Setelah melalui perjalanan yang cukup menegangkan bersama Isao, Alya akhirnya tiba di rumah Nenek Asami dengan selamat.
Usai memarkirkan sepedanya, Isao berlari menuju ke rumah sang Nenek, sementara Alya menenteng koper Isao sambil melangkah dengan santai menuju Villa milik Nenek Asami yang berada tepat di samping rumah utama.
Villa itu dulunya rumah utama yang ditinggali Nenek Asami. Namun setelah suaminya meninggal, ia merasa rumah itu terlalu luas untuk ditinggali bersama asisten rumah tangga dan perawatnya.
Akhirnya Nenek Asami membangun rumah yang lebih kecil di sampingnya dan mengubah rumah lamanya menjadi Villa untuk disewakan kepada wisatawan yang datang berlibur ke Biei.
Setibanya di kamar utama villa, Alya bertemu dengan Bibi Akiko, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Nenek Asami. Wanita paruh baya itu sedang sibuk merapikan kamar utama yang akan ditempati Isao selama berada di Biei.
"Apa Bibi Akiko butuh bantuan?" Tanya Alya setelah meletakkan koper Isao di depan lemari.
"Tidak perlu. Pekerjaan Bibi sudah hampir selesai." Tolak Bibi Akiko dengan lembut.
"Daripada membantu pekerjaan Bibi, lebih baik Alya chan segera pulang ke rumah. Jam makan siang Nenek Asami sudah lewat beberapa menit yang lalu." Bibi Akiko mengingatkan.
Alya tersentak kaget mendengar ucapan Bibi Akiko. Ia pun melirik jam tangannya untuk memastikan ucapan sang Bibi. Benar saja, jam telah menunjukkan pukul satu siang lewat lima belas menit.
Sontak Alya mengangkat tangan dan menepuk jidatnya dengan keras. "Astaga! Waktu makan siang Nenek Asami sudah lewat!"
Bibi Akiko lantas terkekeh melihat ekspresi panik Alya.
"Pulanglah ke rumah dan siapkan makan siang untuk Nenek Asami."
Tanpa sempat menanggapi ucapan Bibi Akiko, Alya segera berlari ke rumah Nenek Asami.
...****************...
Siang berlalu begitu cepat hingga tak terasa malam pun tiba. Di ruang makan, Nenek Asami, Isao, Alya dan Bibi Akiko sedang berkumpul untuk bersantap malam. Tak ada obrolan diantara mereka. Keempatnya hanya fokus pada makanan masing-masing.
"Terima kasih atas makan malamnya," ucap Nenek Asami mengakhiri perjamuan makan malam mereka yang baru saja selesai.
Alya, Bibi Akiko dan Isao kompak membalas ucapan Nenek Asami dan dengan gerakan cepat mereka mengerjakan tugas masing-masing.
Selagi Alya dan Bibi Akiko sibuk membereskan peralatan makan mereka, Isao berjalan menghampiri sang Nenek.
"Mari Nek, kita ke kamar." Ajak Isao.
"Baiklah. Tunggu sebentar." Nenek Asami lalu menoleh ke arah Alya yang sedang mencuci piring bersama Bibi Akiko.
"Alya chan, Nenek ke kamar duluan dengan Isao ya!" Seru Nenek Asami.
Refleks Alya berbalik dan mengangkat jempolnya sambil tersenyum. "Baik Nek. Selamat tidur!"
"Selamat tidur, Alya chan. Selamat malam Akiko san." Pamit Nenek Asami.
"Selamat malam juga, Asami Sama." Balas Bibi Akiko yang juga berbalik ke arah Nenek Asami sambil tersenyum.
Usai berpamitan, Nenek Asami lalu berbalik ke arah Isao. Ia meraih tangan cucunya dan pergi bersamanya ke kamar.
Sejak kedatangannya siang tadi, Isao tak sekalipun beranjak dari sisi Nenek Asami. Ia dengan setia mendampingi sang Nenek dan membantunya melakukan aktivitas sehari-hari sesuai arahan yang Alya berikan.
Karenanya, pekerjaan Alya jadi lebih ringan dari biasanya. Ia hanya perlu memantau keduanya dari kejauhan, berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Nenek Asami membutuhkannya.
Sayangnya seharian ini Nenek Asami tak sekalipun mencari Alya dan hanya sibuk menertawakan lelucon Isao yang tidak ia pahami.
Sempat terbersit cemburu di hatinya karena Nenek Asami hanya berfokus pada Isao semenjak kedatangannya. Sampai-sampai ia menatap Isao dengan wajah cemberut tiap kali ia berinteraksi dengan sang Nenek. Ia merasa ada yang hilang dari dirinya karena tak melakukan rutinitasnya sehari-hari.
Namun Alya sadar, tidak seharusnya ia bersikap seperti itu mengingat Isao adalah cucu satu-satunya yang Nenek Asami miliki dan sudah beberapa tahun ini tak beliau jumpai karena kesibukannya sebagai dokter.
...****************...
Malam semakin larut, keadaan di sekitar rumah Nenek Asami pun mulai hening. Alya sedang asyik duduk di kursi sembari memainkan ponselnya saat Isao keluar dari kamar Neneknya.
Alya pun menoleh ke arah Isao yang sedang memberi isyarat kepadanya menggunakan jari telunjuknya, agar Alya tidak bersuara keras dan membangunkan sang Nenek.
"Nenek sudah tidur. Sekarang kau bisa istirahat." Perintah Isao sambil berbisik.
"Kalau begitu saya ke kamar dulu. Terima kasih atas bantuannya," ucap Alya yang juga ikut berbisik sambil membungkukkan badannya.
Setelahnya tak ada lagi obrolan diantara mereka. Keduanya berpisah dan kembali ke kamar masing-masing.
...****************...
Alya baru saja menamatkan novel yang telah ia baca berulang kali sejak kedatangannya di Jepang satu tahun lalu. Setiap malam, ia selalu menyempatkan diri membaca beberapa bab dari salah satu novel yang dibawanya dari Indonesia untuk membantunya tertidur.
Saat tengah bersiap mematikan lampu tidur, Alya tak sengaja mendengar suara aneh dari luar kamarnya. Samar-samar ia mendengar suara seorang pria sedang menangis dari arah jendela kamarnya, yang kebetulan berhadapan langsung dengan balkon kamar utama di Vila sebelah.
Karena penasaran dengan suara itu, Alya pun memberanikan diri berjalan ke arah jendela kamarnya. Ia menyingkap sedikit tirai gorden kamarnya untuk mengintip keluar.
Namun tak lama kemudian raut wajah Alya mendadak pucat saat dirinya tak sengaja melihat kejadian tak terduga dari seberang kamarnya. Ia pun mengusap kedua matanya, lalu menajamkan penglihatannya untuk memastikan sekali lagi jika yang dilihatnya barusan bukanlah halusinasi.
"Apa aku tidak salah lihat?" Gumamnya.
Pandangan mata Alya sedang tertuju pada kamar utama Villa yang kini ditempati Isao. Karena dinding dan pintu kamar nya terbuat dari kaca, Alya pun dapat melihat seisi kamar dengan jelas.
Dan malam itu Isao membiarkan tirai yang seharusnya menjadi penyekat, dalam keadaan terbuka lebar. Bahkan pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon, ia biarkan terbuka, dengan lampu kamar yang masih menyala.
Karena itu Alya dapat melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi di dalam sana. Ia melihat Isao yang duduk di tepi tempat tidur, sedang meremas rambutnya dengan kuat.
Yang lebih mengejutkannya lagi, Alya melihat Isao menangis tersedu-sedu sembari memandangi sesuatu yang berada di atas meja rias yang ada di hadapannya.
Sayangnya pandangan Alya terhalang oleh lemari pakaian, hingga ia tak dapat mengetahui benda apa yang sedang dipandangi Isao saat itu.
"Apa yang terjadi? Bukannya seharian ini dia baik-baik saja?"
Melihat kejadian itu, Alya pun jadi penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Isao. Ia bahkan tak mengalihkan pandangannya sedikitpun, hingga pemuda itu kelelahan dan membaringkan kepalanya di tepi kasur, lalu tertidur.
Setelah memastikan tak ada lagi yang terjadi, Alya berbalik dan melangkah pelan menuju tempat tidurnya. Ia berbaring memandangi langit-langit kamarnya, memikirkan apa yang menyebabkan Isao begitu terluka. Saking penasarannya, sampai-sampai Alya terlelap sambil memikirkan kejadian itu.
...****************...
Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, memaksanya untuk bangun dan mulai beraktifitas seperti biasa. Usai menunaikan ibadah subuh, Alya berjalan ke arah jendela kamarnya.
Sebelum memulai aktifitas paginya, Alya biasanya menikmati udara segar melalui jendela kamarnya lebih dulu. Ia akan mencondongkan tubuhnya ke luar jendela, lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan sambil tersenyum.
