Dirga baru saja menyambar kunci mobil yang tergeletak pada meja kaca ruangannya. Kedua tungkai laki-laki bersepatu hitam itu melangkah menuju sebuah mobil yang paling lama berada di tempat ini. Sudah beberapa hari pribadi itu tak memberikan perhatiannya pada mobil dengan seri lawas tersebut. Dan hari inilah yang menjadikannya memberikan atensi pada mobil itu. Dirga akan mengajaknya berjalan-jalan.
Kendati mobil ini sering disentuhnya, tak pernah sekalipun dia memeriksa. Dan sekalinya memeriksa seluruh interior mobil ini, dia menemukan sebuah kantong kecil berwarna hitam. Sejemang berhenti di bahu jalan guna memeriksa isi dari kantong tersebut. Kedua matanya membola, alisnya tertekuk kaget lantaran sepasang cincin yang jatuh di atas telapak tangannya. Pemilik mobil ini meninggalkannya. Pun karena rasa penasaran membuat Dirga menjajal cincin tersebut pada jari manis tangan kirinya, yang mana sesuai dengan ukurannya.
Dia tak akan menampik jika dirinya menginginkan cincin pasangan, sama seperti laki-laki lain pada umumnya. Hanya beberapa detik, sebelum akhirnya rasa kesalnya timbul kembali. Entah siapa yang ingin dia salahkan. Dengan helaan nafas yang berat, dia melepaskan cincin tersebut. Namun sayang, sesuatu terjadi padanya. Cincin itu enggan meninggalkan jari manis Dirga, membuat pria itu panik. Kendati begitu, usahanya masih terus berjalan. Sampai-sampai Dirga membuka salah satu jendela kaca, lantaran pendingin udara pun tak mampu membuat bulir peluh itu hilang.
"Gawat!!"
Belasan menit berlalu juga tak membuahkan hasil apapun. Maniknya berpendar ke segala arah guna mencari kedai. Pun Dirga keluar dari mobil, berjalan seorang diri dengan tenaga yang masih dia kerahkan untuk melepas cincin tersebut. Jari manisnya sangat merah, lantaran terus dipaksa untuk menjauhi logam mulia itu. Pun begitu juga dengan jari-jarinya yang lain, sangat pegal. Namun, ditengah-tengah langkahnya, seseorang baru saja menarik salah satu pundak. Tubuhnya sedikit terhuyung.
"Maaf, tapi bolehkah aku bertanya?" tanya wanita tersebut.
Entah datangnya dari mana, secara mendadak wanita itu mengajaknya berbicara. Laki-laki itu sempat mengamati wanita tersebut secara keseluruhan. Namun, belum dijawab pertanyaan itu, Dirga menyaksikannya secara langsung ketika tatapan wanita tersebut bukanlah untuknya. Secara pandangannya, dia tak bersikap sopan dengan seseorang yang baru saja diserang begitu saja. Bahkan, tak memunculkan rasa bersalah pada wajah wanita itu.
"Siapa anda? Tiba-tiba menarik pundak saya, dan tidak bersikap sopan begini," balas Dirga.
"Maaf," jedanya, tatapan wanita itu masih terfokus ke lain arah. Seakan terdapat kehadiran orang lain di sini. "Tapi, apa ada sesuatu yang aneh terjadi padamu? Aku hanya ingin memastikannya," tanya wanita itu.
Dirga semakin memberikan air muka yang tak mengenakkan, perbuatan wanita itu lebih tidak sopan terhadapnya. Dirinya sangat tak menyukai dengan situasi saat ini, membuatnya ingin segera mengenyahkan diri dari hadapan wanita tersebut. "Minggir! Jangan halangin jalan!" tegasnya yang langsung menghalau pergi.
"Perempuan itu masih terus ngikutin dia," kata wanita bernama Sakura itu seraya menatap kepergian dua sosok berbeda alam tersebut.
...****************...
Usahanya tak membuat cincin ini terlepas, bahkan dengan bantuan pelicin apapun juga tak membantunya. Dirga frustasi, tak menemukan solusi untuk dirinya sendiri. Presensi itu meletakkan kedua tangannya di atas roda setir, diikuti dengan kepalanya yang juga diletakkan di sana. Kala maniknya terpejam dan tak dapat melihat apapun, secara mendadak tangannya tergeser begitu saja hingga menyentuh tombol lampu hazard. Detik itu juga, pejaman matanya membuat Dirga mendapatkan sekelebat bayangan kronologi sebuah kejadian hanya dalam sepersekian detik. Dengan cepat Dirga membuka kedua matanya, terkejut bukan main dengan apa yang ia dapati barusan.
Laki-laki itu menarik tangannya dari tombol lampu hazard itu, menatap telapak tangannya sejenak dengan dahi yang telah dipenuhi oleh keringat. Jantungnya berdebar kencang, berusaha menormalkan keadaan tubuhnya kembali sebelum akhirnya memilih untuk melajukan mobil ini ke dealernya. Dia tak begitu ingat jelas dengan rentetan peristiwa itu, hanya ada sosok pria dan wanita yang dia tangkap. Entahlah, Dirga tak menangkap wajah sosok pria dan wanita itu.
"Apa itu tadi?" tanyanya pada diri sendiri.
