Hari ini Isao bangun lebih pagi dan memasak bubur di dapur. Sama seperti sebelumnya, ia lagi-lagi memperlihatkan ekspresi ceria di hadapan Alya, seolah tak pernah terjadi apa-apa dengannya.
Meski begitu, ekspresi palsu yang ditampakkan Isao tak mampu menyembunyikan kondisi wajahnya yang sembab. Karena itu, Alya semakin yakin menjalankan rencana yang sudah ia persiapkan nanti malam.
'Pokoknya malam ini rencanaku harus berhasil!', pikir Alya. Ia melirik jam tangannya, tak sabar menunggu waktu di mana Isao mulai meratap.
Tepat pukul sebelas malam, suara tangisan dari arah Villa kembali terdengar. Alya mengintip untuk memastikan jika pemilik suara itu adalah Isao. Dan sesuai dugaannya, ia melihat Isao sedang bersandar di tepi ranjang dengan berlinang air mata.
Alya pun bergegas keluar kamar, memastikan keadaan di dalam rumah. Yakin jika seluruh ruangan telah sepi, Alya pun mengendap-endap keluar agar langkahnya tak terdengar oleh penghuni rumah.
Setibanya di luar rumah, Alya segera berjalan menuju taman yang terletak diantara rumah dan Villa. Ia memutar kran air yang terhubung ke selang irigasi yang biasa digunakan untuk menyiram tanaman dan rumput di sekitar taman.
Dengan cepat air menyembur keluar dan membasahi seluruh taman. Setelah beberapa saat menunggu, Alya pun berlari ke arah ujung selang dan mencoba menghentikan air yang membasahi seluruh taman.
"Wah..... Sepertinya kran air di taman rusak!" Alya berteriak cukup keras sambil menoleh ke arah kamar Isao.
Mendengar teriakan Alya, Isao refleks menoleh ke arahnya. Ia tersentak kaget saat tatapan mereka saling bertemu. Buru-buru Isao mengusap air matanya, mencoba menenangkan dirinya yang gelisah.
Sementara Alya berlari ke arah kamar Isao. Ia berpura-pura panik, seolah mencemaskan keadaan Isao.
"Ada apa, Watanabe san? Apa kau sakit?" Tanya Alya setibanya di balkon kamar Isao.
Namun bukannya menjawab pertanyaan Alya, Isao justru berjalan dengan cepat ke arah balkon. Ia kalang kabut saat berusaha menutup pintu kaca kamarnya yang dalam kondisi terbuka.
Sayang, belum sempat ia menarik gagang pintu kamarnya, Alya sudah lebih dulu merentangkan kedua tangan dan kakinya dan dengan gerakan cepat, gadis itu menyelinap masuk ke dalam kamar Isao.
Tanpa basa-basi, Alya segera melayangkan pandangannya ke arah meja rias, mencari benda yang membuatnya penasaran dua hari ini. Benda itu tak lain adalah benda yang selalu dipandangi Isao saat ia tengah menangis.
Tapi setelah menemukan benda yang dimaksud, reaksi Alya justru di luar dugaan. Ia tertegun dalam waktu yang cukup lama tanpa berkedip sekalipun. Kedua alisnya terangkat saat matanya membelalak karena terkejut.
Rasanya Alya tak percaya jika benda yang ditangisi Isao selama ini adalah sebuah bingkai berisi foto wanita jepang. Wajahnya sangat cantik dengan senyum yang merekah, seolah sedang tersenyum pada orang yang memandangi fotonya.
"Jadi kau menangisi seorang wanita?" Alya membelalak tak percaya.
Namun Isao tak bersuara dan hanya memandangi Alya dengan tatapan geram. Rahangnya bahkan bergetar, tak dapat menahan kekesalannya melihat tindakan Alya yang begitu lancang masuk ke kamarnya. Ia pun berjalan menghampiri Alya, lalu dengan kasar menarik lengan Alya dan menyeretnya keluar.
"Apa yang kau lakukan?! Bukannya tindakanmu barusan sangat tidak sopan?!" Bentak Isao setelah berhasil membawanya keluar, tanpa melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Alya.
Alya meringis kesakitan. Ia meronta-ronta, berusaha melepaskan cengkeraman Isao dari lengannya. Tapi tenaganya yang tak sebanding dengan Isao, membuatnya kesulitan melepaskan cengkeraman pemuda itu.
"Maaf, aku tidak bermaksud bertindak tidak sopan padamu! Aku hanya khawatir tiap kali mendengarmu menangis." Sesal Alya.
Namun bukannya mencoba maklum dan memahami alasan Alya, Isao justru semakin geram setelah mendengar jawabannya. Ia pun mempererat cengkraman tangannya dan menatap Alya penuh amarah.
"Kau bahkan berani menguping?!" Sergah Isao sambil mengangkat tangan kanannya.