Setelah puas menikmati udara segar di kamarnya, Alya akan ke dapur menyiapkan sarapan untuk Nenek Asami.
Namun pagi ini, Alya dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang tak terduga di dapur. Ia melihat Isao sedang berdiri di depan kitchen set sambil memasak sesuatu.
Dan seakan merasakan kehadirannya, Isao yang saat itu sedang sibuk di depan kompor, spontan menoleh dan tersenyum ke arah Alya, lalu kembali fokus dengan masakannya.
"Selamat pagi Alya san." Sapa Isao dengan ramah.
Alya tak langsung menjawab. Ia terdiam cukup lama. Matanya menatap lekat punggung Isao yang sedang membelakanginya.
"Selamat pagi." Jawab Alya.
"Apa yang kau lakukan, Watanabe san?" Tanya Alya, penasaran dengan apa yang dilakukan Isao. Ia pun berjalan dengan pelan ke arahnya.
"Aku sedang memasak bubur kesukaan Nenek Asami."
Sontak Alya berhenti melangkah. Matanya membulat menatap Isao. "Kenapa?!"
Menyadari nada keberatan pada pertanyaan Alya, Isao pun mengecilkan api kompornya dan berbalik menatap Alya.
"Karena aku suka memasak sarapan untuk Nenek." Jawab Isao enteng, membuat Alya kehabisan kata-kata
"Setidaknya selama aku ada disini aku akan membantumu merawat Nenek. Dengan begitu kau bisa sedikit lebih santai," sambung Isao, lalu berbalik untuk melihat masakannya.
Namun bukannya senang dengan tawaran Isao, Alya justru kesal. Seolah pria itu akan merebut seluruh pekerjaannya. Ia pun menghampiri Isao dengan wajah cemberut sambil menatapnya dengan tatapan sinis.
"Jika kau mengambil alih semua pekerjaanku, lalu apa yang aku kerjakan? Aku tidak ingin dibayar tanpa bekerja!"
Isao tak langsung menanggapi protes yang dilayangkan Alya dan hanya fokus pada masakannya.
Setelah memastikan masakannya matang, Isao segera mematikan kompor, lalu berbalik menatap Alya sambil tersenyum sumringah.
"Anggap saja aku membayar hutang budi karena kau telah menjemputku di bandara. Dengan begitu kau tidak akan merasa terbebani dengan apa yang akan aku lakukan. Setuju?!"
Alya terdiam, tak menanggapi usulan Isao. Ia bingung, namun bukan karena ucapan yang baru saja Isao lontarkan, melainkan ia bingung melihat ekspresi Isao saat ini sangat berbeda dengan ekspresi yang ia lihat semalam.
'Bukannya semalam dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil?kenapa sekarang dia malah terlihat sangat ceria?'
"Alya san!!!".
Isao menepuk pundak Alya dan membuatnya terperanjat kaget. Ia tak sadar jika sedari tadi dirinya menatap wajah Isao lekat-lekat.
Alya pun segera menundukkan kepalanya, malu.
"Maaf!" Jawab Alya gagap. Ia segera berbalik badan, lalu berjalan dengan cepat ke kamar Nenek Asami dan meninggalkan Isao sendirian dengan wajah kebingungan melihat ekspresinya yang salah tingkah.
...****************...
Alya berjalan dengan cepat menuju kamar Nenek Asami. Wajahnya memerah, lantaran malu setelah Isao memergokinya sedang memandanginya.
Untungnya saat masuk ke kamar, Nenek Asami sudah bangun dan berusaha bangkit dari tempat tidur. Ia pun segera menghampiri sang majikan dan membantunya duduk di tepi kasur.
"Ada apa Alya chan? Kenapa wajahmu merah begitu?" Tanya Nenek Asami khawatir, sembari memandangi kedua pipi Alya.
Spontan Alya jadi salah tingkah mendengar pertanyaan Nenek Asami, seolah ia baru saja kedapatan telah melakukan hal yang memalukan.
"Tidak apa-apa Nek! Alya hanya kedinginan! Itu sebabnya wajah Alya memerah." Jawab Alya asal sembari menepuk pelan kedua pipinya.
"Kedinginan? Apa penghangat ruangan di kamarmu rusak?" Tanya Nenek Asami sekali lagi dengan tatapan khawatir.
"Bukan begitu Nek! Tadi.... Alya... tidak sengaja memutar kran air dingin saat membasuh wajah." Alya memutar kedua bola matanya, berusaha mencari alasan agar Nenek Asami tidak semakin panik.
