telpon berdering

Nyaris tujuh kali telpon itu berdering. Sekali waktu bolehlah dilewatkan, biar pun panggilan dari bos. Mengabaikan artinya sudah tahu resiko. Buntutnya kena skor tidak masuk tiga hari. Bila mau mengenangkan kejadian tempo hari. Sangat menyakitkan hati seumur hidup takkan mudah hilang dari ingatan.

Sekonyong-konyong bagian staf sudah berikan peringatan. Dasar kebandelan keras dilandasi persaingan di kantor. Salah satunya ingin menaikkan reputasi dibidang masing-masing. Benar adanya sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Cepet merambatnya kabar tentang kedekatan bos besar sama salah satu karyawan. Siapa pun yang mendengarnya akan terkaget-kaget, bagaimana mungkin cewek dusun mampu menaklukkan arjuna perkotaan. Segala penampilannya disandingkan gadis suka pakai gaun serba glamour. Itulah kumpulan pilihan hidup sesungguhnya. Bukan sebuah alasan Giony harus alihkan pandangan. Sejujurnya dia punya hak untuk menentukan jalan hidupnya. Intinya tak mau membebani hidup orang lain, apalagi sampai bikin mamanya kalang kabut terima ucapan keras dari bosnya.

"Hey..... Kerja yuk!" celetuk suara manis.

Jantungnya serupa mau melonjak setinggi pandangan mata, belum cukup sampai di situ. Tepukan keras mendarat di pundaknya. Lebih terkejut lagi sosok yang terbilang garang menurur kabar burung. Pucuk pimpinan selain berwibawa juga punya satu keinginan bahagiakan anak buahnya.

"Ah, kau ini selalu bikin orang jantungan. Atau kau ingin aku segera mati ya?" kelihatan sewot.

"Makanya jangan banyak melamun, kemarin ayam tetangga mati. Masak iya, pikiranmu tertuju ke salah satu bidang." ucapnya penuh deplomatis. "Cobalah untuk memahami pribadi masing-masing."

"Kau ini...."

"nggak usah dilamunkan, kalau rejeki kita pasti diraih. Ya, sedikit banyak musti menunjukkan etikat baik."

"Jangan suka asal nuduh. Sorry aku lagi banyak kerjaan. Lihat saja di mejaku berkas menumpuk."

Rekannya sambil berlalu ke kantin rupanya, baru kali pertama dia dapatkan sindiran. Sebelumnya masih enjoy kerja sampai jam lembur. Adakalanya orang tidak merasa iri melihat kemajuan rekan sejawat. Saling sikut kerap terjadi mungkin bukan rahasia umum. Agaknya persaingan bisnis kadang bamyak menjerumuskan salah satu pihak dirugikan secara material.

Nampak keresahan dia untuk menata berkas dan mensortir satu demi satu. Tujuan awal kerja di sini ingin menunjukkan kemampuannya dalam tata kelola perusahaan. Dalam tempo lama perusahaan ini sedikit mengalami penurunan financial. Giony berusaha keras untuk mendekati para investor. Memang pekerjaàn tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Beberapa teman semasa kuliah anak konglongmerat.

Selepas jam makan siang ini ia akan hubungi adiknya di Surabaya. Hubungan keduanya cukup dekat, sehingga sukar sekali untuk dipisahkan. Walau pun direntangkan oleh jarak dan waktu. Keduanya punya ikatan batin sangat kuat. Bilamana satu sama lain mendapatkan cobaan hidup Giony lebih dulu mwnghubungi adiknya.

Sambungan telpon masih menggantung, ada gangguan kali ya. Giony kelihatan makin gugup. Wajahnya semu merah, padahal kulit mukanya tidak terlalu bersih. Tapi tetap saja kelihatan lwbih macho dan tampan. Pikirnya, nggak biasanya si adik akan menolak telponnya?

"Hallo...."

Saluran telpon posisi memanggil, sampai panggilan tak terjawab, kesal dibuatnya. Tidak biasanya Martha sulit dihubungi. Malahan sambungan terputus. Bagaimana mungkin kejadian itu berujung musibah.

"Kawan kau ini kenapa, lagi galau. Emang kerjanya sudah kelar, duduk manis, mirip orang lagi nanggung hutang!"

