Tentang Aida

Aku berusaha tidur malam ini, entah sudah berapa lama aku masih terjaga sejak aku meninggalkan Aida di kamarnya. Ditengah gelisah nya aku ketika itu pada akhirnya aku memutuskan untuk membaca berkas yang ditinggalkan oleh Daniel di ruang keluarga, aku juga ingin melihat apa Aida sudah menutup pintu kamarnya atau malah dia tetap berdiri di depan pintu kamarnya. Perlahan aku membuka pintu kamarku dan aku melihat kamar Aida telah tertutup, sebenarnya aku ingin melihat keadaannya didalam kamar itu namun hati kecilku berkata "Jangan, mungkin itu akan semakin mengganggu mentalnya".

Mataku langsung tertuju ke sebuah meja tempat aku meninggalkan berkas yang diberikan oleh Daniel, setelah mengambilnya lalu aku membawa berkas itu kedalam kamarku dan mulai membacanya disebuah sofa kecil yang berada didalam kamar. Perhatianku langsung tertuju pada berkas yang berkaitan dengan Aida dan aku menemukan berkas Aida dengan nomor berkas 110710, di berkas itu aku mulai membaca semua tentang biodata Aida namun itu sia - sia. Tidak ada identitas disana, selain nama semua hanya tertulis "No Data". Aku mengalihkan fokusku pada berkas perkaranya namun lagi - lagi aku tidak mendapatkan informasi apapun dari berkas itu, semuanya hanya bertuliskan "No Data".

Sudah hampir lima tahun aku tidak membaca berkas seperti ini, perasaanku tak menentu antara senang atau takut. Bukan waktu yang sebentar bagiku untuk meninggalkan semua yang telah aku kerjakan dulu sebagai dokter Lee, mungkinkah ini awal dari aku harus kembali menjadi dokter Lee? bagiku dokter Andrews saat ini adalah identitas ternyaman yang aku jalani.

Kehidupan yang damai dan tenang tanpa tekanan mental merupakan dambaan setiap manusia di bumi, dan aku sebagai dokter Andrews hopkins sudah merasakan pencapaian itu. Aku tidak siap untuk kembali namun keberadaan Aida tidak bisa menghilangkan rasa kemanusiaanku begitu saja. Bagaimana jika Aida bukanlah satu - satunya, pantaskah aku yang seharusnya bertanggung jawab malah memutuskan untuk meninggalkan mereka yang membutuhkan bantuanku... itulah yang saat ini memenuhi pikiranku hingga sulit rasanya bagiku untuk memejamkan mata

"Apa apaan berkas laporan ini?" begitu kesalnya aku saat itu, tangan ini pun segera melempar semua tumpukan dokumen itu kesebuah meja baca.

Itu adalah berkas pertama yang berbeda dari biasanya, ada apa sebenarnya dan siapa Aida ini sampai tidak ada sedikitpun catatan tentang selain nama yang dia sandang. Hal itu menyebalkan bagiku, benar - benar sangat menyebalkan namun disisi lain gejolak penasaran dalam hatiku meningkat. Insting dan naluri sebagai dokter untuk pasien kebutuhan khusus penanganan mental seperti kembali mengalir dalam darahku.

Aku mengalihkan pandanganku ke jendela kamar dan aku melihat bintang - bintang bersinar indah, perlahan aku beranjak dari dudukku dan berjalan mendekati jendela kamar yang terletak disebelah meja baca tempat aku membuang dokumen yang Daniel bawakan untukku. Tangan ini aku arahkan untuk membuka jendela itu lalu aku hirup udara segar malam ini agar aku dapat mengendalikan rasa kesal ku, beberapa hembusan angin menerpa wajahku dan secara tidak sengaja menerbangkan beberapa kertas dokumen yang sempat aku lempar tadi.

Setelah menghembuskan nafas berat, aku memunguti satu demi satu kertas yang berterbangan itu. Sebuah kertas mencuri perhatianku, seperti yang sudah aku katakan bahwa instingku mulai bekerja dan aku rasa bekerja dengan sangat baik. Didalam kertas itu aku melihat sebuah sketsa gambar yang diarsir menggunakan sebuah pensil.

Kertas putih dengan banyak arsiran juga garis - garis namun tidak berpusat pada satu titik, beberapa bahkan terlihat menggambarkan sebuah pola yang bisa aku tebak. Aku mulai menenangkan pikiranku dan ku hembuskan nafas perlahan agar konsentrasi ku terpusat pada gambar itu, benar saja... aku bisa mengartikan bahwa garis itu adalah sebuah sudut ruangan yang gelap dengan jendela kecil yang memancarkan cahaya untuk menerangi sudut kecil ruangan itu. Tapi perhatianku tidak berhenti sampai disana karena aku tertarik pada tekanan dari sebuah pensil didalam arsiran. Aku membawa kertas itu kesebuah lampu dan berusaha untuk menerawang dan menerka gambar yang terlihat mendapatkan tekanan khusus saat seseorang menggambarnya.

Benar dugaanku, aku melihat gambar sosok manusia didalam arsiran yang digambarkan secara sederhana sedang meringkuk di sudut garis, aku terus mencoba mencari gambar lain dan aku sedikit terkejut melihat hasilnya. Sebuah garis yang tampak seperti alat - alat penyiksaan yang ada dalam pikiranku ketika menerawang lebih teliti lagi, ditempat lain aku juga melihat seseorang berdiri didepan orang yang meringkuk itu dengan membawa sebuah garis panjang ditangan kanannya dan sebuah benda yang cukup besar di tangan kirinya.

Cukup lama aku mencoba mencari gambar lain yang mungkin tersembunyi, aku berharap ada petunjuk atau apapun itu yang mungkin akan berguna untuk Daniel tapi sayang aku tidak menemukan apapun lagi. Perlahan aku menaruh kertas itu di atas meja baca lalu aku segera beranjak untuk merebahkan tubuh ini di kasur, dalam benakku hanya ada satu pertanyaan setelah melihat semua berkas itu "Kehidupan seperti apa yang kamu alami beberapa tahun ini, Aida?". Tidak terasa aku pun tertidur dengan sangat pulas.

Aku terbangun ketika mendengar suara ayam berkokok, karena kaget aku sampai terjerembab jatuh dari kasurku. Tangan ini segera aku arahkan untuk menggapai jam weker yang berada disebuah meja kecil bersebelahan dengan kasur.

"Jam berapa ini?" tanyaku gusar sembari menatap jam weker yang telah aku genggam, jarum pada jam weker menunjukkan pukul 8 pagi.

"Ooh sial... aku kesiangan" ucapku panik, aku bergegas membereskan tempat tidur lalu segera keluar dari kamar untuk membuka klinik dan juga menyiapkan sarapan untukku dan Aida. Ketika aku membuka pintu kamar, aku sudah melihat Aida berdiri ditempat yang sama dengan posisinya yang kemarin ketika dia pertama kali ketempat ini bersama Daniel.

"Selamat pagi tuan.." sapanya sembari melihatku dengan tatapan tajamnya

Hari ini adalah pagi pertamaku bersama Aida, sambutan seperti itu seharusnya menghangatkan pagi yang dingin namun tidak dengan apa yang aku rasakan. Aida membuatku merinding namun aku tetap berusaha tenang.

"Pagi Aida, sejak kapan kamu berdiri disini?" tanyaku penasaran

"Aku akan disiksa jika aku tidak bangun tepat pada pukul 4 pagi oleh tuanku yang dulu, aku sedikit terlambat bangun hari ini, aku mohon jangan siksa aku" Jawabnya, nampak rasa ketakutan tergambar jelas di mata dan gestur tubuhnya.

Aku membaca gestur tubuh Aida yang seakan dia sudah siap jika aku akan memukulnya atas kesalahan yang dia ucapkan tadi, sangat jelas dari posisi badannya yang sedikit membungkuk dan bergetar seakan dia sudah mempersiapkan diri untuk menerima pukulan ku agar dia tidak sampai terjatuh. Aku berjalan mendekatinya lalu hendak mengelus kepalanya seraya berkata...

"Tidak apa, kamu bisa bangun lebih siang jika kamu mau" ucapku lembut, Saat tangan ini mendekat, seketika aku melihat tubuhnya merespon dengan tubuh yang menegang, kedua tangannya mengepal kuat, matanya terpejam, dan juga tubuhnya semakin gemetaran.

"Benarkah tidak masalah buatmu?" tanyanya padaku, perlahan kedua matanya terbuka dan kembali menatapku.

Aku melepaskan tanganku dari kepalanya seraya meninggalkannya begitu saja tanpa menjawab pertanyaan, tujuanku adalah dapur sambil berfikir dalam hati "Sarapan apa yang bisa membangkitkan semangatnya?". Kemudian aku mengalihkan perhatianku untuk melihat bahan - bahan apa yang ada didalam lemari pendingin, dari semua yang ada pada akhirnya aku memutuskan untuk membuat pancake dengan madu dan susu hangat.

