Story Of Euis

Story Of Euis

Perempuan Tidak Usah Sekolah Tinggi

Euis sedang memandang langit biru yang menemani perjalannya menuju sekolah, Saat itu Ia masih kelas enam SD.

Langit biru dengan angin yang terasa hangat seolah menyapa Euis yang sedang berada di jok belakang sepeda motor yang dikendarai oleh Bapak.

Anak rambutnya seolah sedang menari-nari karena di tiup oleh hembusan angin pagi ini.

Hari ini Euis beruntung karena Bapak ingin membeli pakan ternak ke kota, sehingga Euis bisa ikut sampai depan sekolahnya.

Jika tidak bareng Bapak, Ia harus mengayuh sepeda nya berkilo-kilometer agar bisa bersekolah.

Belum mulai pelajaran bajunya sudah keburu basah karena keringat akibat mengayuh sepedahnya.

Tapi hari ini Ia tidak perlu merasakan seragamnya basah seperti hari-hari biasanya.

Sesampainya di sekolah Euis langsung mencium tangan Bapak.

" Nanti siang Bapak jemput ya, Kamu tunggu saja "

" Iya Pak, hati-hati bawa motornya Pak " Ujar Euis sambil melambaikan tangan ke arah Bapak yang sudah pergi menjauh.

Di kelas, hampir semua temannya sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah.

Beberapa temannya yang sadar dengan kedatangan Euis terlihat sumringah.

Baru saja duduk, Dedeh teman sebangkunya sudah mau mencontek pekerjaan rumahnya.

" Lihat jawaban PR matematik kamu dong " Dedeh tersenyum lebar.

Euis memang salah satu murid terpintar di sekolah ini, Ia selalu berada di peringkat satu setiap tahunya.

Bahkan Ia menyumbangkan beberapa piala untuk sekolahnya.

Tidak seperti kebanyakan murid pintar lainnya Euis tidak pernah pelit dengan ilmu yang Ia punya.

Jika ada temannya yang minta untuk diajarkan dengan senang hati ia akan mengajarinya.

Kalaupun temannya itu hanya mau mencontek saja tanpa minta diajarkan, Euis juga akan memberikan jawaban pertanyaan itu dengan sukarela.

Tidak heran Euis menjadi terkenal di kelas, bahkan satu sekolah mengenal siapa itu Euis.

Temannya Ali pernah bertanya, mengapa Euis tidak pernah pelit memberikan kunci jawaban kepada teman-temannya.

Dan dengan santainya Euis menjawab " Ya saya mah kalau ada ya minta diajarkan Saya senang-senang aja karena berarti dia mau belajar, tapi kalaupun teman-teman hanya mau nyontek ya saya kasih saja, kan nggak ada ruginya juga buat saya"

" Nanti kalau temen kamu jadi ranking 1 gimana? "

" Ya nggak mungkin, kalau dia bisa jadi rangking 1 Dia nggak akan nyontek sama saya" Euis tersenyum memamerkan gigi kelincinya.

Itu yang membuat teman-temannya salut kepada Euis.

Sedari kecil Euis sangat suka belajar, menurutnya belajar itu sangat seru dan menyenangkan.

Jika ada yang Ia tidak mengerti, Euis akan bertanya kepada gurunya sampai akhirnya mengerti.

Semangat belajarnya begitu tinggi, Euis tidak pernah sekalipun absen masuk sekolah.

Mau panas atau hujan sekalipun Ia pasti akan datang untuk bersekolah.

Semuanya berjalan baik-baik saja sampai akhirnya ketika Euis lulus dari sekolah dasar dan ingin melanjutkan ke SMP, orang tuanya melarangnya.

" Kenapa Euis nggak boleh sekolah? temen-temen Euis semuanya lanjut sekolah ke SMP " Ucap Euis sambil menangis.

Bapak yang sedang memberikan makan kepada ayam ternaknya menanggapi pertanyaan Euis dengan enteng.

" Ya kan nggak harus sama terus sama orang lain Euis "

" Kalau gitu terus kenapa A Asep bisa sekolah sampai sekarang sudah SMA? "

Bapak meletakan pakan dsn mencuci tangannya.

Euis mengikuti Bapak sampai masuk kedalam rumah, Ia ingin tau apa alasan Bapak tidak mau menyekolahkannya.

Padahal Bapak memiliki peternakan ayam yang cukup besar di desanya, tidak mungkin Bapak tidak sanggup menyekolahkan tiga anak.

