Hujan deras yang mengguyur jalanan sore ini mampu membuat alat wiper mobil Dirga bergerak dengan begitu cepat. Seakan dengan tidak sabaran berusaha keras membantu sang pemilik mobil untuk menemukan jarak pandangnya. Suara bising dari jatuhan air itu juga mampu terdengar hingga ke masing-masing rungu penumpang di dalamnya. Hal ini membuat Dirga melipatgandakan kewaspadaannya. Bukan tentang wanita lagi, tetapi juga tentang keadaan jalanan yang memang berbahaya.
Dalam perjalanan pun, sesekali pribadi itu melihat dari ekor matanya. Wanita yang masih belum dia ketahui namanya tengah memperhatikan luar jalanan yang penuh akan air hujan. Ditengah-tengah keheningan mereka, tanpa diduga sama sekali Dirga mendapatkan lemparan pertanyaan yang cukup mengejutkannya dan jarang ditanyakan oleh orang lain.
"Omong-omong, kenapa lo nggak suka hujan?"
"Pacar gue meninggal karena kecelakaan mobil pas hujan deras," jawabnya tanpa menoleh. "Di tempat yang sama waktu lo kecelakaan," tambah Dirga yang membuat wanita itu menoleh dengan tatapan keterkejutan.
Sakura membungkam mulutnya, mengerjap beberapa kali sebelum memutar pandangannya kembali pada bentangan jendela. Mendadak ia menyesal melontarkan pertanyaan yang tampaknya sensitif bagi pria itu. Menggigit bibirnya kala tumbuh rasa tidak nyaman dan berpikir mencari pertanyaan lain untuk bisa mengalihkan dari hal yang baru saja rungunya tangkap. Hening ini membuatnya membeku dalam kecanggungan. Tanpa dia sadari mobil sedan ini telah berhenti di depan tempat kerjanya. Sedikit gugup, tapi bisa ia atasi dengan begitu tenang. Lantas wanita itu berniat untuk keluar dari mobil Dirga, sebelum ditahan saat suara laki-laki itu mengudara.
"Tadi lo bilang hujan adalah salah satu hal yang lo syukuri. Apa maksudnya?"
Niatan itu diurungkan dan kembali pada posisi duduknya guna menjawab pertanyaan Dirga. Wanita itu hanya tersenyum melihat kaca depan yang memperlihatkan keadaan di luar mobil—masih hujan deras. Bahkan senyuman lebar itu mampu menyembunyikan matanya bersamaan dengan hembusan nafas panjang. Sekilas menoleh ke arah Dirga saat mulutnya siap memberikan jawabannya. "Hujan bisa membantu menghilangkan penderitaan seseorang," jawabnya.
"Gimana caranya?"
"Lo pernah nangis?" tanya wanita itu yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Dirga. "Lo pasti selalu nahan," katanya yang meletakkan rasa iba sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Menangislah bersama hujan. Nggak akan ada yang sadar kalau lo lagi sedih. Dada lo bakal terasa sakit kalau kedua mata lo terus nahan air mata, nggak apa lepasin sesekali. Nangis nggak termasuk dalam kejahatan," tuturnya
Dirga terdiam, entah kalimat apa yang ingin dia katakan untuk menimpali ucapan wanita itu. Pun akhirnya dia hanya melihat wanita itu yang tengah berusaha untuk keluar, tampak kesulitan hanya menggunakan satu tangan. Dan yang membuatnya terkejut adalah ketika wanita itu mengetahui nama Dirga setelah mengucapkan kalimat terima kasih. Tentu saja Dirga dilanda kebingungan hanya karena wanita itu mengetahui namanya, bahkan saat ia mencari tahu, hanya kalimat sederhana yang ia dapat darinya.
"Bakal gue jelasin waktu gue bayar hutang budi hari ini. Inget, nama gue Sakura," pungkasnya yang langsung menutup pintu.
Usai kepergian wanita bernama Sakura itu, Dirga membawa kedua maniknya guna menatap pintu yang dimasuki oleh wanita itu. Tak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya pribadi itu ingat jika minimarket di depan sana adalah tempat yang ia kunjungi beberapa waktu lalu saat membeli makanan pengganjal perut, pun Dirga juga baru menyadari jika Sakura adalah pegawai yang kesulitan mengerjakan pekerjaannya sendiri. Tapi, dia sama sekali tidak mengetahui bagaimana wanita itu bisa mengetahui namanya, sedari tadi Dirga sama sekali tak menyebut namanya di depan wanita itu. Dirga memang tak bisa menghafal wajah dengan cepat, ingatannya tak cukup kuat.
Dia melajukan mobilnya meninggalkan lokasi, namun baru beberapa meter melaju, secara mendadak pribadi itu mendapati sebuah panggilan yang berasal dari sepupunya itu. Dirga kembali menghentikan mobilnya di bahu jalan, menerima panggilan yang entah kenapa tiba-tiba Ryan menghubunginya. Dan ketika ponsel itu menempel pada rungunya, hanya ada suara teriakan Ryan yang meminta bantuan dirinya. Laki-laki itu juga mendengar adanya suara gebrakan lain, hanya saja dia tak dapat memastikan suara apa yang tengah dia dengar saat ini. Tanpa mengulur banyak waktu, Dirga segera mematikan ponselnya dan kembali melaju menuju tempat kerjanya.
Laju kendaraan itu cukup cepat, memecah jalanan yang tergenang penuh dengan air hujan. Mendengar suara sepupunya itu menjadikan dirinya diliputi rasa khawatir. Mulutnya tak bisa berhenti bergerak, merapalkan doa agar Ryan dalam keadaan baik-baik saja.
Sampai akhirnya mobil Dirga berhenti di tempat tujuannya. Di sana, ia telah menyaksikannya secara langsung seluruh pegawai yang mengerubungi mobil tua itu. Dirinya turun dari mobil tanpa mematikan mesin—pikirannya hanya terarah pada sepupunya. Dirga memecah kerumunan para pegawai lainnya. Kedua maniknya menangkap Ryan yang telah kehabisan nafas. "Ambil apapun buat mecahin kaca ini!!" ucapnya dengan suara begitu tegas dan lantang.
Seraya menunggu, Dirga juga berusaha untuk terus membuka pintu tersebut, hanya saja usahanya sama sekali tak menampakkan hasil baik. Hingga salah satu pegawai telah kembali membawa linggis, tanpa penuh keraguan Dirga memecah kaca mobil tersebut guna mengeluarkan Ryan dari dalam sana yang terlihat pucat dengan buliran keringat memenuhi wajah hingga tubuhnya. Dengan gerakan cepat, Dirga menarik tubuh laki-laki itu keluar dari sana usai membuka pintu mobil tersebut. Ryan terbaring di atas lantai dengan kedua manik yang hanya mampu terbuka setengahnya.
"Ryan! Sadar!" kata Dirga seraya menepuk-nepuk pipi sepupunya itu guna membuat Ryan tetap tersadar.
Pun Dirga secara tiba-tiba bangkit, menyuruh pegawai lainnya membawa Ryan ke rumah sakit. Sedangkan laki-laki itu memasuki mobil dengan menutup pintu tersebut. Cukup lama Dirga membiarkan dirinya di dalam sana, seraya kedua manik yang menatap bagian dalam mobil ini. Kedua maniknya memindai dengan lekat, apa-apa saja yang mungkin terlewat oleh dirinya.
Mengingat sesuatu, Dirga melepas sarung tangan yang sedari tadi dia kenakan. Laki-laki itu menunjukkan cincin yang masih belum bisa terlepas dari jari manisnya. "Apa lo nyari cincin ini? Marah karena nggak bisa lepas dari tangan gue?! Kalau gitu, ganggu gue. Jangan sepupu gue!" dirinya memberikan peringatan tegas pada sosok yang mungkin mengganggu Ryan sebab merasa kehilangan cincin.
Tak ada kejadian apapun usai Dirga meluapkan kekesalannya, mobil tersebut tampak tenang. Lantas Dirga berniat untuk keluar dari sana. Bahkan, tak ada yang salah dengan pintu mobilnya, masih berfungsi seperti biasa tanpa adanya kerusakan. Namun, Ryan sama sekali tak bisa membuka pintu mobil tersebut. Dirga meraih kunci mobil yang berada di kursi sebelahnya, salah satu tungkainya telah berada di luar. Siap berdiri, mendadak tubuhnya tertarik kembali ke dalam mobil tersebut, dan di sana Dirga kembali mendapat sekelebat bayangan beberapa kejadian yang terjadi dalam beberapa detik.
Sekelebat bayangan itu membawa dirinya kembali pada rentetan kejadian yang menimpa seluruh mantan kekasihnya. Suara tabrakan serta teriakan wanita merangsek ke dalam gendang telinganya. Dirga juga melihat seorang wanita lain dengan pakaian berwarna merah muda berdiri di jarak beberapa meter dari semua kecelakaan itu. Lantas Dirga tersadar, seluruh tubuhnya bergetar hebat lantaran semua kecelakaan itu kembali dilihatnya secara jelas—termasuk kecelakaan kekasihnya yang terakhir kali. Buru-buru pribadi itu keluar dari mobil tersebut, pandangannya terhadap mobil itu telah berubah. Kini dia tahu, kenapa mobil itu tak memiliki peminatnya.
Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang sempoyongan, nafasnya berderu tidak karuan. Dirinya duduk dengan pikiran yang masih mengarah pada rentetan kejadian tersebut. Mengingatnya dengan jelas, ada satu hal yang membuatnya merasa yakin akan sekelebat bayangan itu.
"Semua kejadian terjadi waktu hujan deras," gumamnya sendirian. Dia masih membayangkan bayangan itu, rasanya seperti dia menonton sebuah drama dengan sudut yang berbeda, memperjelas keberadaan sosok wanita berpakaian gaun sebatas lutut berwarna merah muda. "Tapi, siapa perempuan yang berdiri di sana?" tanyanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments