Ketika Rasa Sabar Setipis Tissu

"AREI KOK BISA BERTAHAN SAMA ANAK MAUT ITU?"

Tamara yang tengah memakai sepatu di teras, hampir ketelak permen batang yang sedang ia ****. Lengkingan dari mulut tetangganya itu sangat mengoyak telinga.

"Emang kudu dipangkas itu moncongnya. Entog nila sialan!" geram Tamara.

"Jangan diladeni, sama gilanya kamu!" cetus Arei yang sedang menikmati kopinya di sofa depan.

Tamara hanya mampu berdehem, merilekskan emosinya. Meredam rasa kesal dengan menatap sengit sang tetangga julid yang tengah asik memberi makan anj*ng peliharaannya.

Bukan hanya ini, tetangga montok berpinggul gempal itu memang kerap mengusik Tamara, lantaran dirinya selalu dijahili dan merasa tak terima. Alhasil, wanita seksi bernama Bona itu dendam. Tamara pun selalu menjadi bulan-bulanannya saat pagi.

"LOLLY SAYANG .... LIHAT ANAK MUDA DI SANA. ASTAGA, BAHKAN KAMU LEBIH BAIK."

Batang permen yang baru saja ia patahkan seakan tak terasa sakit, padahal itu sedikit menggores tangannya. "Bangs*t gue dibandingin sama anj*ng!"

"Kita berangkat sekolah, sekarang!" ajak Arei, sebelum kata-kata kasar istrinya itu kembali ia muntahkan untuk tetangga usilnya.

"TANTE BONA SAMA LOLLY GAK ADA BEDANYA YA. SAMA-SAMA ANJ*NG!" teriak Tamara, langsung ditarik paksa oleh suaminya.

"Astaghfirullah ...."

***

"Badmood badmood badmood!"

Di perjalanan menuju sekolah, Tamara terus saja menggerutu dalam mobil. Lengan Arei sudah menjadi pelampiasan di kala rasa geramnya. Bahkan bekas cengkraman terlihat kontras di punggung tanganya.

"Gak mau tau, aku mau pindah pokoknya, ke mana pun yang penting jauh dari manusia sialan itu!"

Arei terlihat fokus mengemudi.  Jika ia layani istrinya yang sedang bersuasana buruk, mungkin dia tak akan pernah benar. "Mas ngerti perasaan aku gak si? Jawab gitu, bicara gitu, bisu kok mendadak! Arrghhhh aku mau bolos sekolah, gak mau sekolah, gak nafsu sekolah!"

"Baik kalau mau kamu kayak gitu, hamil saja dan urus bayi saya di rumah!"

"Lebih gak nafsu!"

"Ya sudah, gak ada kata bolos hari ini!"

"Isshhh, bukannya nenangin malah bikin badmood, huaaaaa pengen sama mama!"

"Ara—"

"Gak usah ngomong, kamu nyebelin!"

Nah 'kan! Memang seperti itu, tak ada yang bisa mengendalikan sikap absurd Tamara. Anak perempuan itu selalu berprilaku sesuka hatinya.

"Mau ke rumah, mama!"

"Harus sekolah, kalau tidak kamu saya buat hamil dan tak bisa sekolah lagi!"

****

"PAK AREI, TAMARA NGUNCIIN TEMAN SAYA DI GUDANG!!"

Dari dalam ruang BK, Arei tampak terburu-buru mengikuti langkah kaki, dari salah satu murid yang terlihat terpontang-panting ke sana-kemari. Mengkhawatirkan sosok temannya yang tengah di ambang maut.

Sampai di pintu gudang, Arei segera merogoh kunci serep yang ia punya. Sebab, mungkin kunci utama masih digenggam Tamara.

Ia Membuka pintu, mendorongnya, kemudian terpampanglah tubuh manusia yang terkulai lemas di dalam sana.

Tamara kamu benar-benar keterlaluan.

"Indah, kamu baik-baik saja?"

"Pak, Indah sesak napas. Dia punya riwayat asma!" ucap, dari teman gadis malang yang menjadi korban kejahatan Tamara, itu.

"Astaghfirullahalazdim. Kamu ikuti saya ke UKS ya!"

"Baik Pak!"

Di UKS.

Arei segera menolongnya dengan bantuan alat pernapasan. Dia membantu Indah mengembalikan napas normalnya dengan inhaler. Begitu telaten, hingga Indah terpaku akan kebaikan guru tampan ini.

"Sudah berapa lama penyakitmu?" tanyanya.

Indah menjawab dengan tundukkan kepalanya. "Sejak kecil, Pak. Hmm maafkan saya sudah merepotkan!"

"Tidak apa-apa, ini termasuk tugas saya sebagai guru. And, untuk masalahmu dengan Tamara tolong menghadap ke ruangan saya ya!"

"Baik Pak!"