Sontak Alya gelagapan, mengira Isao akan melayangkan tamparan padanya. Ia pun menunduk dan dengan sekuat tenaga menginjak kaki Isao.
"Argh!!!"
Isao mengerang kesakitan. Ia melepaskan cengkeramannya dan membungkuk, memegangi kakinya yang sakit.
Alya sempat termangu melihat Isao meringis kesakitan, namun ia segera sadar dan bergegas kabur dari taman.
"Maafkan aku!!!" Seru Alya di tengah usahanya melarikan diri.
"Hei, berhenti! Kau mau kemana?!" Teriak Isao.
Namun teriakannya tak diindahkan Alya yang terus saja berlari hingga sosoknya tak nampak lagi.
"Awas kau! Akan ku balas perbuatanmu!" Gumam Isao kesal.
Sementara itu, Alya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya, buru-biru mengunci pintu. Dengan tubuh yang bergetar, ia naik ke atas kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia begitu ketakutan teringat akan kejadian yang baru saja ia alami.
'Apa memang sifat aslinya seperti itu? Apa sifatnya yang sebelumnya itu palsu? Wah, aku baru saja membangunkan monster yang tertidur!'
...****************...
Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, menandakan jika sudah waktunya ia bangun. Namun setelah beberapa menit berlalu, Alya tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari tempat tidurnya.
Bukan karena ingin bermalas-malasan, hanya saja Alya trauma dengan kejadian semalam. Hal itu membuatnya sangat takut untuk keluar. Ia khawatir kalau-kalau Isao tiba-tiba muncul di dapur dan menangkapnya.
Tapi setelah setengah jam berlalu, Alya mulai gelisah karena tak juga menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Ia dilanda rasa cemas, memikirkan kewajiban dari pekerjaannya. Bagaimana jika Nenek Asami lapar, sementara dirinya belum menyiapkan apapun.
Tak ingin rasa bersalahnya semakin besar, Alya pun memberanikan diri keluar. Ia membuka pintu dan berjalan pelan ke arah dapur, sambil memantau setiap sudut rumah. Untungnya sosok Isao tak terlihat di mana pun, membuatnya sedikit lega.
'Syukurlah dia tidak datang!' Batinnya.
Alya pun bergegas ke dapur menyiapkan sarapan dan melupakan sejenak tentang kejadian semalam.
...****************...
Setelah selesai membuat sarapan, Alya bergegas menuju kamar Nenek Asami. Ia bermaksud membangunkan beliau dan mengajaknya berkeliling di ladang.
Namun baru saja pintu kamar Nenek Asami terbuka, Alya sudah dikejutkan dengan kehadiran Isao yang tengah duduk di sofa dengan kaki yang disilangkan. Saking kagetnya, Alya sampai berteriak histeris dan terperanjat dari tempatnya.
"Aaaaa!!!!"
Teriakan Alya berhasil mengejutkan Nenek Asami yang sedang duduk di tepi ranjang. Refleks ia menoleh dan menatap Alya khawatir.
Sementara Isao hanya menunjukkan wajah datarnya. Satu alisnya terangkat ketika ia mengalihkan pandangannya ke Arah Alya dengan tatapan sinis.
"Ada apa, Alya chan?" Tanya Nenek Asami cemas.
"Tidak Nek! Alya hanya kaget melihat Watanabe san." Ucap Alya terbata-bata, sambil mengusap kedua tangannya bergantian dengan cemas.
"Memangnya kenapa kalau aku ada disini? Apa aku perlu izin darimu sebelum menemui Nenek? Lagipula kau ini siapa, sampai sibuk mengaturku harus berada di mana?" Tanya Isao dengan nada kasar sambil melipat kedua tangannya ke depan dada.
"Isao chan, kenapa kau bicara seperti itu pada Alya chan? Apa kau tidak lihat dia ketakutan begitu?!Kasihan dia, wajahnya sampai pucat karena kaget. Harusnya kau membantu Nenek menenangkan dia, bukan malah bicara kasar seperti itu!" Tegur Nenek Asami.
"Untuk apa aku bicara lembut pada orang yang lancang seperti dia, Nek? Dia orang yang bekerja pada kita! Seharusnya dia tahu menempatkan posisinya sebagai seorang karyawan!" Jawab Isao dengan angkuh.
Nenek Asami tersentak mendengar jawaban Isao. Ia mengatupkan bibirnya, berusaha menahan amarah karena perkataan cucunya yang begitu kasar. Namun ia tak ingin memperkeruh suasana yang akhirnya hanya akan menyakiti Alya karena telah membelanya.
Disisi lain, Alya hanya bisa menunduk pasrah. Ia memejamkan mata, merasa sangat menyesal atas perbuatan yang ia lakukan semalam. Terlebih lagi dirinya-lah yang lebih dulu mencari masalah dengan masuk ke kamar Isao tanpa izin dan menginjak kakinya agar bisa kabur. Padahal ia sendiri tak bisa memastikan, apakah Isao memang bermaksud ingin menamparnya atau tidak.
