Sudah seminggu berlalu sejak kejadian di ruang laundry, namun Isao belum juga menunjukkan tanda-tanda akan segera kembali ke Tokyo. Ia justru semakin betah tinggal di Biei dan merawat sang Nenek dengan telaten.
Setiap hari ia bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk sang Nenek dengan menu yang beragam. Ia juga menyuapi beliau, mengajaknya jalan pagi bahkan menidurkannya.
Karena Isao telah memonopoli sebagian besar pekerjaannya, Alya pun memiliki banyak waktu luang setiap harinya. Ia bahkan lebih sering membantu Bibi Akiko daripada mengerjakan pekerjaannya sendiri.
Dan seperti janjinya pada Isao, Alya tak pernah lagi berbincang dengannya selain saat bersama Nenek Asami. Sebisa mungkin ia berusaha menghindari kontak langsung dengan Isao karena tak ingin membuat masalah dengannya.
Namun berbeda dengan Alya yang berusaha keras untuk menjauhinya, Isao justru semakin bertingkah. Seolah ingin mengusik ketenangan Alya dan membuatnya tak nyaman.
Meski saat bersama Nenek Asami Isao selalu bertingkah manis sambil menampakkan wajah cerianya, namun sikapnya langsung berubah drastis ketika sedang berdua dengan Alya.
Raut wajahnya yang ramah, tiba-tiba berubah menyeramkan. Ia juga menyeringai tiap kali dirinya tak sengaja bertatapan dengan Alya, seolah ingin menantangnya untuk berduel. Ia bahkan dengan sengaja menabrak lengan Alya jika mereka berpapasan di jalan.
Tak hanya itu, Isao juga sering memberi perintah semaunya. Ia akan menyuruh Alya mengambil barang, lalu memintanya untuk mengembalikan barang tersebut ke tempat semula dengan alasan tak jadi menggunakannya.
Yang paling membuat Alya kesulitan ketika Isao dengan sengaja menghambur-hamburkan benang wol milik Nenek Asami dan menyuruhnya merapikan semuanya seperti sedia kala.
Sebenarnya alasan Isao melakukan itu hanya untuk melampiaskan kekesalannya pada Alya. Ia juga berniat berhenti setelah beberapa hari memberinya pelajaran.
Namun niatnya tiba-tiba berubah setelah Isao diam-diam memperhatikan ekspresi Alya saat ia menjahilinya.
Ternyata gadis itu selalu memanyunkan bibirnya tiap kali Isao memberi perintah. Terkadang ia komat kamit tak jelas saat melaksanakan perintahnya. Pipinya bahkan memerah ketika ia mendumel kesal lantaran Isao menyiksanya dengan pekerjaan, seolah diam-diam ia sedang mengumpat dalam hati.
Menurutnya, ekspresi yang Alya perlihatkan saat marah sangat lucu, membuatnya tertawa puas. Karena itulah ia mulai ketagihan menjahilinya.
Dan berkat ulahnya itu, Alya tak lagi takut pada Isao. Ia justru kesal lantaran Isao bersikap kekanak-kanakan, seolah ingin menguji kesabarannya.
Seperti siang ini, saat Alya harus berbelanja kebutuhan sehari-hari. Ia yang biasanya pergi dengan bersepeda, terpaksa ikut dengan Isao menggunakan mobil karena mereka juga akan berbelanja keperluan para petani di ladang.
"Apa Alya tidak bisa pergi sendiri saja Nek? Akan lebih cepat jika aku dan Isao bisa berbagi tugas berbelanja." Alya beralasan. Sebenarnya ia tak ingin pergi, karena Isao pasti akan melakukan sesuatu padanya.
"Tapi barang belanjaanmu tidak akan muat jika bersepeda. Belum lagi kau nanti kesulitan membawanya. Kalau kau jalan dengan Isao, setidaknya dia bisa membantumu mengangkat barang belanjaan ke mobil." Nenek Asami mencoba memberi pengertian.
Namun Alya hanya bisa tersenyum kecut dan melirik Isao yang juga sedang menatapnya sambil menyeringai.
"Ada apa Alya san? Apa kau takut aku akan membuangmu di tengah jalan jika pergi bersamaku?" sindir Isao.