Namun bukannya mengangguk, Nenek Asami justru tertawa terbahak-bahak mendengar alasan Alya yang dirasa lucu olehnya. Ia sampai memukul pelan punggung Alya karena tak dapat menahan tawa.
"Padahal Nenek lebih tua darimu, tapi malah kau yang pikun. Dasar Alya chan!"
Belum reda tawa Nenek Asami, tiba-tiba Isao muncul tanpa mengetuk pintu.
"Kalian sedang menertawakan apa? Sepertinya sangat seru?" Tanya Isao seraya duduk di sofa yang berada di samping tempat tidur Nenek Asami.
"Alya chan lupa menyalakan kran air hangat dan langsung membasuh wajahnya dengan air dingin. Karena itu wajahnya jadi memerah seperti kepiting rebus!" Cerita Nenek Asami begitu tawanya reda.
Namun bukannya ikut tertawa, Isao justru mengernyitkan alisnya. Ia menoleh ke arah Alya dengan tatapan heran, seolah sedang meragukan cerita sang Nenek.
Melihat tatapan aneh Isao, Alya pun berusaha mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau sekarang Nenek ke kamar mandi dan membasuh wajah? Hari ini Nenek jalan pagi ditemani Watanabe biar Alya bisa merapikan kamar Nenek lebih cepat."
Tanpa pikir panjang, Isao segera berdiri dan berjalan menghampiri Nenek Asami. "Alya san benar, Nek!Sebaiknya kita pergi jalan-jalan agar dia bisa menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat."
Nenek Asami mengangguk setuju dan segera ke kamar mandi dengan dibantu Isao.
...****************...
Alya tengah mengamati Nenek Asami dan Isao yang sedang berkeliling di ladang bunga di depan rumah. Nampak jika keduanya sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama. Ia pun ikut senang melihat keakraban yang terjalin diantara keduanya.
Nenek Asami juga terlihat lebih segar sejak kedatangan Isao, seakan kedatangan cucunya itu mampu menghidupkan kembali suasana rumahnya yang sepi.
Melihat keduanya yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Alya pun bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Nenek Asami. Sekembalinya di teras, Isao dan Nenek Asami juga sudah tiba di sana.
Setelah membantu Nenek Asami duduk di kursi goyangnya, Alya segera menyodorkan mangkok berisi bubur dan sebuah tumbler pada Isao yang sudah lebih dulu duduk di tempat biasanya ia duduk untuk menyuapi Nenek Asami.
Dengan lembut Isao menyuapi sang Nenek seraya mengajaknya bercerita hingga buburnya habis tak bersisa. Dari caranya berinteraksi dengan sang Nenek, tampak sangat jelas jika Isao begitu menyayanginya.
Selesai sarapan, Nenek Asami melanjutkan aktifitas sehari-harinya. Ia mandi pagi, lalu berpakaian dengan di bantu Alya. Kemudian Nenek Asami kembali ke teras untuk merajut sembari memantau ladang bunga dan perkebunannya yang mulai digarap oleh para petani.
Alya pun sibuk menyiapkan benang wol yang akan digunakan Nenek Asami merajut, sementara Isao memilih pergi ke ladang untuk memantau para petani yang tengah sibuk menggemburkan tanah.
...****************...
Alya baru saja menutup buku yang ia baca dan bersiap untuk tidur, saat lagi-lagi dirinya mendengar suara tangisan seorang pria seperti malam sebelumnya.
Seakan yakin jika suara itu berasal dari kamar Isao, Alya pun kembali mengintipnya melalui jendela. Dan sesuai dugaannya, ia lagi-lagi mendapati Isao sedang menangis di waktu dan tempat yang sama.
Melihat hal tersebut, kekhawatiran dan rasa penasaran mulai memenuhi pikiran Alya.
Di satu sisi, ia ingin tahu masalah apa yang sebenarnya sedang Isao alami hingga dirinya terluka sedalam itu dan memilih untuk menangis diam-diam di malam hari. Di sisi lain, ia khawatir mental Isao sedang tidak baik-baik saja dan berusaha menutupinya dengan cara berpura-pura ceria di pagi hari.
Selain itu, Alya juga penasaran dengan benda misterius yang selalu pemuda itu pandangi saat sedang meratapi kesedihannya.
Dan karena itulah Alya terpikirkan sebuah ide untuk mengungkap itu semua. Dengan begitu, ia dapat tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan keadaan Isao lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Reva
anak majikan yg pengen dijadikan orang numpang 😆😆
2023-06-07
1