dengan berani. Ia tak bisa menyerahkan rumah peninggalan sang papa pada Kakak tirinya, rumah ini adalah kenangan satu-satunya tempat ia dibesarkan dan tak boleh menjadi milik Elsa.

“Rumah ini telah di wariskan pada Mamaku dan sebelum Mama kita meninggal, dia mewariskan rumah ini padaku, jadi kamu angkat kaki dari rumah ini sekarang juga!” titah Elsa dengan kedua mata yang membola penuh. Tatapan mengusir itu nampak jelas dari air mukanya, sedangkan Zico hanya diam saja tak membuka suara sedikitpun seakan lelak itu sedang mencoba untuk menikmati pertengkaran di hadapannya sekarang.

“Kenapa semuanya jadi seperti ini? Mau tinggal di mana aku?” batin Anesya meratapi nasibnya, sedangkan ia tak memiliki banyak uang untuk menyewa rumah.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

kasian Anesya..semoga Gerald bisa bantu

2023-11-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!