Dikala mobilnya melaju beberapa meter, pandangannya menangkap sosok wanita yang tadi bersikap kurang ajar padanya. Iya, Dirga ingat pertanyaan yang diajukan oleh gadis itu. Dengan segera laki-laki itu mensejajarkan mobil ini dengan wanita tersebut. Bahkan, Dirga menurunkan kaca mobilnya, memanggil wanita yang tidak dia ketahui itu namanya. "Hey! Tunggu sebentar," serunya.
Merasa terpanggil, Sakura menoleh ke sisi kanannya, mendapati sosok laki-laki tadi yang berusaha memanggilnya. Wanita tersebut menghentikan langkahnya, sedikit membungkukkan badannya ketika laki-laki itu berbicara dengannya.
"Lo tadi yang—"
Belum saja Dirga menyelesaikan kalimatnya, wanita tersebut langsung memasuki mobil. Namun, dengan tidak sopannya lagi Sakura menduduki kursi belakang, membuat Dirga terlihat seperti seorang sopir.
"Gue nggak nerima tumpangan,"
"Lo pasti mau nanya soal pertanyaan gue, 'kan? Biar gue jelasin di dalem mobil," timpal Sakura.
"Seenggaknya duduk di depan, gue bukan sopir lo,"
Sakura sama sekali tidak menimpali kalimat Dirga barusan, hanya sekilas tatapannya terarah pada bangku yang berada di sebelah laki-laki itu. "Bangku itu udah diisi penumpang lain. Dan soal penumpang ini yang mau gue omongin," tutur Sakura.
Sekeptis laki-laki itu menoleh pada bangku di sebelahnya, tak ada apapun yang dia tangkap. Dia masih menganggap jika ucapan wanita itu hanya ucapan sembarangan tanpa bukti. Namun, Dirga mencoba untuk memasang telinga, mendengar penjelasan yang diberikan oleh wanita tersebut.
"Ada wanita yang menggunakan gaun merah muda, rambut panjang, dan wajahnya pucat duduk di sebelah lo. Kakinya telanjangnya berlumuran darah,"
Sakura langsung mengalihkan pandangannya saat sosok wanita tersebut menolehkan kepalanya ke arahnya. Wanita itu tak berani untuk melihat wajah sosok tersebut dengan jarak sedekat ini. Namun, kedua maniknya melirik ke arah tangan Dirga dan sosok wanita tersebut. "Kalian terhubung benang merah," katanya. Tubuhnya merinding bukan main saat memberanikan diri mengeluarkan semua kalimatnya.
Di dalam mobil tersebut kembali hening, tak ada satupun dari mereka yang berbicara ataupun membuat suara-suara aneh. Sakura tak bisa menahan dirinya lebih lama lagi berada di sini. Penjelasannya tadi juga sudah cukup memberikan informasi pada laki-laki itu. Lantas Sakura bergegas keluar melalui pintu yang berlawanan dengan pintu masuknya tadi.
"Udah jelas, 'kan? Gue pergi," pungkas Sakura.
Usai kepergian wanita itu, Dirga sama sekali tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, ia kembali melihat kursi di sebelahnya yang tak menampilkan sosok apapun di sana. Lantas hanya beberapa menit setelahnya, Dirga kembali melajukan mobil tersebut untuk kembali ke tempatnya. Namun, tak ada hentinya isi kepala Dirga hanyalah ciri-ciri wanita yang disebutkan. Secara mendadak, tubuhnya merinding kuat. Entah ada sesuatu yang terjadi, atau hanya karena dirinya yang terbawa takut akan cerita dari wanita yang tak dia kenal.
"Nggak mungkin, aneh-aneh aja cerita perempuan itu," kata Dirga meyakinkan dirinya sendiri. Seakan semua ucapan wanita itu hanyalah angin lewat.
...****************...
Setibanya di rumah dengan tubuh yang lelah, Dirga membawa dirinya masuk ke dalam kamar. Dia ingin melepaskan semua penatnya, membaringkan tubuh di atas kasur empuk setelah tubuhnya segar. Itu semua baru dalam angannya, sampai akhirnya Dirga melangkah menuju sang ibu yang terduduk di ruang tengah seraya menonton acara malam. Senyuman tipisnya tersemat saat pandangan mereka saling bertemu. Laki-laki itu memilih untuk duduk di bawah seraya memeluk kedua kaki sang ibu.
"Kenapa? Kok keluar lagi?" tanya sang ibu.
"Ibu, aku mau tanya,"
"Tanya apa?"
"Arti benang merah itu apa?"
Mendengar pertanyaan putranya, kegiatan menonton acara malam itu terjeda. Atensi sang ibu diletakkan seutuhnya pada Dirga. Wajahnya menampilkan sedikit senyuman, seakan pertanyaan itu menarik untuk dijawab.
"Benang merah itu biasanya dilambangkan sebagai pembawa jodoh," jawab sang ibu. Namun, putranya itu malah terdiam. "Kenapa nanya? Ada perempuan yang lagi kamu deketin?" tanya sang ibu.
"Ey, aku ngga tertarik sama perempuan manapun," jawab Dirga yang langsung bangkit dari posisinya. Laki-laki itu menghela nafas panjang, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya sebelum meninggalkan sang ibu di tempat itu. Ingatannya kembali pada perkataan wanita tadi yang mengatakan perihal dirinya terikat benang merah oleh sosok wanita tak kasat mata itu.
"Apa itu penyebabnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments