Bab 2
Bug....
Suara pukulan dua arah membuat tubuh haji Maulana tersungkur dan terlihat lebam di kedua pipinya, bahkan ada darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Abi...."
Teriak mereka semua, dan langsung menghampiri tubuh haji Maulana yang masih dalam keadaan tersungkur, kecuali lelaki berambut gondrong itu. Dia hanya diam mematung, dengan tatapan nanar ke arah mereka.
"Abi, kita harus ke rumah sakit,!" Seru Fatimah dengan wajah panik.
"Abi, maafkan Arman," Arman berkata dengan penuh penyesalan.
"Sudah Arman,! ayo kita bawa Abi ke rumah sakit!" Seru Ilham.
"Umi tenang, jangan menangis! Abi akan baik-baik saja" Salma memeluk tubuh Umi Zahira yang mulai terisak, sambil mencoba menenangkannya.
Mereka bergegas membawa tubuh haji Maulana masuk ke dalam mobil, terlihat dia memejamkan mata sambil memegangi wajahnya yang lebam. Mereka kini tidak menghiraukan kehadiran lelaki berambut gondrong itu.
Netra lelaki berambut gondrong dan Fatimah bertemu, saat Fatimah memapah Abinya masuk ke dalam mobil. Entah kenapa, sebuah perasaan berbeda menjalar di hati lelaki itu, tatapan teduh Fatimah membuat jantungnya berdetak lebih kencang, sesuatu yang tidak pernah di rasakannya. Sedangkan Fatimah langsung menundukkan wajahnya.
Salma juga segera membawa tubuh Umi Zahira masuk ke dalam mobil, Ilham dengan cepat menyusul masuk. Sedangkan Arman menatap tajam lelaki itu, dan melangkah mendekatinya.
"Dengar! Urusan kita belum selesai!" hardik Arman, sambil mendorong dada Lelaki itu.
"Arman, ayo cepat!" Panggil Ilham, yang sudah menyalakan mesin mobil.
Arman kembali menatap tajam ke arah lelaki itu. Entah kenapa, lelaki berambut gondrong itu yang baru saja terlihat beringas, kini hanya terdiam seperti kehilangan tanduknya. Dia hanya menatap nanar ke arah mobil yang kini sudah berlalu dari hadapannya.
"Siapa wanita itu? Ada apa dengan jantung gue?" Lelaki gondrong itu bertanya sendiri, sambil memegang dadanya. Dengan menghela napas, dia melangkah mendekati motor gedenya yang posisinya masih tergeletak di jalan.
Ketika dia mulai menaiki motornya, tiba-tiba terdengar getaran ponsel di saku celananya. Dia segera mengambil ponselnya. Melihat nama yang terpampang di layar ponselnya, sebuah senyum langsung terulas di bibir tipisnya. Dia pun segera menggeser tombol hijau itu.
"Halo, ada apa Bi?" Sapa lelaki itu dengan suara yang sangat lembut, seolah-olah dia melupakan kejadian yang baru saja membuat emosinya meledak.
"Maaf, Tuan Muda sedang ada di mana?" jawab wanita di seberang sana.
"Tadi aku mau ke kampus, tetapi sepertinya tidak jadi,! ada apa Bi?" lelaki itu sangat paham, pasti ada sesuatu yang penting jika sang bibi menelponnya.
"Maaf, apa Tuan Muda uda bisa pulang sekarang?"
Lelaki itu menarik napasnya kasar mendengar permintaan sang bibi.
"Aku akan segera pulang!"
"Baiklah, Tuan Muda uda hati-hati di jalan"
"Iya Bi, terimakasih"
Lelaki itu mematikan ponselnya.
"Pasti mereka sudah kembali!" ucap lelaki itu sambil mengusap kasar wajahnya, dan dengan kecepatan tinggi dan knalpot yang bising, motor gede itu pun melaju membelah jalan raya.
*******************
"Tuan Muda, kenapa?" Tanya wanita setengah baya dengan wajah cemas, melihat wajah, tangan dan kaki lelaki berambut gondrong itu yang terlihat banyak luka.
"Biasa Bi" jawab lelaki itu santai, sambil tersenyum.
"Apa tubuhmu terbuat dari baja, sampai setiap hari pekerjaanmu hanya berkelahi?" Suara yang terdengar berat, menggema ke seluruh ruangan yang sangat luas dan mewah.
Afif menatap pasangan di hadapannya, terlihat usia mereka yang berbeda sangat jauh, bagaikan seorang ayah dan putrinya.
"Apa seperti ini, caramu menyambut kedatangan kedua orang tuamu?" ucap lelaki setengah baya, dengan tatapan tajam.
"Lalu aku harus apa? menyambut kalian dengan karpet merah!" sentak lelaki berambut gondrong itu dengan tersenyum sinis.
"Afif, apa kamu tidak bisa berbicara sopan sedikit terhadap Papahmu?" Tegas seorang wanita muda yang sangat cantik dan seksi.
Lelaki berambut gondrong yang tak lain adalah Afif Abidzar, menatap tajam ke arah wanita seksi di hadapannya, dengan sorot mata penuh kebencian.
"Apa tujuan kalian ke sini?" Tanya Afif tanpa basa-basi.
"Rina, begini hasil didikanmu, hah? Aku sudah katakan didik anak ini sopan santun!" ucap lelaki setengah baya itu lagi, yang tak lain adalah Azhar, menatap tajam ke arah Rina, asisten rumah rangga sekaligus pengasuh Afif dari bayi.
"Jangan pernah menyalahkan Bi Rina, apa lagi sampai membentaknya!" sergah Afif dengan tatapan nyalang ke arah Azhar.
"Tuan Muda tenanglah, bibi tidak apa-apa" ucap Rina, mengelus lembut punggung Afif.
Azhar mendengus kesal, sorot matanya menatap iri ke arah Rina yang terlihat sangat dekat dengan Afif. Seperti seorang Ibu dengan putranya.
"Sudahlah mas, ingat tujuan kita kesini!" ucap wanita cantik dan seksi yang bernama Sarah dengan suara manja, sambil bergelayut di lengan Azhar. Tentu saja, kelakuan Sarah membuat Afif muak dan menatap jijik ke arah pasangan berbeda generasi itu.
"Aku ingin menjual rumah ini!" perkataan Azhar membuat Afif dan Bi Rina terkejut.
Afif melangkah mendekati Azhar dan Sarah dengan wajah dan mata penuh amarah.
"Apa kamu lupa, jika rumah beserta warisan lain adalah hak aku sebagai pewaris tunggal?" tanya Afif dengan penuh penekanan.
Azhar tertawa mendengar perkataan Afif.
"Kamu memang pewaris tunggal harta kekayaanku, tetapi sampai sekarang kamu belum memenuhi persyaratan itu!" tegas Azhar, menatap tajam putra semata wayangnya. Jauh di lubuk hatinya, dia sangat merindukan Afif, ingin sekali dia memeluk tubuh kekar anak laki-lakinya. Namun, semua tidak mungkin bisa di lakukannya.
"Selesaikan kuliahmu dan segeralah menikah!" Ucap Azhar lagi, membuat panas telinga Afif.
"Jika tahun ini, kamu tidak bisa memenuhi kedua persyaratan itu, aku akan mengambil alih semua harta kekayaan ini, Dan kamu hanya mendapatkan sedikit, itu pun dari harta yang di tinggalkan almarhumah Mamahmu!" tegas Azhar, sambil menggandeng mesra Sarah, dan melangkah pergi meninggalkan Afif.
Wajah Afif merah padam, rahang wajahnya mengeras, sambil mengepal kuat kedua telapak tangannya. Terdengar gemeretak giginya, menahan amarah yang sudah memuncak. Dia menatap tajam punggung Azhar dan Sarah yang menghilang dari ruangan itu.
"Tuan Muda, biar Bibi obati luka-lukanya" ucap Rina, menyadarkan Afif dari kemarahannya.
Afif mengangguk, dia melangkah menuju sofa dan langsung duduk sambil menyadarkan tubuhnya di sandaran sofa.
Bi Rina hanya tersenyum, sambil melangkah mendekat dan duduk di hadapan Afif, dia mulai mengobati luka-luka Afif, sesekali Afif meringis menahan sakit, membuat Bi Rina kembali tersenyum.
"Sebenarnya apa yang terjadi Tuan Muda?"
Afif menarik napas dan mengusap wajahnya kasar.
"Aku habis di tabrak orang Bi" jawab Afif yang membuat Bi Rina terkejut.
"Ya Gusti" ucap Bi Rina kaget, akan tetapi wajah tegangnya berubah menjadi wajah keheranan, karena melihat wajah Tuan Mudanya yang kini sedang senyum-senyum sendiri.
Afif tersadar, saat melihat wajah sang bibi yang keheranan, membuat dia tersenyum malu, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bi, aku mau bertanya" ucap Afif ragu-ragu.
"Apa yang mau Tuan Muda tanyakan?" Tanya Bi Rina, dengan wajah keheranan. Baru pertama kali dia melihat kelakuan Tuan Mudanya seperti salah tingkah.
"Pernah tidak Bibi merasakan perasaan yang berbeda saat pertama bertemu dengan seseorang?" Tanya Afif dengan wajah semakin memerah, tetapi bukan karena amarah melainkan karena rasa malu.
Bi Rina mengerutkan keningnya, kemudian tersenyum mengerti maksud dari perkataan Afif.
"Apa Tuan Muda habis bertemu dengan seorang wanita?" Tanya Bi Rina penuh selidik.
Afif kembali salah tingkah, wajahnya menjadi panas. Dia mengangguk sambil menelan kasar salivanya.
Bi Rina kembali tersenyum.
"Sepertinya Tuan Muda sedang merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama"
Perkataan Bi Rina membuat Afif tercekat.
"Benarkah ini yang di namakan cinta pada pandangan pertama?" Tanya Afif dalam hati, tiba-tiba wajah dan tatapan teduh Fatimah kembali hadir di pelupuk matanya.
Terdengar tawa Bi Rina yang membuat Afif tersadar dari lamunannya.
"Siapa wanita yang beruntung itu? Kenalkan ke bibi, Tuan" ucap Bi Rina menggoda, membuat Afif semakin malu dan salah tingkah.
Afif tidak menjawab, dengan menahan malu, dia langsung berdiri dan meninggalkan bi Rina, dia bergegas melangkah menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Tampak senyum bahagia menghiasi wajah bi Rina sambil menatap teduh punggung Afif.
***************
Apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan Azhar dan Anjani yang merupakan kedua orang tua Afif Abidzar?
Apa yang sedang di sembunyikan Azhar?
Apakah benar, jika Afif sudah jatuh cinta kepada Fatimah pada pandangan pertama?
Ikuti terus kisah cinta mereka di bab-bab berikutnya, yang pastinya semakin seru dengan konflik-konflik yang hadir dalam kisah cinta mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Anonymous
Part ke 3 kok lama ya … kapan tayangnya
2023-05-09
2
Divina Puspita
lanjut kak
2023-05-08
1