"Sudahlah! Tidak usah berdebat! Nenek mau keluar jalan-jalan pagi. Siapa diantara kalian yang mau menemani Nenek?" Nenek Asami berusaha mencairkan suasana.
Mendengar pertanyaan Nenek Asami, Alya pun bergegas menghampirinya. Ia bermaksud ingin mengiyakan ajakannya.
Namun dengan gerakan cepat, Isao bangkit dan menghalangi jalan Alya dengan menyenggolnya, hingga membuatnya terlempar ke sudut kamar. Untungnya Alya berhasil menahan keseimbangan tubuhnya dan tidak terjatuh ke lantai.
"Aku yang akan mengantar Nenek." Isao menyunggingkan senyum ke arah nenek Asami. Ia meraih tangan Neneknya dan membantunya berdiri.
Nenek Asami sempat melirik ke arah Alya dengan tatapan iba. Rasanya ia tidak tega melihat Alya dikasari oleh Isao.Tapi jika tidak segera mengajak Isao keluar, Nenek Asami khawatir Alya akan semakin ditindas.
Alya hanya bisa pasrah menerima perlakuan kasar Isao. Ia sudah menebak Isao akan memperlakukannya seperti ini, mengingat yang ia lakukan semalam memang cukup keterlaluan.
...****************...
Setelah Nenek Asami beristirahat siang, Alya bergegas keluar dari kamarnya. Ia berencana ke dapur untuk mencuci piring bekas makan siang mereka.
Namun baru saja Alya selesai menutup pintu kamar Nenek Asmi, tiba-tiba seseorang mencengkeram lengannya dan menyeretnya ke ruang laundry yang berada di ujung koridor.
Alya terperanjat saat Isao menariknya ke ruang laundry dan menyandarkannya dengan kasar ke dinding. Ia membekap mulut Alya dengan telapak tangannya yang besar dan memberi isyarat agar tidak membuat keributan.
"Jangan harap setelah kejadian semalam aku akan bersikap baik! Aku benci wanita yang suka ikut campur dengan urusan orang lain! Jika bukan karena Nenek Asami, aku tidak akan berbaik hati denganmu! Jadi jaga sikapmu, jangan urusi urusanku jika tidak ingin ku pulangkan ke kampung halamanmu, mengerti!" Isao berbisik, namun dengan nada mengintimidasi.
Sontak sekujur tubuh Alya bergidik ngeri. Tenggorokannya terasa tercekat saat melihat ekspresi wajah Isao yang sangat berbeda dari biasanya. Matanya melotot, menampakkan iris mata birunya yang bergetar menahan emosi. Sorot matanya yang biasanya lembut, kini terlihat mencekam.
Sejak saat itu, Iris mata biru Isao tak lagi membuat Alya terpesona. Ia justru gemetar ketakutan, seakan melihat vampir yang siap menghisap darahnya hingga habis. Keringat dingin mengucur deras di wajahnya ketika menatap garis wajah Isao yang dengan jelas memperlihatkan kemarahannya. Dengan perasaan takut, Alya pun mengangguk, mengiyakan perintah Isao.
Melihat Alya mengangguk, Isao pun melepaskan bekapan tangannya. Ia mengacungkan telunjuknya ke depan wajah Alya, lalu memperingatkannya sekali lagi.
"Kerjakan tugasmu dan bersikaplah seperti biasa tanpa mencoba mencari perhatian! Jangan karena Nenek bersikap baik padamu, lantas kau berbuat seenaknya padaku! Aku bukan Nenek yang bisa mentoleransi kelakuanmu yang lancang. Sekali lagi kau melakukan hal seperti semalam, aku tidak akan segan-segan memberimu pelajaran!"
Bulu kuduk Alya merinding mendengar peringatan Isao. Ia memeluk tubuhnya sendiri dan terdiam cukup lama di tempatnya berdiri. Sementara Isao sudah pergi meninggalkannya seorang diri di ruang laundry.
Tepat setelah kepergian Isao, kaki Alya mendadak lemas dan membuatnya tersungkur ke lantai. Ia masih tak menyangka, jika di balik wajah tampan dan sikap ramahnya, terdapat sisi gelap dan menyeramkan di dalam diri Isao.
Memikirkan hal itu, seketika bola mata Alya basah. Untungnya, ia tak sampai meneteskan air matanya. Ia berusaha kuat dan tidak memikirkan kejadian barusan.
Setelah berhasil menenangkan diri, Alya segera bangkit dan melanjutkan aktivitasnya. Ia berusaha bersikap seperti biasa dan tidak mengingat kejadian itu lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Devina Putri
senjata ampuh bagi perempuan kalo mau kabur😂😂😂
2023-07-31
0
Adriana
😂😂😂
2023-06-14
0
Reva
jangan-jangan si Isao tidak tidur semalaman karena perbuatan si Alya semalam🤔🤔
2023-06-07
1