Dasar tukang nyinyir! Pikir Giony. Sampai detik ini ia punya firasat kurang enak mengenai keadaan adiknya di Surabaya. Seminggu sebelumnya masih berkirim kabar, ketika dia hendak hubungi perihal rasa kangen ibunya. Belum dapat jawaban pasti dari salah seorang pembantunya.

"Kebiasaan banget!" sambil ketuk pena ke meja.

Ada serupa kekhawatiran, ada pula kecemasan tersirat di wajahnya. Setahunya Martha akan lebih terbuka dalam segala hal, termasuk urusan perusahaan di mana ia kerja. Loyalitas di perusahaan sangat di junjung tinggi. Ini bukan hal baru dalam urusan percintaan tertutup.

"Pasti urusan doski ya," brondong rekannya.

"Simpan rasa ingin tahumu!"

"Sabar, aku bukan ingin ikut campur. Sebatas mencari solusi terbaik, menurutku teliti dahulu mengenai kabar adikmu. Siapa tahu dia hari ini sibuk."

"Hahahaha.... " Giony tertawa lepas lihat kelakarnya. "Nggak lucu aja. Aku sudah pikirkan dengan baik."

Dari sisi lain Giony agak terganggu, setidaknya Martha mampu menunda kunjungan ke daerah lain. Seolah dia sulit dihubungi atau halangan pihak ketiga. Di sabtu sore dia pasti duduk santai. Itulah anggapan sementara Giony.

"Sudahlah. Tidak perlu merepotkan diri. Ayo cari hiburan di luaran. Setidaknya kamu mampu melepaskan kepenatan hidup. Buat apa hidup cuma sekali, terus kau larut oleh kepedihan."

"Jangan asal bicara! Saya serius..."

Banyak kejadian kecil sering sebagai pemantik kerinduan. Salah satunya, adiknya selalu ada di sisinya. Kesetiaan untuk menjunjung harkat dan martabat keluarga. Perjuangan Martha kini mulai dirasakan bentuk kepedulian sama perusahaan. Ada sekelumit bayangan manis sukar dilupakan. Baginya adik semata wayang bisa di andalkan dalam kehidupan berbisnis.

"Gimana kabar adikmu? Apa dia baik-baik saja? Ya kita berharap demikian, tapi kau harus ingat kerjaan kita menumpuk."

"Apa tidak ada jalan lainnya? Sudah tentu kita ajukan dulu proposalnya. Selanjutnya cari jalan agar peluangnya bisa diraih."

Giony sempat tertawa lepas. Wajahnya mendadak dibuat seceria mungkin. Ada kalanya dia butuh kesendirian. Masalah sebesar itu sulit dipecahkan dalam waktu singkat. Sekali pun sudah berusaha semaksimal mungkin. Untuk menyingkirkan pesaing di meja lelang atau forum mediasi di ruang meeting.

Selepas jam istirahat Giony masih menyibukkan diri menata berkas-berkas di meja. Hanya ide cemerlang menjadikan dia temukan hasil gemilang.

"Perlu vitamin khusus..."

"Kedengarannya saja gaya bicaramu..." cakapnya sambil lalu. "Kau boleh berkata apa pun tentang saya. Tapi jangan sekali menyinggung perasaanku. Itu sama saja bunuh diri."

"Buat apa saya bohong. Terus apa untungnya? Terpenting kau bisa memenuhi syarat."

Belum genap satu bulan kerja sudah ajukan permohonan. Giony jadi kebingungan buat menanggapi permintaan rekannya. Kalau saja dia tidak kenal baik tentu dibikin celaka. Ancaman itu bukan satu isapan jempol. Giony ingin perlihatkan kekuasaan di kantor. Tujuan utama ingin menunjukkan sikap produktifitas tinggi. Selebihnya mengandalkan insting belaka. Tanpa mengkaji ulang untung dan rugi satu kejadian kecil perihal penjualan produk.

Sampai tergelak tawa Giony dengar penjelasan sopirnya. Enjoy banget dia menuturkan kejdian setiap harinya. Di bilang lumayan menikmati perjalanan ke kantor. Supaya usaha tidak terkesan sebagai sopir, penampilannya perlu dirubah kembali. Pantas saja rekan di kantor semua heran lihat lagak sopir bosnya.

"Apa kita tidak salah lihat? Bukankah esok mau liburan ke Hongkong ya...." suaranya minta perhatian. "Tentunya kita sebentar lagi akan ada peningkatan gaji."

"Siap di up date. Paling tidak tiap malam minggu bisa naktrir pacar," sambung lainnya.