Alya tak langsung menjawab. Ia justru menatap tajam wajah Isao dengan bibir yang bergetar menahan kesal. Ia pun melipat kedua tangannya ke depan dada, seolah ingin menantang Isao.
"Siapa yang takut! Lagipula aku yakin kau tidak akan berani melakukannya. Nyalimu terlalu kecil untuk menjadi penjahat internasional."
Sontak Isao tertawa dengan wajah mengejek. "Kau terlalu percaya diri!"
"Sudah, sudah! Kalau kalian bertengkar terus, bisa-bisa kalian tidak jadi berangkat!" Nenek Asami mencoba menenangkan.
Keduanya pun langsung diam. Alya segera mengambil uang dan paper bag yang disodorkan Bibi Akiko, lalu berjalan ke arah mobil tanpa melepaskan tatapan tajamnya dari Isao yang juga berjalan ke arah mobil sambil menatapnya dengan mata yang menyipit.
Sesekali mereka memanyunkan bibir bergantian, seolah saling mencibir satu sama lain dalam hati. Namun ekspresi mereka berubah saat berpamitan sekali lagi pada Nenek Asami dan Bibi Akiko sebelum masuk ke dalam mobil.
"Nenek, Bibi, kami pergi dulu." Pamit mereka kompak, lalu saling menatap tajam. Kemudian mereka masuk dan pergi meninggalkan Nenek Asami dan Bibi Akiko yang masih berdiri di tempatnya.
"Apa mereka tidak sadar, kalau kelakuan mereka itu sangat menggemaskan?" kata Bibi Akiko sambil tersenyum geli memandangi mobil yang sudah semakin jauh.
"Semoga saja mereka cepat menyadarinya." Nenek Asami ikut tersenyum geli dan melempar tatapan bahagia pada Bibi Akiko.
...****************...
Alya dan Isao baru saja selesai berbelanja keperluan rumah dan pertanian. Kini mereka tengah menatap bagasi mobil yang terbuka dan memikirkan cara untuk mengatur barang belanjaan mereka sebanyak lima troli besar ke dalam mobil.
"Apa menurutmu ini akan muat?" Tanya Alya. Ia dan Isao menatap bagasi mobil yang sudah luas setelah mereka melipat kursi belakang, kemudian beralih menatap ke arah troli di samping mereka yang dipenuhi karton-karton besar.
"Harusnya tadi kita membawa pick up." Isao mengerutkan keningnya, berusaha mencari cara.
"Bagaimana kalau sebagian kartonnya kita letakkan di atas kursi bagian tengah."Usul Isao.
"Boleh juga." Alya mengangguk setuju.
"Kalau begitu kau atur sekarang juga. Aku akan menunggumu di mobil."
Mendengar perintah Isao, Alya sontak menoleh padanya dengan mulut menganga. "Apa? Kau barusan bilang apa?" Alya menatap tak percaya.
"Kau atur barang-barang ini ke dalam mobil. Aku akan duduk dan menunggumu." Isao memperjelas kata-katanya.
"Apa kau gila?" Alya tertawa kesal.
"Karena aku yang memikirkan ide untuk memuat semua barang-barang ini, jadi kau yang harus mengeksekusinya." Kata Isao dengan santai, lalu pergi tanpa menunggu tanggapan Alya. Ia duduk di kursi pengemudi dan menurunkan jok nya agar ia bisa berbaring.
"Bangunkan aku kalau kau sudah selesai." Kata Isao kemudian memejamkan mata.
Alya tak bisa berkata-kata. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat dan melengkingkan suaranya, berusaha meluapkan emosi. Ia benar-benar telah mencapai batas kesabarannya mentolerir perbuatan Isao.
'Dasar psikopat gila!' Umpat Alya dalam hati.
Sementara Isao yang tengah berbaring di kursi, tersenyum puas karena telah berhasil menjahili Alya. Ia membuka sebelah matanya dan mengintip gadis itu menyusun karton-karton belanjaan mereka dengan rapi melalui kaca spion. Senyum di bibirnya tersungging, saat melihat Alya menggerutu sambil meletakkan karton dengan kasar ke dalam mobil.
...****************...
Beberapa hari kemudian....
Memasuki pertengahan musim semi, para petani semakin sibuk di ladang bunga dan kebun milik Nenek Asami.
Nenek Asami juga lebih sering menghabiskan waktunya di ladang untuk mengontrol pekerjaan para petani, ditemani oleh Isao yang masih betah menetap di Biei.
Sesekali Alya ikut bersama mereka jika diperlukan. Namun jika keadaan tak begitu mendesak untuk dirinya harus ikut, ia memilih untuk tetap di rumah atau berdiam di salah satu area kebun yang sudah dilewati Nenek Asami.
Bukan karena malas ataupun lelah, melainkan karena Isao tak berhenti mengganggunya meski sedang berada di ladang. Ia sering melempari Alya dengan tanah saat perhatian Nenek Asami sedang teralihkan oleh para petani.
Bahkan terkadang Isao dengan sengaja meletakkan ulat di tangan atau pundaknya, hingga membuat Alya berteriak histeris dan menangis.
Namun tak sekalipun Isao merasa kasihan setiap kali dirinya menjahili Alya. Ia justru tertawa terbahak-bahak melihat ekspresinya yang ketakutan.
Untungnya Nenek Asami selalu sigap menenangkan Alya. Ia juga membantu menyingkirkan ulat yang menempel di tubuh Alya dan membersihkan pakaiannya yang terkena tanah akibat ulah cucunya.
Dan hari ini Isao kembali melancarkan aksi jahilnya. Ia menarik selang irigasi dan mengarahkannya pada Alya. Ia dengan sengaja menyemprotkan air ke arah Alya sambil tertawa terbahak-bahak. Ia bahkan tak berhenti menyiraminya meski Alya memohon padanya untuk berhenti.
"Hentikan Watanabe san! Pakaianku basah semua." Pinta Alya.
"Kenapa? Kau kan belum mandi! Anggap saja hari ini aku berbaik hati memandikanmu!" Ledek Isao, tak berhenti mengarahkan selang yang ia pegang ke tubuh Alya yang berusaha menghindar.
'Dasar psikopat sinting!'
Tak tahan dengan kelakuan Isao yang sudah berlebihan, Alya memilih pulang dengan wajah kesal. Ia terus menghentakkan kakinya sepanjang perjalanan pulang sembari merutuki cucu majikannya itu.
Isao baru berhenti menyiraminya begitu Alya berjalan semakin jauh.
"Hei, kau mau kemana? Aku belum selesai memandikanmu?!" Teriak Isao dengan sengaja.
"Terima kasih! Tidak perlu! Aku bisa mandi sendiri." Oceh Alya sambil berlalu pergi.
'Apa sih maunya psikopat itu?! Dia yang menyuruhku fokus bekerja, tapi malah dia yang terus menggangguku! Apa dia sedang menguji kesabaranku?!' Gerutu Alya dalam hati
Kesal melihat tingkah Isao yang menyebalkan, Nenek Asami lantas berjalan menghampirinya dan memukul punggungnya dengan keras.
"Aow! Sakit Nek!" Keluh Isao seraya mengelus punggungnya.
"Susul Alya chan sekarang juga dan minta maaf padanya!" Perintah Nenek Asami dengan tegas.
Namun Isao tak mengindahkan perintah Nenek Asami. Ia justru memasang tampang tidak bersalah pada sang Nenek.
"Aku tidak sengaja melakukannya, Nek! Lagipula siapa yang suruh dia berdiri di situ!"
"Kau kira Nenek tidak menyadari perlakuanmu selama ini pada Alya chan? Nenek hanya berusaha menahannya karena Nenek pikir kau hanya iseng. Tapi kali ini kau sudah keterlaluan, Isao chan! Segera susul Alya dan minta maaf padanya!" Perintah Nenek Asami dengan nada yang mulai meninggi.
"Baik-baik!" Dengan kesal Isao berjalan pulang sambil menghentakkan kakinya.
...****************...
Setibanya di rumah Nenek Asami, Isao segera berjalan menuju kamar Alya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ia langsung menerobos masuk ke dalam kamar.
