"Kamu masih jauh lebih beruntung dari pada aku, kak. Karena pria yang akan menikahi kamu itu masih pria sempurna. Bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Sedangkan pria yang akan menikahi aku, dia pria cacat. Tidak bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda."
"Mak-- maksud kamu? Pria nakal itu ... gimana Din? Dan, kenapa paman dan bibi bisa terima pria cacat untuk menikahi kamu? Kamu ini, anak kandung mereka bukan? Apa paman dan bibi gak bisa mikir, anaknya akan tersiksa jika menikahi pria lumpuh?"
"Anak juragan Warno itu kabarnya pria playboy kak Zery. Suka gonta ganti pasangan. Gak pernah setia dengan satu perempuan."
"Apa!? Jadi ... ayah kamu kok gak mikir soal itu sih saat nerima lamaran pria itu? Apa dia beneran ayah kamu, Din? Kok gak peduli dengan latar belakang calon menantunya sih?"
"Tapi, gak aneh juga sih. Ayah kamu bisa terima dia sebagai calon menantu pilihan. Karena perempuan lain aja mau sama dia. Sampai, gonta ganti pasangan. Sungguh luar biasa ini pria lumpuh. Cacat aja masih banyak yang tertarik. Mana bisa gonta ganti pasangan segala. Gimana kalo dia normal yah?"
Zery berucap dengan nada penuh kekaguman. Dia juga berpikir keras soal pria yang sudah menjadi calon suami dari adik sepupunya sekarang. Setampan apa sih wajah pria itu samapi bisa memikat wanita meskipun terlahir cacat.
"Tunggu, dia disukai perempuan pasti bukan karena tampan. Iya, kan Din? Melainkan, karena kekayaan yang orang tuanya miliki. Aku yakin itu," ucap Zery lagi dengan nada penuh keyakinan. Karena sekarang, dia merasa, kalau tebakannya itu pasti sangat benar.
Dinda yang melihat kakak sepupunya itu sedang merasa sangat yakin, kini tidak bisa menahan senyum. Wajah sedihnya mendadak lenyap akibat ulah Zery yang begitu percaya diri.
"He he he. Kak Zery kok bisa sebegitunya percaya diri sih? Apa yang kak Zery katakan itu gak benar lho, kak. Karena, pria itu jadi playboy bukan sekarang. Tapi, sebelum dia lumpuh."
Sontak, wajah bingung kembali Zery perlihatkan ke Dinda. "Maksud kamu?"
"Jujur deh, aku gak ngerti sama sekali dengan apa yang kamu katakan. Katanya, dia lumpuh. Terus, nakal dan suka gonta ganti wanita. Lah sekarang, kamu bilang sebelum dia lumpuh. Apa sebelumnya, pria itu normal?"
Dinda langsung mengangguk pelan.
"Ya, kak Zery. Awalnya, pria itu normal. Dia juga gak tinggal di desa. Sama seperti aku, pergi dari desa, untuk menuntut ilmu di kota. Tapi bedanya, dia anak manja. Anak orang berada yang selalu di manjakan orang tua. Mau apapun, selalu diberikan. Tinggal di rumah mewah yang sengaja ayahnya beli untuk dia."
Begitulah selanjutnya cerita Dinda tentang siapa calon suami yang orang tuanya pilih. Anak tetangga sebelah rumah, yang dulunya selalu jadi bahan omongan para ibu-ibu yang sedang berkumpul. Anak manja, yang bertandang ke kota hanya untuk berfoya-foya hingga akhirnya naas di jalan raya.
Cerita itu membuat Zery merasa kalau dia memang jauh lebih beruntung dari Dinda, adik sepupunya yang selama ini terlihat selalu ceria. Yang selalu ia abaikan karena suka membuat hatinya merasa kesal. Tidak itu dengan ulahnya, atau juga dengan kasih sayang kedua orang tuanya yang selalu menganggap Dinda itu sama sepertinya.
Dari cerita itu pula, Zery bisa mengambil keputusan yang sangat tepat menurutnya. Yaitu, dia akan memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Akan ia terima calon menantu pilihan papanya dengan lapang dada. Meskipun itu terasa sangat berat untuk ia jalani.
....
Akhirnya, tamu yang mereka tunggu tiba juga. Sepasang suami istri yang cukup ramah, datang bersama seorang pria muda yang cukup tampan.
Ketika tamu itu sampai ke rumah Zery, Zery masih berada di kamarnya. Karena dia masih belum siap untuk keluar akibat jantungnya yang berdetak dua kali lipat lebih cepat dari yang biasanya. Karena saat ini, dia terlalu gugup untuk bertemu dengan calon menantu pilihan orang tuanya.
Sementara itu, di ruang tamu, kedua orang tua Zery sedang menyambut tamu mereka dengan hangat. Ketika mereka menyadari kalau anak mereka masih belum ikut bergabung, wajah papa Zery mendadak panik. Dia takut jika anaknya tetap berulah dengan menolak perjodohan kali ini. Jika begitu, dia tidak akan maafkan Zery lagi kali ini.
"Ah, iya. Perkenalkan, ini Muzaki, anak saya, Wed."
Pria itu langsung meraih tangan papa Zery untuk bersalaman. Sungguh, pria yang punuh dengan sopan santun. Sama seperti yang papa Zery harapkan.
Namun, hati papa Zery masih terasa resah akibat Zery yang tidak juga muncul. Perkenalan itu pun semakin membuat ia merasa cemas akan sikap Zery yang mungkin menimbulkan kesan tidak baik pada sahabat lamanya ini.
"Oh, anak kamu memang mirip dengan mu, Yas. Sopan santunnya begitu terjaga."
"Kamu bisa aja. Aku ini jauh lebih baik dari pada dia. Kau tau lah anak muda, Wen. Masih labil dan terkadang sedikit bobrok ketika bertingkah. Apalagi jika bergaul sesama mereka. Uh, jauh di bawah dari apa yang kita harapkan."
"Oh iya, di nama putri mu, Wen?"
Pertanyaan itu langsung membuat papa Zery memasang wajah panik. Tapi, sebisa mungkin dia tahan agar supaya tidak terlihat.
"Ah, dia .... "
"Maaf, Pa. Zery datang terlambat," ucap Zery langsung angkat bicara.
Sejujurnya, ucapan Zery itu membuat papanya merasa sedikit kesal. Karena Zery main memotong perkataan orang tua begitu saja. Tapi, kemunculan Zery juga membuat hati sang papa langsung lega. Karena sepertinya, apa yang ia takutkan tidak akan terjadi. Zery tidak akan menolak perjodohan yang sudah ia rencanakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments