Ku antar kepergian Daniel hanya sampai halaman depan klinik dan ku lepas dengan rasa bangga yang aku rasakan terhadapnya. Kemudian aku memasuki kembali rumah dan langsung menuju kearah dimana aku meninggalkan Aida didalam rumahku, aku sedikit melamun pada saat itu dan aku terkejut saat melihat Aida masih berdiri tetap pada posisinya dan tidak bergerak sedikitpun. Aku melewatinya dan duduk di sofa kemudian mulai menatap matanya, Aida hanya menatapku dengan tajam tanpa berkata apapun. Jujur saja saat itu aku tidak tahu apa yang ada dalam benaknya dan kekakuan itu berlangsung agak lama sampai aku mulai dapat memikirkan kata pertama yang aku ingin sampaikan padanya.
"Eemmm...." Aku belum selesai menuntaskan kalimatku, Aida langsung memotongnya.
"Aku hanyalah budakmu, kamu boleh memperlakukan seperti apapun yang kamu inginkan" timpal Aida di tengah keheningan yang cukup lama tadi.
Untuk pertama kalinya aku mendengar suara gadis dengan penuh bekas luka itu, suaranya begitu tenang dan tidak bergetar dengan tatapan mata yang tajam menatap ke arahku. Aku cukup terkejut dia bisa menimpali perkataanku, sekali lagi Aida menunjukkan keteguhan hatinya di hadapanku. Aku kembali meragukan kebenaran jika Aida adalah korban yang menderita gangguan mental, tapi Daniel tidak akan membuang waktu menitipkan anak yang sehat kepadaku tanpa alasan setelah apa yang dia lakukan untuk menemukan keberadaan ku di desa terpencil ini.
"Aku tidak akan berbuat jahat apapun itu, aku hanya..." belum selesai aku berbicara, Aida kembali menjawab perkataanku
"Tidak apa, aku sudah biasa mendapatkan perlakuan buruk. jadi lakukan lah sesukamu" timpalnya
Aku tidak menjawab apapun dan hanya beranjak dari sofa lalu pergi meninggalkannya dengan senyuman, tapi dia tidak merespon ku sama sekali walau mata kami bertemu. kemudian aku menuju dapurku untuk menyiapkan makan malam kami.
Di dapur aku mulai berfikir "Apa yang harus aku lakukan saat ini? walau ini pekerjaanku, tapi jujur saja aku merasa kesulitan saat ini". Aida terlihat sangat tangguh dengan tatapan dan sikapnya, namun disisi lain aku tahu mentalnya tidak baik - baik saja dari apa yang sempat dia ucapkan padaku. Aku ingin mencoba mencairkan suasana hatinya dengan cara memasakkan masakan yang aku ahli dalam mengolahnya, sebuah pasta dengan saus bolognese yang menggugah selera dan segelas coklat hangat untuk menghangatkan badannya. Aku berharap masakan ini akan membuatnya sedikit bisa terbuka padaku, ini merupakan langkah awal penting yang bisa aku pikirkan disaat seperti ini.
Beberapa saat berlalu aku sudah selesai mengolah masakan itu, aku berjalan menuju ruang keluarga dan berniat memanggil Aida untuk mengajaknya makan malam bersama. Diruang tengah itu aku melihat Aida masih berada ditempatnya, berdiri tegak dan tidak berpindah sedikit pun dari awal dia sampai di rumahku hingga aku selesai memasak. Tatapannya kosong kearah depan dimana hanya ada sudut rumah disana, aku yakin tidak ada satu pun hal menarik yang bisa dia lihat namun sepertinya dia tidak peduli akan itu.
"Ayo kita makan malam bersama" ajak ku
Respon Aida kembali membuatku terkejut, tanpa kata dia berjalan mendekatiku seakan ingin segera memenuhi ajakanku. Meski banyak pertanyaan berkecamuk di kepalaku karena keheranan namun aku berusaha untuk tetap bersikap seperti itu hal yang wajar didepannya, aku berbalik dan berjalan menuju ruang makan diikuti oleh Aida di belakangku.
Di ruang makan aku segera menarik salah satu kursi makan lalu memberi gestur tangan kepada Aida agar dia duduk di kursi itu, tanpa kata Aida langsung duduk di kursi itu dan bersikap sempurna selayaknya anak bangsawan yang akan malam bersama dengan keluarga besarnya. Setelah itu aku berjalan memutari meja makan untuk duduk di kursi yang berhadapan dengannya, kami sempat terdiam sejenak saling tatap.
"Apakah akan ada tamu? aku akan bersembunyi jika memang akan ada yang datang, itu tidak masalah untukku" ucapnya tiba - tiba memecahkan keheningan
"Tidak akan ada yang datang, makanlah. Aku sengaja membuatkan menu spesial ini untukmu, aku tidak tahu apa kamu suka atau tidak. tapi aku harap kamu menikmatinya" jawabku sambil memberi gestur tangan bahwa itu makanannya
"Benarkah aku boleh memakannya? Tidak kah akan ada masalah jika aku memakan ini tanpa teriakan kesakitan? tuanku yang dulu hanya akan memberiku makan sepotong roti gandum dan segelas air putih setelah dia puas mendengarkan teriakan kesakitanku" ucapnya dengan lirih.
Aku terkejut dengan yang aku dengar, dalam hatiku berkata "Manusia seperti apa yang tega melakukan hal itu pada gadis ini?". Jika aku perhatikan, gadis ini memiliki paras yang cantik dengan tatapan matanya yang tajam dan bola mata biru yang besar, pipi yang tirus, bibirnya yang tipis dengan hidungnya yang nampak proporsional membuatnya terlihat semakin mempesona, badannya kurus dengan tinggi badan kurang lebih 160 sentimeter, serta kulitnya yang putih tentu saja merupakan idaman banyak orang.
Namun bekas luka tipis di pelipis mata kiri dan pipi sebelah kanannya membuatku merasa marah kepada orang yang melakukan ini padanya, bekas luka di tangan kanan yang sepertinya menyambung sampai bagian bahu dan leher serta bekas sayatan di lengan kiri tepat di pergelangan tangannya, dimana dia selalu berusaha menutupi bekas lukanya itu ketika mataku tertuju pada bekas - bekas luka yang dideritanya. Tapi seberapa kerasnya dia berusaha menutupi bekas luka - luka itu, aku masih dapat melihatnya dengan sangat jelas. Aku bahkan mulai dapat meraba seberapa parah luka didalam dress hitam yang dia kenakan malam itu, benakku meracau ketika mencoba membayangkannya.
Aku tidak berkata apapun lagi, hanya menatap makananku lalu mulai memakannya dengan harapan Aida mengikuti apa yang aku lakukan yaitu menikmati hidangan makan malam ini. Terlihat tangan Aida perlahan mulai mengambil garpunya dan sesekali mata tajamnya itu melirikku, kecemasan nampak jelas diraut wajahnya walau pada akhirnya Aida mulai memakan Pasta itu secara perlahan. Aku berharap suapan pertamanya dapat membuat dia terkesan dan tersenyum, namun itu tidak terjadi.
Dia hanya diam dan terus makan tanpa ekspresi apapun meski terlihat lahap dan sesekali sorot matanya melihatku dengan tatapan penuh kecemasan, aku tidak tahu apa yang harus aku ucapkan ketika melihat sorot matanya. Ingin aku mendapatkan respon apakah masakanku enak atau tidak dari Aida, namun dia sama sekali tidak berkata apapun. Beberapa saat berlalu, Aida terlihat sudah menghabiskan pasta dan juga coklat hangat yang sudah aku sediakan.
"Terima kasih" Ucap Aida
"Apakah itu enak?" Tanyaku
"Apa yang harus aku katakan untukmu? aku tidak mau membuat hatimu kesal karena ucapanku salah, tuanku yang dulu akan langsung memukuliku ketika aku salah menjawab pertanyaan yang tidak sesuai dengan keinginannya." Jawabnya
Saat itu aku seperti tidak ingin kembali bertanya kepadanya, sepertinya aku harus melakukan pendekatan lain untuk mendapatkan kepercayaannya. Sesaat aku menatap jendela di ruang makan ku dan melihat hari telah gelap, aku saat ini masih kehabisan kata - kata karena perasaanku yang campur aduk. Aku beranjak dari kursiku dan mulai membereskan piring - piring di meja, namun tiba - tiba Aida memegang piringnya dan menahan piring itu.
"Aku akan segera membersihkannya, mohon maaf aku tidak segera membersihkannya. tolong jangan sakiti aku" ucapnya dengan suara lirih dan raut wajah yang penuh rasa takut, seketika tatapan mata tajamnya hilang bersamaan dengan kalimatnya.