Namun detik berikutnya wajah Isao mendadak merona saat matanya tak sengaja menatap Alya yang sedang berganti pakaian.
"Aaaaaaaaaahhhhhhh!!!!" Alya menjerit sekencang-kencangnya saat menyadari kehadiran Isao.
"Ma... ma... maaf!"
Dengan cepat Isao menutup kembali pintu kamar Alya. Ia benar- benar syok hingga beberapa kali mengerjapkan matanya, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau masuk ke kamar orang tanpa mengetuk pintu?!" Teriak Alya dari dalam kamar.
"Maaf, aku tidak sengaja! Ku pikir kau sudah selesai berganti pakaian." Jawab Isao.
"Jangan salah paham! Aku kesini bukan karena keinginanku, tapi karena Nenek Asami yang menyuruhku menemuimu untuk meminta maaf!" Sambungnya, kemudian berlalu pergi meninggalkan Alya dan berlari ke arah Villa.
Setibanya di kamar, Isao menghela nafasnya yang tertahan sepanjang perjalanan. Ia memegangi dadanya yang berdebar kencang sembari mengatur nafas. Dari ekspresinya jelas menunjukkan jika saat ini ia sangat syok.
Namun Isao bukan syok lantaran dirinya tak sengaja mendapati Alya sedang memakai baju, melainkan karena ia tak sengaja melihat bekas luka bakar di hampir sekujur punggung Alya.
Isao tak menyangka dibalik kulit tangan Alya yang nampak mulus terawat, gadis itu memiliki bekas luka yang sangat mengerikan di punggungnya. Dilihat dari bekasnya, sudah dapat dipastikan jika dulunya luka itu sangat parah.
'Apa yang barusan ku lihat?! Apa yang sebenarnya terjadi padanya?'
Setelah berhasil menenangkan diri, Isao berusaha bersikap seperti biasa dan bergegas menemui Nenek Asami yang masih berada di ladang bunga.
...****************...
Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat Alya, Isao, Nenek Asami dan Bibi Akiko sedang menikmati makan malam bersama.
Di tengah kegiatan santap malam mereka, Alya diam-diam melirik ke arah Isao yang sedang asyik menikmati hidangan sup miso buatan Bibi Akiko. Ia ingin memastikan bagaimana reaksi pemuda itu saat berada di dekatnya setelah kejadian tak sengaja di kamarnya siang tadi.
Sayangnya, Isao tak menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Ia sama sekali tak menunjukkan rasa canggung berada di dekat Alya, seolah kejadian memalukan itu tak pernah terjadi.
Meski begitu, Alya tetap saja gelisah karena Isao tak juga memberi kepastian, apakah dirinya melihat bagian tubuh Alya yang terekspos saat ia masuk ke kamar atau tidak.
Terlebih Alya penasaran, apakah Isao melihat bekas luka bakar yang hampir memenuhi seluruh punggungnya. Bekas luka yang membuatnya takut untuk memulai sebuah hubungan dengan seorang pria. Ia takut tak akan ada pria yang mau dengannya jika melihat kondisi kulit punggungnya yang rusak parah.
Sebelumnya bekas luka itu tak pernah membuat Alya rendah diri. Namun hari ini, untuk pertama kalinya ia begitu malu lantaran Isao tak sengaja masuk ke dalam kamarnya. Ia khawatir Isao akan semakin memandang rendah dirinya hanya karena bekas luka bakar tersebut.
...****************...
Setelah selesai menidurkan Nenek Asami, Alya bersiap keluar dari kamar sang majikan dan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Tapi baru saja Alya menarik gagang pintu, ia malah dikagetkan dengan kemunculan Isao yang berdiri tepat di depan kamar Nenek Asami. Ia melipat kedua tangannya ke depan dada sambil bersandar pada dinding.
Alya mencoba mengabaikannya dengan bersikap acuh. Ia membelakangi Isao saat menutup pintu kamar Nenek Asami, lalu berbalik dan berniat untuk pergi.
Namun belum sempat Alya beranjak dari tempatnya berdiri, Isao tiba-tiba menangkap tangannya dan menariknya ke teras rumah.
