"Ra, nanti lo adu battle lagi 'kan? Gue ikut sama Garda, tapi nanti kita pura-pura gak kenal okey!" Pesan itu dari Arai, tatkala dirinya melintas di depan Citra Bangsa. Ya, karena STM dan SMA bertetangga, tapi kebanyakan muridnya saling adu gaya.
"Lo siapa?"
"Ntar anj*ng bukan sekarang!"
Tamara menyengir. "Pemanasan!"
***
Tamara benar membawa ke-empat temannya. Para antek-anteknya cukup sadis jika beradu kekuatan. Hanya saja cover yang terlihat dari mereka, tampak diremehkan.
"KALAU PUNYA MASALAH INDIVIDU DONG, JANGAN BAWA SATU KELUARGA GUE, JADI INCERAN LO. GUE KALAU UDAH BERGERAK, WILAYAH LO BISA KEGULUNG!"
Garda terkekeh, dia sampai menginjak rokoknya setelah mendengar teriakan dari Tamara. "Kakak lo? Nyawa harus dibayar nyawa bukan?"
Arai dan beberapa teman berandalnya, tampak menatap rendah pada sekumpulan teman Tamara. Hari ini juga, mereka akan mengadu kekuatan, untuk memperlihatkan kepada siapa yang layak dicemoohkan.
"Banci, pakai bandana sana!" sahut Pian.
"Lo mau gak jepitan gue? Nanti gue bagi lima, dan satunya gope!" timpal Gona.
"Anjir, ngapa jadi promosi si!" sungut Dorri.
Sementara itu Arai terlihat berbisik, "Boss, lo yakin battle sama cewek? Cabut ajalah, buang waktu!"
"Rai, dia gak sembarang yang lo pikir!" balas Garda.
"BOS LO LEMAH, KAKI AJA MASIH DI PERBAN. AKTIFIN BPJS HABIS INI YA!"
"Bangs*d!!!"
Bughh!
Sahutan dari Vio, mampu membakar suasana hati Garda. Dengan sangat keras, dia langsung menendang perut Tamara. Perempuan itu tergeletak, dengan debu yang mulai menempeli hijabnya. Vio yang bersahut, tapi serangan yang didapat oleh Tamara.
Gilak, kalau Abang gue tau istrinya diginiin. Bisa mampus di tempat si Garda.
"Ra!" Vio yang terlihat cemas.
"Mundur lo semua, ini battle bukan tawuran!" tegur Tamara, mereka pun saling melangkah ke belakang.
Dagghh!
Satu kali gerakan saat Tamara berdiri, Garda langsung terkapar dengan leher yang patah. Bayangkan, betapa lebarnya kaki perempuan itu hingga menciptakan tendangan yang kuat. Memberi serangan tiba-tiba adalah cara yang selama ini membuatnya terhindar dari kata kalah.
"Gue pengen muntah di muka lo! Perut gue keaduk-aduk babi!"
Sepatu bergerigi itu, mampu menekan wajah manusia, sampai-samapi air liurnya menetes karena terbukanya mulut dia. "Loposhh onjhong, moko gowo sokot bogho!"
Vio, Dorri, Pian dan Gona, terbahak-bahak melihat tingkah nyeleneh Tamara saat menumbangkan musuh.
"Bahasa pluto haha!" ledek Pian.
"Ilernya, udah bikin bendungan iuhhh!" Kali ini Vio yang meledek.
"Ra, sepatu lo yang mahal itu, lucu banget deh kalau bisa bikin tato manual di muka penyoknya!" sahut Dorri.
"Kayak ikan nemo mulutnya!"
Keren juga si cebol.
Dalam hati Arai.
Tamara tersenyum, sampai aksinya sangat tidak disenangi oleh para genk Garda. Mereka mulai maju satu-persatu, membela sang ketua, hingga memancing ke-empat sahabat itu, dan terjadilah peperangan yang sengit.
****
"Pak Arei, terima pemberian saya ya. Bukan apa-apa, ini cuma tanda terima kasih."
Tepat, saat Arei tengah memesan kopi di kantin, gadis yang ia beri penanganan pertama kemarin, tampak menyodorkan satu kotak bekal. Wanginya dapat Arei cium, jika itu makanan yang lezat.
Tangan Arei terulur untuk menerima, akan tetapi, tiba-tiba ....
BRUKHH!
"Ya umpannn, Ra!" Vio berteriak histeris dengan nada yang disengaja, tatkala makanan itu tumpah ruah di lantai.
"Hmm, Pak saya minta maaf saya sengaja—eh nggak sengaja maksudnya!" ucap Tamara seakan merasa bersalah. Namun ia berlagak menyalahkan Dorri. "Dor lo sih, nyenggolnya terlalu kuat!"
"Dih, ini 'kan rencana lo!"
"Bego!" cemooh Vio.
Indah sang pemilik bekal itu tampak sendu menatap makanan yang berceceran. Beberapa kali juga Arei terdengar menghela napasnya. "Pak, bekalnya jatuh ...."
"Hmm gak apa-apa Indah, biar saya punguti!" Arei sudah mau berjongkok bersamaan dengan Indah. Namun mereka tegak kembali saat makanan di lantai sengaja diinjak oleh ketiga biang jin itu, seolah tak disengaja saat mereka mulai melangkah pergi.
"Maaf ya Pak Arei dan Indah ...." ucap mereka sebelum mengicak-icak makanan itu menggunakan sepatu mereka.
Gigi Arei tampak bergemeletuk saat melihat tingkah istri dan para sahabatnya. Ia sangat paham, jika kejadian itu telah disengaja dengan sebab tak menyukai sosok Indah.
"Indah, saya hargai pemberianmu. Terima kasih ya!" Dengan telaten Arei memungutinya, dan ia bawa untuk dibuang tanpa sepengetahuan Indah.
"Sekali lagi terima kasih Indah. Saya permisi!"
"Baik Pak!"
Walaupun begitu Indah tetap merasa senang. Arei begitu lembut, dan tahu cara menghargai seseorang.
***
Bel pertanda bahwa jam pelajaran telah berakhir, yang di mana semua murid akan berhambur untuk kembali masing-masing.
Menjadi hal yang biasa, tiap kali pulang. Tamara akan menunggu suaminya di depan gerbang saat melihat Arei sudah menghidupkan mobil. Hal itu terjadi setiap hari, semata-mata untuk menghindari dari penglihatan para manusia-manusia yang akan berpikir buruk nantinya. Menjaga kepribadian hubungan mereka.
Kala mobil tepat melintas di depannya, dan melaju begitu saja tanpa berhenti. Tamara cukup tercengang. "Monyet, sia-sia dong gue nungguin sampe ke-capung-an kaki gue!"
"BANGSAD, AREI GILAK, OM-OM MESUM, ARGHHHH GAK GUE KASIH JATAH MALAM INI, SETAN!!!!!"
Percayalah kata-kata itu tak akan berani ia lontarkan jika berhadapan langsung dengan suaminya. Akhirnya anak itu terus meraung-raung di jalanan.
"Ini pasti hukuman gara-gara Indah tadi. Tapi please lah, gue istrinya jir, masa harus jalan berkilo-kilo meter, nanti kalau tiba-tiba kaki gue jadi balon gimana? Kalau diculik gue bisa ngelawan, tapi ini capek, lho ... apalagi gue abis salin kulit, nanti kalau kebakar gimana?"
Ya, gerutuan dari manusia ular yang baru saja ganti kulit itu, masih berkoar-koar. Sampai dirinya berjalan beberapa meter untuk menemukan ojek, dan mulut itu masih merepet.
****
"Lho kok kamu sendiri Sayang? Arei mana?"
"Mati!"
"Subhanallah ...."
"Istighfar, Mah ....." Tiba-tiba sang ayah menyahut. Ya, melihat si bungsu pulang dalam keadaan muka tertekuk, Jihan berserta suaminya—Kevan, mengira jika sedang ada problem di rumah tangga anaknya.
"Oh ya Allah .... astaghfirullahalazdim!"
"Mama pokoknya satu Minggu Ara mau nginap di sini!" Tamara membanting tubuhnya di atas sofa, menaiki kakinya yang masih terbalut sepatu.
"Pasti masalah lagi. Kenapa hmm?" tanya Kevan.
"Papa ganteng, jodoh pilihan Papa itu nyebelin banget lho. Ara ditinggal dan harus jalan buat cari ojek. Gilak gak suami aku?" ucap Tamara dengan nada menyerepetnya.
"Pasti ada masalah, dan itu bersumber dari kamu. Sementara, papa tahu biang konflik terjadi itu adanya di kamu!"
"Aaaa, Papa sebenarnya aku ini anak siapa sih? Kalian nemuin aku di jalanan ya? Ayo sebut, siapa orangtua kandungku!" Anak itu mulai mendramatis, sampai mengundang kekonyolan sang mama.
"Ya ampun Sayang, waktu itu mama dan papa menemukan kamu di gerobak sampah. Jangan-jangan kamu anak dari ....."
"Ternyata gilanya sikap anakmu, memang menurun darimu, Ma. Tak habis fikri papa, sungguh menghermankan!" Sahutan yang sebenarnya sama-sama gila ini, semakin random terdengar.
Namun, drama mereka ini mengingatkan akan kekonyolan sang abang jika ia ikut bergabung, sampai Tamara bertanya, "Abang ke mana?"
"Belum balik ngampus," jawab Kevan.
"Kakak?"
"Baru saja dia pergi, sebelum kamu sampai. Dijemput sama pacarnya Sayang. Sekarang 'kan kakakmu sudah libur, karena bentar lagi kelulusan!"
Bangs*d, jangan bilang dia pergi sama Garda!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
renjana biru
eyalahhhh,,, ternyataa sekeluarga emg gtu smuaaa😭😭 tp ngakak juga sihhh 🤣🤣
2023-05-30
0