Inilah perubahan pertamanya yang aku lihat dan dengar, ekspresi ketakutan itu dan suaranya yang tidak lagi terdengar tenang. Saat itu juga aku menyadari jika kondisi mental Aida lebih parah dibanding dengan anak - anak yang pernah aku tangani dulu bahkan jika itu termasuk Daniel.
"Tidak apa, aku yang akan melakukannya. Aku tahu kamu pasti lelah, tunggulah aku di ruang keluarga itu" ucapku sedikit memberikannya perintah dengan selembut mungkin, tanpa berkata apapun Aida langsung berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju ruang keluarga.
Setelah selesai membereskan meja makan dan mencuci piring serta gelas, aku keluar dari ruang makan dan mencari keberadaan Aida di ruang keluarga. Dia kembali berdiri dan menatap sudut rumah, posisinya juga tidak berubah sejak awal dia berada dirumah ini. Aku mulai bisa merasakan perlakuan seperti apa yang telah dia terima selama ini, mungkin sebuah siksaan jika tidak melakukan sesuatu, siksaan untuk suatu perbuatan dan siksaan karena melanggar perintah majikannya, tapi hati kecilku berkata "TIDAK!! itu lebih dari sekedar yang mampu aku pikirkan".
"Hari sudah malam, aku akan menunjukkan kamarmu" Ucapku sambil menunjuk sebuah kamar
Aida berjalan di belakangku menuju sebuah kamar yang aku siapkan untuk pasien rawat inap di klinik ini, namun akhir - akhir ini aku jarang mendapatkan pasien yang harus mendapatkan rawat inap di klinik. Jadi ruangan itu agak sedikit berdebu dan tidak terawat, tapi aku tidak memiliki pilihan lain selain memberikan kamar itu kepada Aida. Aku menghidupkan lampu kamar itu lalu memasangkan sprei serta selimut dan juga bantal di kasur yang sudah tersedia, tidak lupa aku membersihkan debu - debu disekitar kasur agar Aida tidak terganggu dengan debu ketika dia meniduri kasur itu.
"Sedikit berdebu disini, tapi besok akan aku panggilkan seseorang untuk membersihkannya. Aku harap kamu tidak keberatan saat ini" Ucapku sambil menatapnya, tatapan matanya kembali tajam menatap mataku.
"Bolehkan aku memakai kamar ini? aku tidak masalah tidur di lantai ruang tadi" sambil menatap ruang keluarga, Aku dapat merasakan kecemasannya berada didalam kamar ini berdua denganku.
Mungkin dia memiliki sedikit trauma terhadap kamar, aah apa yang baru saja aku katakan. Betapa bodohnya aku masih mengatakan 'mungkin' tentu saja itu terjadi, tidak ada orang yang membeli manusia lalu dia tidak melakukan hal keji terhadap manusia yang dibelinya itu.
"Beristirahatlah, Selamat malam" jawabku sembari memberinya kunci kamar lalu meninggalkan kamar itu dengan Aida didalamnya, aku berjalan untuk menuju kamarku sendiri yang posisinya berhadap - hadapan dengan kamar Aida.
Di Perjalananku menuju kamar aku sempat menoleh kebelakang dan melihat Aida tetap berdiri dekat pintu sembari terus menatapku yang semakin menjauhinya, tatapan tajamnya seperti mengawasi ku dari kejauhan dan aku tahu didalam hatinya pasti sangat cemas jika aku tiba - tiba menyerangnya. Tapi tidak aku hiraukan tatapan tajamnya itu dan aku terus berjalan hingga masuk kedalam kamarku, perlahan aku menutup pintu kamar dan aku melihat Aida hanya diam saja sampai pintu kamarku tertutup.
Didalam kamar aku tidak dapat tidur, jujur saja keadaan Aida sangat membuatku khawatir yang memenuhi pikiranku. Hari pertama bersama Aida sedikit membuatku dapat membaca kejadian yang menimpanya dan membuat rasa yang ingin aku hilangkan dulu kembali hadir menghantui hatiku. YA! rasa ingin menolong seseorang menyembuhkan gangguan mentalnya. Ini adalah tugasku dan aku pernah membuangnya karena suatu alasan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Abidatiz ZH
sepertinya latar cerita ini dr luar Indonesia.....,,,,
kalo latarnya dr indonesia ,,,,?
🤔
2023-07-07
1