Dengan masih menahan tangisnya Euis mengikuti langkah Bapak.

Bapak akhirnya duduk di meja makan dan di sana ada Ibu yang sedang memetik daun singkong untuk makan malam mereka.

" Kenapa sih Pak? Euis sampe kesel begitu ? " Ibu mengelap sisa air mata di pipi Euis.

" Dia ingin melanjutkan sekolahnya ke SMP " Ucap Bapak sambil menyeruput kopinya.

Ibu menarik nafas panjang " Ya sudah Pak, anaknya mau sekolah kok nggak di ijinkan "

" Sudahlah perempuan kalo sekolah nggak usah tinggi-tinggi banget buat apa? "

" Kenapa memang Pak? " Tanya Euis heran.

" Karena nanti juga kamu ujung-ujungnya akan ada di dapur juga, seperti Ibumu. Beda dengan laki-laki yang harus sekolah tinggi agar bisa mapan dan menghidupi istri dan anaknya "

Nada bicara Bapak sangat tegas saat mengucapkan hal itu, seolah tidak ada yang tersakiti jika perempuan mendengar ucapannya.

" Yang penting kamu bisa membaca, menulis dan berhitung itu sudah cukup untuk kamu "

Ini adalah patah hati pertama yang Euis rasakan selama Ia hidup, dan ironisnya itu karena perkataan Bapaknya sendiri.

Bapak yang sangat Euis kagumi, yang sangat bertanggung jawab dan sayang terhadap keluarganya.

Ternyata tanpa Euis tau, Bapak memiliki pemikiran yang sangat kolot dan tidak masuk akal.

Euis yang saat itu baru genap berusia dua belas tahun sudah merasa tidak memiliki masa depan karena tidak di perbolehkan melanjutkan sekolah.

Selama ini Euis sudah merasa memberikan yang terbaik di nilai sekolahnya dengan menjadi murid dengan nilai tertinggi.

Dan ternyata sesuatu yang membanggakan itu tidak membuat Bapak menjadi bangga.

Ibu yang melihat Euis mematung dan menahan air matanya merasa sangat sedih.

Euis masih terlalu kecil untuk mengetahui realita itu.

Bagaimana terkadang perempuan di pandang tidak punya peran penting dalam kehidupan.

Di peluknya anak perempuannya itu dan tangisan Euis pun pecah.

Ucapan Bapak tidak hanya menghancurkan hati Euis namun juga mimpi-mimpinya.

Sejak kecil Ia bermimpi untuk menjadi seorang dokter.

Di mata Euis dokter adalah pekerjaan yang sangat mulia, karena bisa menyelamatkan orang lain.

Ia selalu bermimpi bisa menjadi seorang dokter di kota besar, menggunakan jas berwarna putih dan ketika Ia berjalan semua orang menyapanya.

Euis memang terlalu banyak menonton sinetron, Ia tidak tau jika tidak semua perempuan bisa menjadi dokter.

Tepatnya tidak semua perempuan bisa mengejar cita-citanya atau bahkan bisa bersekolah tinggi.

Dan sayangnya Euis adalah salah satu orang yang tidak beruntung untuk mengejar cita citanya.

Semenjak kejadian itu Euis marah kepada Bapak dan nggak mau berada di dekat Bapak.

Jika ada Bapak di dapur Euis akan buru-buru pergi, Bapak bukannya tidak tau jika Euis marah.

Tapi Bapak sudah dengan pendiriannya, Ia tidak akan menyekolahkan anak perempuannya itu.

Euis menatap lembar formulir di atas mejanya.

Formulir itu adalah formulir pendaftaran SMP yang seharusnya diisi oleh Bapak.

Namun kertas itu masih bersih tanpa ada coretan sedikitpun.

Ibu mencoba menghibur Euis dengan memasak makanan kesukaan Euis.

Tapi baru kali ini Euis tidak senang menyantap sepiring nasi putih dengan semangkuk sayur asam dan beberapa keping ikan teri.

Padahal itu adalah makanan kesukaannya, Euis bahkan bisa sampai nambah nasi berkali-kali jika makan dengan lauk itu.

Terpopuler

Comments

Lina Zascia Amandia

Lina Zascia Amandia

Euis ke antosan heula, euleuh, euleuh, saha eta..... wkwkwwk... jadi ingat lagu Euis yang berasal dr Jawa Barat.

2023-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!