Tidak ingin membuang waktu aku segera memasak lalu menyajikan hasil masakanku di atas meja makan, semua terlihat sempurna dan menggugah selera. Namun belum sempat aku menikmati hasil masakanku, aku mendengar orang - orang sudah berkumpul di depan pintu klinik. Mataku langsung tertuju pada jam dinding yang ada di dapur dan aku menyadari jika aku benar - benar sudah terlambat.

"Pukul 9 tepat, aku tidak sempat sarapan hari ini" Ucapku panik.

Aku berjalan cepat meninggalkan dapur untuk menemui Aida di ruang keluarga, sama seperti semalam Aida tetap berdiri ditempatnya sambil menatap sudut ruangan yang sama. Tidak ada yang berubah dari caranya berdiri, caranya menatap, posisinya, bahkan kearah mana sorot mata tajam itu menatap, lalu aku berjalan mendekatinya dan kembali mengelus kepalanya seraya berkata

"Sarapan sudah siap di meja makan" Ucapku.

"Bukankah seharusnya aku yang menyiapkan sarapan? Tidak kah ini akan menjadi masalah untukku?" tanya nya.

"Tidak apa, tidak akan ada masalah apapun. kamu tidak perlu melakukan apapun disini, kamu adalah tamu ku. bergegaslah ke meja makan dan aku berharap kamu menyukai menu pagi ini" jawabku sembari melepaskan tanganku dari kepalanya lalu segera berlari menuju ke ruang pemeriksaan.

"Bagaimana denganmu?" Tanya nya kembali.

"Aku akan menyusul mu setelah pekerjaanku selesai" jawabku dan aku segera meninggalkannya untuk membuka klinik

Semua berjalan seperti biasa, aku memeriksa dan merawat beberapa orang yang telah menungguku pagi ini. Tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 1 siang, aku mulai merasakan lapar. Aku pun segera memberi tahu pasienku yang masih menunggu bahwa aku akan beristirahat sejenak dan segera menuju ruang makan, namun tidak ada Aida di ruang keluarga saat itu. Aku pun berfikir mungkin Aida telah kembali ke kamarnya, tapi ternyata tidak. Aida tetap berada diruang makan dan hanya menatap pancake yang sudah aku siapkan untuknya tanpa menyentuhnya sama sekali, terlihat susu hangatnya pun masih memenuhi gelas itu. Aku terheran dan benakku berkata "Apa yang dia lakukan?".

"Selamat siang" sapanya ketika dia menyadari keberadaan ku di ruang makan

Seperti sebuah sistem yang otomatis terucap dari bibirnya, aku mulai berfikir dia adalah sebuah robot. "Tidak!!" dalam benakku menentangnya, dia adalah seorang anak gadis yang tidak sepantasnya seperti ini.

"Apa yang kamu lakukan? mengapa kamu biarkan pancake itu? itu sudah pasti dingin dan tidak akan nikmat" tanyaku

Sebuah pancake dan segelas susu hangat yang mulai dingin dibiarkan begitu saja oleh Aida, tersirat dalam benakku entah karena sudah terbiasa menahan lapar atau karena ketakutan yang membuat Aida hanya berdiam saja tanpa menikmati hidangan yang aku siapkan khusus untuknya.

"Aku tidak boleh makan sebelum tuanku makan, jika aku melakukannya tuanku yang dulu akan menendang perutku hingga aku mengeluarkan makanan yang telah aku makan" Jawabnya

Sontak aku terkejut ketika mendengarkan jawabannya, pernyataan Aida membuatku menyadari bahwa penyiksaan yang Aida alami benar - benar telah merusak mentalnya dan menjadikannya seperti sebuah robot dan bukan lagi seorang manusia.

Aku bergetar emosi dan segera mendekati Aida lalu mengambil Pancake serta susu yang telah aku siapkan untuknya, namun tiba - tiba Aida berdiri dari kursinya dan segera bersujud di depanku lalu mengatakan...

"Maafkan aku tuan.... aku tidak tahu ini tindakan yang salah... aku hanya tidak ingin makan sebelum dirimu tuan... tolong jangan siksa aku..." Ucapnya lirih menahan tangis.

Jujur saja aku benar benar emosi saat itu, dalam benakku hanya ada bagaimana bisa ada orang yang tega melakukan itu? namun tidak aku hiraukan Aida dan terus membawa makanan itu menuju dapur. Aku mulai memasak untuk makan siang sebuah Steak dengan saus Marinara, cukup menyita waktu memang tapi hasilnya memuaskan. Aku segera menyajikannya dan membawanya ke meja makan namun Aida masih tetap sujud tidak bergerak sedikitpun. Aku masih dapat mendengarkan suaranya walau samar

"Ampuni aku... Ampuni aku...." ucapnya lirih.

Aku meletakkan Steak itu di meja dan perlahan aku dekati Aida, dengan lembut kedua tanganku menyentuh kedua lengan Aida sambil mengarahkannya ke tempat duduknya.

"Makanlah, kali ini aku akan menemanimu makan. aku berharap kamu menikmati steak yg aku buat" Ucapku sambil tersenyum, ekspresi wajah ketakutannya perlahan berubah menjadi ekspresi keheranan dan juga kebingungan.

Untuk pertama kali aku melihat perubahan pada ekspresi wajah Aida, aku yakin itu akan menjadi perkembangan yang berarti. Baiklah dokter Lee.. memang sudah saatnya kamu harus kembali dengan apa yang sudah menjadi tujuan hidupmu dulu.

"Bolehkah aku memakannya? ini terlihat begitu lezat, apakah kamu tidak salah memberiku?" tanya nya, suara itu membuyarkan lamunanku

"Tidak, aku membuatnya dua porsi. Satu untukku dan satu untukmu, kamu tidak keberatan kan?" tanyaku dengan penuh kehangatan agar Aida merasakan sebuah kenyamanan, aku yakin penjahat yang telah menyiksanya tidak pernah berkata lembut padanya.

"Terima kasih, aku akan memakannya" ucapnya, aku melihat Aida menikmati Steak itu

"Bagaimana? apakah enak?" Ucapku untuk mencairkan suasana.

"Aku tidak tahu harus menjawab apa, aku takut jawabannya..."belum selesai dia melanjutkan kalimatnya aku langsung memotongnya

"Tidak apa, kamu boleh mengutarakan pendapatmu saat kamu ingin" Timpalku

"Lezat...." ucap Aida dengan suara yang sangat pelan

Jujur aku hampir tidak dapat mendengarnya dengan jelas namun aku tahu dia mengatakan itu, sejenak hatiku seperti disiram air setelah dipenuhi oleh api kemarahan. Aku sampai tidak dapat mengekspresikan rasa bahagiaku saat itu, Aida kemudian menatap ku dan kembali berkata...

"Ini lezat.... menurutku... Terima kasih...." ucapnya lagi dengan suara yang lebih keras, senyumku merekah sesaat setelah mendengarnya. Itu kata kata terindah yang aku dengar setelah beberapa tahun yang aku lewati saat ini.

Beberapa saat setelah kami selesai menyantap steak, aku sedikit ingin bertanya padanya

"Aku telah membaca berkas mu, tidak ada data lain selain namamu. Mau kah kamu menceritakan tentangmu?" tanyaku

"Aku tidak tahu harus menjawab apa, tapi memang hanya itu yang aku tahu tentang diriku" jawabnya

"Baik, Selain Aida namamu ,kamu tidak ingat darimana kamu berasal?" tanyaku lagi

"Tidak, aku tidak mengingat apapun selain Aida" Jawabnya, belum sempat aku bertanya kembali Aida kembali menjawab

"Hadiah yang berharga..." Setengah berbisik dia mengatakannya padaku, kemudian dia melanjutkan perkataannya

"Yang aku tahu Aida memiliki arti hadiah yang berharga walaupun sepertinya aku bukanlah hadiah yang berharga" ucapnya, saat itu aku melihat matanya berkaca yang membuatku tidak ingin melanjutkan pertanyaan.

"Kembalilah ke kamarmu, aku ingin kamu beristirahat" perintahku untuknya

"Biarkan aku melakukan tugasku, aku akan segera membereskan peralatan makan ini" kembali Aida mengatakannya dengan nada penuh rasa takut.

"Tidak perlu, perintahku adalah memintamu untuk beristirahat. kamu tidak akan melanggar perintahku kan?" nada bicaraku agak menekan saat itu, respon Aida benar - benar sesuai dengan yang aku bayangkan. Dia segera meninggalkan ruang makan dan menuju kamarnya tanpa sepatah katapun, aku sedikit merasa bersalah saat itu.

Aida, memiliki arti hadiah yang berharga. aku tidak tahu siapa yang memberikan nama itu, jika memang orang tuanya yang memberikan nama itu mengapa mereka tega menjual anak ini sehingga dia mendapatkan mimpi buruk itu. Selain itu aku tidak dapat menarik kesimpulan apapun, aku sedikit lelah sacara batin karena luapan emosiku hari ini. semoga esok hari aku dapat lebih dalam mengetahui tentang Aida dan semakin mendekatkan diri untuk memecahkan misteri ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!