Tiba tiba tubuh Mara terhuyung ke belakang dan dengan sigap Arthur menarik tubuh Mara agar tidak jatuh namun naas, Arthur kehilangan keseimbangan hingga...
Brugh....
Keduanya jatuh tepat di atas ranjang dengan posisi Mara di atas tubuh Arthur. Untuk sesaat keduanya saling melempar pandangan.
Deg... Deg....
Jantung keduanya berdetak sangat kencang.
" Ya Tuhan jantung gue...." Gumam Mara dalam hati.
" Jantungku berdetak kencang sekali, semoga Mara tidak mendengarnya atau dia akan curiga kalau aku jatuh hati padanya." Ujar Arthur dalam hati.
Seolah bisa mendengar kata batin Arthur, tiba tiba Mara menempelkan telinganya ke dada kiri Arthur membuat jantung Arthur berdebar tak karuan.
Deg... Deg....
" Jantungmu berdebar sangat kencang Bang, apa kamu nervous berdekatan denganku seperti ini? Atau kau memang selalu begini saat berdekatan dengan wanita? Selama ini kan aku tidak pernah melihatmu dekat dengan wanita manapun. Atau jangan jangan kau memang tidak suka wanita."
" Ohhh." Mara menutup mulutnya menggunakan tangannya dengan ekspresi sangat terkejut.
" Jangan jangan kamu gay Bang."
Brugh....
Tidak Terima dengan tuduhan Mara, Arthur membalikkan posisi, ia mengukung tubuh Mara membuat Mara cemas.
" Ma.. Mau apa Bang?" Tanya Mara gugup.
" Mau membuktikan jika aku bukan gay, aku suka wanita hanya saja aku punya kriteria sendiri, jadi kau tidak akan melihatku dekat dengan wanita manapun karena aku belum menemukan wanita dengan kriteria itu. Tapi kalau kau ragu, aku bisa membuktikannya sekarang juga. Walaupun kamu tidak termasuk kriteriaku tapi kamu istriku, jadi aku bebas menyentuhmu di bagian manapun. Kita sudah halal ini." Ucap Arthur membuat Mara ketakutan.
" Tidak tidak.. Jangan lakukan itu! A.. Aku percaya kalau kau menyukai lawan jenis. Aku tidak butuh pembuktian darimu. Sekarang menyingkirlah! Aku harus berkemas bukan? Atau aku akan gerah di dalam perjalanan nanti." Ujar Mara.
" Biarkan saja, lagian bisnya datang tiga jam lagi."
" What!!!!" Pekik Mara mendirong keras tubuh Arthur sampai...
Brugh....
Lagi lagi Arthur jatuh ke lantai dari atas ranjang. Kali ini yang ia rasakan lebih sakit dari tadi pagi.
" Ya Tuhan pinggangku." Ucap Arthur memegangi pinggangnya.
" Nona Mara tolong bantu aku!" Sambung Arthur.
" Bodo' amat." Sahut Mara.
" Apa tadi kamu bilang Bang? Naik bis? Maksudmu nanti kita naik bis untuk sampai ke rumahmu?" Tanya Mara memastikan.
" Iya." Sahut Arthur.
" Big No." Ucap Mara.
" Aku nggak mau kalau naik bis, aku tidak bisa membayangkan rasanya berhimpitan dengan penumpang lain. Bau keringat dari beberapa orang pasti akan membuatku mual. Dan aku pasti merasagerah karena kepanasan." Ucap Mara sambil membayangkan.
" Oh no.. Tidak tidak tidak, aku tidak mau Bang." Ujar Mara.
" Mau tidak mau kamu harus mau." Ujar Arthur.
" Apa kamu semiskin itu hingga kamu tidak bisa membayar ongkos taksi? Kalau tidak kita pakai mobilku saja. Lebih enak, nyaman dan tidak akan kepanasan karena ada ACnya." Ujar Mara.
" Tuan Adi menarik segala fasilitas yang beliau berikan kepadamu Nona Mara."
" Apa?" Pekik Mara.
" Bagaimana bisa papa menarik semua fasilitas yang aku pakai selama ini? Lagian itu mobil, aku yang beli sen...
" Mobil itu di beli oleh tuan Adi sebagai hadiah ulang tahunmu satu tahun lalu. Bukankah mobil yang kamu beli telah hilang saat di bawa Aldo Nona?" Ujar Arthur memotong ucapan Mara.
" Bukan hilang tapi memang di jual oleh Aldo brengsek itu." Lanjut Arthur dalam hati.
" Sial!!" Umpat Mara.
Mara duduk bersila di atas ranjang, ia nampak mengetuk ngetuk kan jarinya ke dahi seolah sedang berpikir.
" Kalau begitu kamu harus membelikan mobil untukku Bang." Ucap Mara menatap Arthur.
" Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau gajiku hanya cukup untuk makan aku dan kekuargaku? Lalu darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli mobil?" Tanya Arthur beranjak. Ia duduk di tepi ranjang memunggungi Mara.
" Gini nih kalau punya suami miskin sepertimu. Baru menikah saja aku sudah harus merasakan penderitaan."