Situasi seperti ini jarang terjadi di kantor, sekali pun ada nada sinis. Bahwa si sopir bos pasti sebatas menggunakan fasilitas kantor. Berkat perkataan barusan dia takkan ambil pusing. Setelah beberapa menit nongol di ruangan Goiny. Seraya membujuk agar semua permintaan segera dikabul tanpa syarat. Ia berbalik arah dengan tatapan mencurigakan.

"Sejak kapan..."

"Kau tahu sendiri, semua demi misi kita."

Cepat Giony berdiri menatap sopirnya. Seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sebuah penampilan konyol, mana ada sopir kenakan jas lengkap berikut dasi. Lelucon dibuat oleh sahabatnya. Semasa SMA keduanya punya hubungan pertemanan cukup erat. Hanya nasib saja memisahkan jarak status sosialnya.

"Apa kau bilang misi kita? Kau ini lihatnya dari mana, apa pantas kulihat semuanya jadi penuh keganjilan."

"Kulakukan ini agar lebih meyakinkan. Selanjutnya kau harus bisa mendukung usahaku..."

"Sebentar...!"

"Kali ini aku mohon perngertiannya. Tahu sendiri sudah lama aku jomblo tulen. Masa kamu tega lihat kawan sendiri hidup sepi. Ayolah, untuk kali ini kumohon dengan segala hormat."

"Duduk dulu....?" suara Giony sedikit parau. "Berapa kali jangan permainkan kerjaanmu. Kapan saja aku bisa cari penggantinya."

Mana tahan Giony selalu dibohongi dengan alasan urusan cewek. Rupanya senjata amat ampuh hadapi bosnya. Tentu bosnya akan meluluskan semua permintaannya. Kembali Giony ambil secarik kertas dan menuliskan catatan pendek. Setelah selesai disodorkan sehelai kertas putih berisikan perjanjian. Ia tidak mau terjerumus pada sikap egois rekannya.

"Justru kesempatan ini langka bisa kudapatkan lagi. Karena itulah aku mohon dengan segala hormat. Kabulkan permohonanku kali ini. Coba kau bisa bayangkan hidupku jadi berantakan."

"Cukup..."

Perdebatan itu terhenti ketika pintu di ketuk dari luar. Giony buka tirai jendela memastikan tamunya. Ada kegusaran bikin jantungnya berhenti mendadak. Akhirnya harus menyerah sebelum misinya jadi berantakan oleh tak diundang masuk ke ruangan.

Lelaki itu ambil langkah seribu, hal inilah pilihan terakhir. Sebelum tamu bosnya benar-benar membuntuti seluruh gerak langkahnya. Atau dia kelihatan mulai kehabisan akal.

Selepas jam istirahat Giony tubuhnya mendadak gemetaran. Jemarinya makin bergetar waktu meraih pena. Nyaris kedua kalinya ia mendapati gerak jarinya tak beraturan. Hati-hati duduk dengan pandangan samar-samar. Lama ke lamaan memudar waktu ekor matanya tertuju kesalah satu foto. Yakni foto kenangan semasa Martha, adiknya masih duduk di bangku SMA. Gadis itu kini tentu sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa. Mampu menopang kelangsungan hidup di keluarganya.

"Permisi..." suara lembut di balik pintu.

Siapa takkan mabuk olehnya, baru juga dengar suaranya saja Giony macam diracuni oleh api asmara. Belum sepenuhnya ia duduk pada posisi nyaman. Dengan rasa terpaksa musti bangun. Ketika hendak berdiri untuk bukakan pintu.

"Maaf kalau kedatanganku kurang berkenan? Sekira kau bisa menaruh empati. Sebab itulah kedatangan tidak memberikan kabar terlebih dahulu."

Di jatuhkan gagang telpon tidak pada tempatnya. Ia sekarang lebih fokus sama tamunya. Pandangan màtanya kelihatan kosong, seolah-olah bayangan adiknya tergantikan atas gadis di hadapannya.

"Kamu masih ingat aku kan? Sayang, engkau tuh terlalu sibuk sama kerjaan. Pantas saja. Lupa segalannya."

Matanya jadi terbeliak, kedua bibirnya ikutan menjadi keluh. Untuk mengeluarkan sepatah kata saja terasa tercekik batang lehernya.

"Kau....?" katanya jauh lebih gugup. "Kau .... Ke sini punya kepentingan apa?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!