****

Arei mengikuti langkah murid yang berstatus istrinya saat ini. Ya, Tamara tengah berjalan santai menuju toilet. Interaksi aman memang hanya di dalam sana. Namun aksi Arei tanpa sepengetahuan dirinya, semata-mata agar Tamara tak dapat menghindar.

Saat murid itu sudah membuka pintu, Arei begitu cekatan menerobos masuk terlebih dahulu. "Pak Arei!"

Cepat-cepat Arei mengunci pintu, merapatkan posisinya pada sang istri, kemudian ia menyalangkan tatapan. "Kamu sadar akan kesalahanmu, sekarang?"

Tamara terlihat menunduk, dalam hati ia menggerutu. Sial, dia selamat lagi. Kenapa dia gak mati aja si. Selalu Mas Arei yang nolong!

"Aku gak suka, dia mau kasih bekal buat kamu!" jujur Tamara, menunduk.

"Saya bisa menolak jika kamu tidak suka, tapi apa pantas kamu menguncinya di dalam gudang? Ara, kamu tahu dia punya penyakit asma? Tolong jangan kekanakan, kamu selalu mementingkan kepuasan hati!" bentaknya.

Entah api emosi dari mana, saat itu amarah Arei benar-benar berkobar atas tindak kejahatan istrinya. Sampai-sampai kata tegas terlontar begitu lantang, "Saya benci prilaku kamu Ara, kamu keterlaluan!!"

Percayalah, Tamara tak sekuat dan tak seberani saat bertarung dengan musuh-musuh lelakinya. Jika berhadapan dengan Arei, ia sangat lemah. Bahkan untuk menatap saja ia enggan.

"Ara minta maaf ....." Tanpa terasa buliran bening milik perempuan itu meluruh, seiring kesesakan dadanya.

****

Kini, Arei tampak melamun di dalam ruangan. Jam mengajar dia telah habis, tinggal dirinya mengurus beberapa siswa yang bermasalah hari ini.

Menghandle dua profesi sekaligus bukan hal mudah. Dia menjadi pengurus bimbingan konseling, dan harus memberi materi setiap hari. Mengetahui sang istri yang begitu nakal, Arei mencemaskan jika bukan dirinya yang menangani Tamara, anak itu akan semakin brutal dan tak tahu aturan.

"Sepertinya aku terlalu kasar tadi," gumamnya.

Mungkin beberapa hari ini ia harus menerima keadaan, karena setelah ini ia pasti akan didiami oleh istrinya.

Sementara di basecamp pribadi, Tamara sedang menghisap tiga batang rokok yang terhampit di sela-sela jarinya.

"Ra lo habis ketemplokan setan di mana?"

Ya itu sahutan dari Vio, sahabat Tamara. Jika berpikir anak brandal sepertinya tak mampu memiliki teman, maka itu salah. Justru, masih banyak anak-anak yang ingin menjadi sahabat dia. Katanya, mereka ingin menjadi lord seperti Tamara yang pemberani.

"Gilak, tiga batang woy. Gue sebagai cowok ceool aja setengah batang gumoh!" sela Gona. Dia lelaki, tapi masih diragukan. Suka jepitan, dan terkadang memakai bandana. Ragu 'kan?

"Mungil-mungil, ngisepnya kuat!" sahut Pian teman lelakinya juga.

"Ada masalah apalagi Ra?" tanya Dorri. Kenapa dipanggil Dorri? Kata orang dia adalah spesies Dora yang tersisihkan. Bahkan, poni dia tak beda sedikit pun. Akan tetapi gaya rambutnya itu yang membuat dia tampak imut. Kata dia.

Memang, makhluk-makhluk yang berteman dengan Tamara ini aneh-aneh.  Namun sampai saat ini persahabatan mereka begitu terjalin rapi, dan sangat kuat.

"Kalau ada masalah ngomong Ra, jangan tiba-tiba lu ngelebok sampe tiga batang kayak gitu. Kalau kena paru-paru gimana? Pokoknya gue maju paling depan deh, ngadepin musuh-musuh lo!" Walaupun begitu, Gona selalu menjadi yang terdepan, bahkan di antara yang lain Gona lah yang paling disayangi oleh Tamara.

"Kencing masih dipegangin, sok-sok'an!" sahut Pian, meremeh.

"Cebok masih pake tangan, jangan belagu!!"

"Wisssh, keren-keren. Gona udah berubah. Pasti jepit rambutnya makin nambah, haha!" ledek Via terkikik.

Membiarkan para temannya bercengkrama masing-masing, Tamara tak tergoyahkan oleh lamunannya. Mengingat bagaimana sang suami membentak, seakan menciptakan kebencian yang semakin dalam terhadap gadis itu.

"Cara buang mayat Indah tanpa sepengetahuan suami gue gimana ya?"

"HAH!"

"Dark ...."

Terpopuler

Comments

renjana biru

renjana biru

satu geng species langka semua tuh thorr,, keknya dijual bakalan laku milyaran🤣🤣

2023-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!