Nomor Wahid

Di kota Jakarta, segala hal pasti diributkan. Mulai dari hal besar, seperti hilangnya uang bansos, saling tuduh, saling suap dan pada akhirnya masuk ke dalam penjara dengan fasilitas apartemen. Atau pun tentang hal kecil, seperti orang bermain gundu, kehilangan satu biji, saling tuduh, saling ejek, adu jotos dan pada akhirnya lapor polisi, masuk penjara.

Tidak ada hari damai untuk sekedar hidup di kota penuh dengan orang-orang bermasalah. Sebuah gambaran yang Askar lihat di berita TV setiap sore setelah acara satwa air.

Tapi itu tidak hanya akan menjadi gambaran di dalam pikirannya saja. Karena sekarang Askar akan pergi menuju kota Jakarta untuk mengadu nasib sebagai seorang perantau.

Bersama dengan satu teman yang dekat sejak lahir, seperti terikat oleh takdir, satu desa, satu SD hingga SMP, tetanggan pula. Berbagi nasib sebagai orang kampungan yang tidak tahu apa pun tentang persoalan percintaan.

Askar dan Narmo, mereka berdua hanya memiliki satu niatan suci untuk pergi merantau yaitu demi mengubah nasib keluarga yang miskin berturun-temurun sampai ke dasar dan tersungkur.

Askar ingat di hari itu...

Saat Narmo sedang asik memandikan ayamnya. Mak Kijah datang dengan perasaan kesal dan tanpa intro terlebih dahulu, langsung masuk Reff untuk memberikan ceramah panjang kepada anak semata wayang.

Suara orang jawa, khususnya logat Tegal yang terkenal medok dan memiliki kalimat akhir cukup panjang, mak kijah mulai berbicara kencang tanpa ada titik, koma, tanda seru, apa lagi tanda tanya.

Lantang suara itu bisa terdengar hingga lima rumah tetangga sebelah. Padahal jarak antar rumah sampai sepuluh meter.

Usut punya usut, suasana buruk ini terjadi setelah Mak Kijah berbincang di warung sayur pinggir pos kamling, sebelah kanan toko sembako milik kang Mail. Walau tidak membeli sayur, Mak Kijah datang untuk hanya sekedar browsing dan Update berita terbaru sekitar kampung.

Tapi perbincangan kala itu, memberikan dampak hebat untuk cara pandang Mak Kijah. Beberapa tetangga yang berkumpul menceritakan tentang mirisnya perekonomian indonesia.

Semakin merosot, semakin jatuh dan semakin kritis untuk persaingan global. Itu karena para pemuda bangsa, generasi penerus yang memikul tanggung jawab negara, lebih terlena tentang kenyamanan menganggur. Tentu setelah mendengar berita itu, Mak kijah semakin kesal, karena salah satu subjek yang menjadi faktor utama permasalahan keekonomian Negara adalah anaknya sendiri.

Narmo sujatmiko, seorang pengangguran 3 tahun, lulusan SMP, hampir gila karena ayam betina.

"Narmo... Kamu anak lelaki jangan sembarangan, kamu akan menjadi kepala keluarga, imam, pemimpin. Kalau sekarang hanya menjadi pengangguran, akan jadi apa masa depan bangsa indonesia ini, bisa rusak, rusak !!!."

Ditariknya sapu lidi, diacungkan ke atas seperti jendral Sudirman menyerukan penyerangan terhadap Belanda.

"Apa kau ingat, mendiang bapak mu itu, pekerja keras, setiap hari mencangkul sawah, setiap hari mencangkul sawah, setiap hari mencangkul sawah, bahkan saat tidak sawah untuk di cangkul, dia mencangkul sawah yang sudah dia cangkul sawahnya."

"Memang gak ada kerjaan lain selain mencangkul Mak."

"Mau gimana lagi, bapakmu itu buruh tani."

"Oooooohhh."

"Tapi kau, setiap hari hanya ayam, ayam, ayam, ayam dan ayam, apa kau bercita-cita hidup menjadi ayam, menikah dengan ayam, jika memang benar, jangan panggil aku ibumu. Apa kau dengar !!!."

Tidak ada sanggahan dari Narmo, perkataan dari Mak kijah berbekas di lelaki sederhana itu, dan siapa sangka Mak Yati, selaku ibu dari Askar mendengar ceramah Mak Kijah yang menjadi promotor penggerak ibu-ibu yang anaknya menganggur. Mereka segera bertindak sebelum masa depan penerus bangsa semakin rusak.

Tentu Askar bukan pengangguran yang bertahun-tahun lamanya seperti Narmo, karena baru dua bulan lalu dia lulus dari SMK negeri satu Tonjong. Tapi Mak Yati langsung terkompori dengan perkataan Mak Kijah, maka mulailah ikut memberikan petuah.

Askar dipanggil, wajah ditekuk penuh kerumitan, tangan kuat yang menghaluskan bumbu dengan ulekan, seakan emosi ibunya ditumpahkan penuh emosi.

"Kar, kamu itu anak berpendidikan, SMK Negeri satu tonjong, berarti nomor wahid, nomor satu, tidak ada duanya ."

Benar perkataan Mak Yati, karena di daerah Brebes tempat Askar sekolah hanya ada satu sekolah SMK, memang tidak ada duanya lagi.

"Ingat ini Kar, kamu itu di sekolahkan tinggi sama bapakmu, biar nanti kamu itu nggak jadi kuli, biar bisa ngetik di TV."

Maksud ibunya adalah komputer, karena saat melihat monitor komputer seperti TV tabung, Mak Yati hanya tahu kalau itu adalah TV yang bisa digunakan orang untuk berkerja di kantor.

"Ibu tidak suka kalau kamu hanya bisa benerin kabel kusut saja, ibu tidak suka itu, tidak suka !!!." Dibantingnya ulekan dan hampir pecah.

Bahkan ketika bapaknya yang datang dari arah depan karena ingin membuat kopi, harus putar balik saat melihat mata Mak Yati melotot.

Meski dibilang ibunya tidak suka pun Askar tidak bisa membantah, karena itu memang jurusan pendidikan kelistrikan yang dia pilih.

"Itu sama saja jadi kuli, tengoklah semua kakakmu, ada yang hebat dan bisa bawa mobil."

Karena memang salah satu saudara Askar adalah supir, dan dia hanya bisa tertunduk merenungi semua perkataan ibunya.

Kemudian menjawab seluruh perkataan panjang lebar yang diucapkan Mak Yati.."Iya Ibu."

Karena Askar adalah anak yang berbakti dengan kedua orang tua, taat beribadah, umat Nabi Muhamad dan rajin menabung. Sehingga Askar tidak ingin melihat Ayah dan Ibunya naik pitam, hanya karena menunggu datangnya rejeki dari surat lamaran kerja yang dia kirim.

Hingga bosan menunggu datangnya surat balasan. Berhari-hari selanjutnya Askar dan Namro merencanakan untuk pergi ke Jakarta dengan alasan masing-masing.

Askar yang memiliki alasan untuk tidak membuat ibunya kecewa, sedangkan untuk Narmo karena sudah bosan mendengar ceramah panjang Mak Kijah hingga berjam-jam. Bahkan Askar sebagai tetangganya tidak bisa melakukan apa pun selain menonton, mendengarkan yang kemudian mengaminkan segala petuah dari Mak kijah.

Di hari sebelum Askar dan Narmo pergi berkelana ke tempat yang tidak pernah di jelajahi oleh kaki mereka, truk bapak Tarmad sudah siap berangkat setelah semua kambing terangkut di bak belakang.

"Ayo coy, siap meluncur ."

Teriak Bapak Tarmad dengan satu keneknya yang stand by di satu kursi samping supir. Narmo terdiam membisu dengan memeluk Namira, membelainya seperti akan menyanyikan lagu 'malam terakhir' dan ternyata memang benar Narmo menyanyikan lagu dari Bang Haji Roma Irama dengan tersedu-sedu.

Setelah selesai bernyanyi tiga menit dari intro hingga Reff, Narmo pun menyerahkan Namira kepada ibunya. Menunduk sedih dengan tangan mak Kijah mengusap lembut punggung anak semata wayang pergi. Terlihat jelas wajah Mak kijah seperti berat melepaskan Narmo merantau.

Askar sendiri hanya terdiam di depan ibu dan ayahnya, sama seperti mak kijah, tangan lembut ibu mengusap rambut dan menangis di pelukan.

"Kar ingat, Jakarta itu kejam, tapi gusti Allah selalu ada untuk menolong hambanya saat kesusahan. Jadi jangan lupa Allah, sholat, mengaji dan sedekah kalau susah atau pun sukses."

Perkataan dari Ibunya selalu membekas di hati Askar, dia sendiri bisa melihat betapa rumit wajah sang Ayah saat hendak memeluk Askar. dan memberikan sebuah kotak kecil yang kemudian mengatakan.

"Kalau kau nanti kesusahan di sana, ini ....."

"Boleh di jual pak ."

"Bukan ....di dalamnya ada hal yang bisa membuat segala kesusahan menjadi damai, kau harus ingat itu."

"Surat warisan ?."

"Sembarangan."

Ayahnya selalu tegas dalam berbagai macam hal, bahkan saat mengatakan A, ayahnya tidak akan memikirkan apa pun alasan lain untuk berubah menjadi B.

Tapi ketegasan wajah Ayah seperti luluh, saat melepaskan Askar untuk merantau ke tanah jahat yang mengiming-imingi kejayaan bagi para perantau.

"Oi, cepat coy, sudah Date line ini ."

Teriak Bapak Tarmad yang sudah mengklakson truk tercintanya Munawaroh, melambai haru kepada keluarga saat kepergian mereka berdua dengan truk muatan kambing.

Ekspresi wajah Askar seperti berkata...

"Tunjukan taring mu Jakarta, aku tidak akan takut oleh sosok mu."

Terpopuler

Comments

Dhedea Tea

Dhedea Tea

saya suka karya mu,kalo bisa cerita yang gantung tolong di lanjutin ya sampe kelar

2023-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!