"Kenapa kau terus melirikku saat di meja makan tadi?!" Tanya Isao dengan nada mengintrogasi. Matanya menyipit dan menatap tajam ke arah Alya.
Sontak Alya terkejut mendengar pertanyaan Isao. Ia tak menyangka, pemuda itu menyadari saat ia memperhatikan gerak-geriknya.
"Jangan besar kepala, Watanabe san! Aku hanya ingin memastikan bagaimana kau akan bersikap padaku setelah membuka pintu kamarku tanpa izin!" Alya berpura-pura tenang, meski matanya tak berani menatap Isao secara langsung.
Refleks Isao menyeringai dan menatap Alya dengan sinis. "Kau berharap aku bersikap seperti apa? Kau pikir aku sengaja masuk kesana karena ingin mengintipmu? Lagipula aku sudah menjelaskan kalau aku tidak sengaja membuka pintu. Aku langsung memalingkan wajahku begitu sadar kalau kau sedang memakai baju. Jadi tentu saja aku tidak sempat melihat tubuhmu. Lagi pula apa untungnya jika aku memandanginya?"
Mendengar penjelasan Isao, Alya sedikit lega. Setidaknya ia tidak akan malu jika berhadapan dengannya.
"Syukurlah kalau kau tidak melihatnya," ucap Alya sedikit berbisik.
"Apa sudah tidak ada pertanyaan lain untukku?"
Isao terdiam. Namun ia menatap mata Alya lekat-lekat, seolah sedang berusaha membaca pikiran gadis itu.
"Jika tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan, tolong biarkan aku masuk ke dalam kamarku untuk beristirahat, Tuan Watanabe!" Sindir Alya.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Isao melepaskan tangannya yang sedari tadi mencengkram lengan Alya dengan kuat.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan!" Dengan langkah cepat Alya masuk ke kamarnya dan meninggalkan Isao yang masih menatapnya.
Usai mengunci pintu kamarnya, Alya langsung menghela nafas lega. Ia melemaskan tangannya yang masih gemetar.
Ternyata sejak tadi Alya berpura-pura tenang di hadapan Isao. Nyatanya, jantungnya berdegup kencang karena mengira Isao akan melakukan sesuatu yang buruk padanya.
Meski Isao tak melakukannya dengan sengaja, namun lengan Alya jadi merah akibat cengkeraman tangannya yang cukup kuat. Dan ini kali kedua Alya mendapatkan perlakuan seperti itu darinya. Walau tak begitu sakit, namun bekas cengkeraman Isao terasa perih.
'Dasar psikopat! Awas saja jika dia berani melakukan kekerasan fisik padaku! Aku akan melaporkannya pada Nenek Asami!' Batin Alya kesal.
...****************...
Isao sedang duduk di atas kasur sambil memandangi jendela kamar Alya yang masih terang oleh cahaya lampu.
'Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia punya bekas luka sebesar itu? Dan bagaimana dia terlihat biasa-biasa saja, bahkan tidak menutup diri dari orang-orang di sekitarnya? Biasanya wanita akan merasa malu memiliki kekurangan seperti itu dan berusaha melakukan apapun demi membuatnya kembali seperti sebelumnya, tapi kenapa dia tidak?'
Perlahan tapi pasti, Isao mulai melupakan keberadaan foto yang selalu ia pandangi dan alasan yang membuatnya harus cuti dari rumah sakit dan kampus. Bahkan dirinya tak menyadari, sudah sejak lama ia berhenti menangisi gadis dalam foto itu.
Dan seperti kesedihannya yang perlahan memudar, rasa kesalnya terhadap Alya pun perlahan menghilang. Kini pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang kehidupan gadis perawat yang bekerja untuk neneknya itu. Keingintahuannya terhadap pribadi Alya, membuatnya ingin mengenal sosok gadis itu lebih jauh.
Apa yang sudah dialaminya hingga ia mendapatkan bekas luka bakar yang sangat parah? Dan mengapa ia begitu ceria meski memiliki kekurangan yang tak ingin dimiliki oleh wanita manapun di dunia ini? Pertanyaan itu terus berkutat dalam pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Adriana
jatuh cinta yang berawal dri rasa penasaran
2023-06-14
1