" Ya Tuhan.... Kenapa kau tidak menjodohkan aku dengan pria yang lebih kaya dan tidak perhitungan seperti papa." Ucap Mara membuat Arthur tersenyum.
" Kalau begitu aku akan membelinya dengan uangku sendiri. Dengan begitu aku tidak perlu repot repot naik bis." Ujar Mara.
" Tidak bisa! Kamu istriku dan semua kebutuhanmu adalah tanggung jawabku."
" Kalau begitu belikan aku mob...
" Tapi kau harus mengukur kemampuanku." Ujar Arthur memotong ucapan Mara.
"Ckk." Decak Mara kesal.
Mara segera turun dari ranjang lalu menyeret kopernya menuju almari. Dengan kesal ia memasukkan baju bajunya dengan cara melemparkannya ke dalam koper sampai...
Pluk...
Sebuah kacamata keramat tepat mengenai kaki Arthur. Arthur mengambilnya lalu menjerengnya sambil mengamati benda keramat itu. Mara yang menyadarinya membulatkan matanya dengan sempurna. Ia langsung merebut benda itu lalu memasukkannya ke dalam koper.
" Ternyata ukurannya besar juga." Ucap Arthur terkekeh.
Mara melotot menatap Arthur yang di balas senyuman manis oleh Arthur.
" Jadi pengin megang." Ucap Arthur menggoda Mara.
" Tidak bisa! Aku tidak mau bersentuhan fisik denganmu. Awas saja kalau kamu berani mencuri kesempatan, aku akan menendangmu sampai pintu rumahmu rusak." Ancam Mara menunjuk Arthur.
" Tidak apa apa, aku malah suka rumah yang tidak ada pintunya Nona. Jadi pas aku tinggal pergi, kamu bisa di goda sama orang gila yang masuk." Ujar Arthur.
Mara langsung beranjak berdiri di depan Arthur.
" Memangnya pernah ada orang gila masuk ke rumahmu Bang?" Tanya Mara memastikan.
" Kadang kadang sih." Sahut Arthur menyembunyikan senyumannya melihat ekspresi Mara yang terlihat lucu di matanya.
" Kalau begitu aku tidak mau pindah ke rumahmu. Aku paling takut sama orang gila." Ucap Mara bergidik ngeri.
" Kalau begitu kau bisa mengatakannya pada tuan Adi." Ujar Arthur.
" Ah tidak tidak tidak... Aku tidak jadi, baiklah aku akan ikut kemanapun kamu pergi." Sahut Mara kembali mengemas barang barangnya.
Lagi lagi Arthur tersenyum melihat tingkah Mara.
Selesai berkemas mereka turun ke bawah berpamitan dengan tuan Adi. Mara memeluk erat tubuh papanya, sebenarnya ia tidak rela meninggalkan papanya sendirian.
" Pa maafkan aku jika aku sering membuat Papa marah dan kecewa." Ucap Mara.
" Papa sudah lama memaafkanmu Nak. Papa berharap kamu tidak akan membuat Papa kecewa. Jadilah istri dan menantu yang baik untuk keluarga barumu. Syukuri apa yang telah Tuhan takdirkan untukmu. Kalau ada masalah atau kau mengalami kesulitan, kau bisa berkeluh kesah kepada suamimu. Bahu suamimu siap menjadi sandaranmu kapan saja. Bukan begitu Arthur?" Ujar tuan Adi menatap Arthur.
" Iya Pa." Sahut Arthur.
" Papa jaga diri baik baik di rumah, aku pasti akan sangat merindukan Papa." Ucap Mara.
" Papa juga akan sangat merindukanmu Nak." Sahut tuan Adi.
" Pa, apa boleh aku membawa mobilku?" Tanya Mara menatap papanya.
" Tidak Nak, bukannya Papa tidak menyayangimu tapi Papa ingin kamu menghargai apa yang suamimu miliki. Papa ingin kamu bisa menerima keadaan suamimu sekarang ini. Jika Papa tetap memberikan fasilitas kepadamu, maka itu akan melukai harga diri suamimu. Semoga kamu mengerti apa yang coba Papa katakan padamu." Ucap tuan Adi mengekus pipi putrinya.
" Aku mengerti Pa." Sahut Mara.
" Kalau begitu kami permisi Pa, aku akan sering sering mengajak Mara kemari." Ucap Arthur.
" Silahkan Nak, hati hati." Ucap tuan Adi.
" Ayo Non!" Ajak Arthur menggandeng tangan Mara.
" Lepas!!" Mara menepis tangan Arthur.
" Baiklah ikuti aku dari belakang atau kau akan tersesat." Ujar Arthur.
Mereka berjalan meninggalkan rumah tuan Adi menuju halte bis. Mara berjalan sambil cemberut menunjukkan sikap ketidaksukaannya. Tuan Adi melihatnya dari kejauhan.
" Semoga kau bahagia Nak. Maafkan Papa jika setelah ini Papa membuatmu terluka." Ucap tuan Adi.
TBC....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments