NovelToon NovelToon

Story Of Euis

Perempuan Tidak Usah Sekolah Tinggi

Euis sedang memandang langit biru yang menemani perjalannya menuju sekolah, Saat itu Ia masih kelas enam SD.

Langit biru dengan angin yang terasa hangat seolah menyapa Euis yang sedang berada di jok belakang sepeda motor yang dikendarai oleh Bapak.

Anak rambutnya seolah sedang menari-nari karena di tiup oleh hembusan angin pagi ini.

Hari ini Euis beruntung karena Bapak ingin membeli pakan ternak ke kota, sehingga Euis bisa ikut sampai depan sekolahnya.

Jika tidak bareng Bapak, Ia harus mengayuh sepeda nya berkilo-kilometer agar bisa bersekolah.

Belum mulai pelajaran bajunya sudah keburu basah karena keringat akibat mengayuh sepedahnya.

Tapi hari ini Ia tidak perlu merasakan seragamnya basah seperti hari-hari biasanya.

Sesampainya di sekolah Euis langsung mencium tangan Bapak.

" Nanti siang Bapak jemput ya, Kamu tunggu saja "

" Iya Pak, hati-hati bawa motornya Pak " Ujar Euis sambil melambaikan tangan ke arah Bapak yang sudah pergi menjauh.

Di kelas, hampir semua temannya sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah.

Beberapa temannya yang sadar dengan kedatangan Euis terlihat sumringah.

Baru saja duduk, Dedeh teman sebangkunya sudah mau mencontek pekerjaan rumahnya.

" Lihat jawaban PR matematik kamu dong " Dedeh tersenyum lebar.

Euis memang salah satu murid terpintar di sekolah ini, Ia selalu berada di peringkat satu setiap tahunya.

Bahkan Ia menyumbangkan beberapa piala untuk sekolahnya.

Tidak seperti kebanyakan murid pintar lainnya Euis tidak pernah pelit dengan ilmu yang Ia punya.

Jika ada temannya yang minta untuk diajarkan dengan senang hati ia akan mengajarinya.

Kalaupun temannya itu hanya mau mencontek saja tanpa minta diajarkan, Euis juga akan memberikan jawaban pertanyaan itu dengan sukarela.

Tidak heran Euis menjadi terkenal di kelas, bahkan satu sekolah mengenal siapa itu Euis.

Temannya Ali pernah bertanya, mengapa Euis tidak pernah pelit memberikan kunci jawaban kepada teman-temannya.

Dan dengan santainya Euis menjawab " Ya saya mah kalau ada ya minta diajarkan Saya senang-senang aja karena berarti dia mau belajar, tapi kalaupun teman-teman hanya mau nyontek ya saya kasih saja, kan nggak ada ruginya juga buat saya"

" Nanti kalau temen kamu jadi ranking 1 gimana? "

" Ya nggak mungkin, kalau dia bisa jadi rangking 1 Dia nggak akan nyontek sama saya" Euis tersenyum memamerkan gigi kelincinya.

Itu yang membuat teman-temannya salut kepada Euis.

Sedari kecil Euis sangat suka belajar, menurutnya belajar itu sangat seru dan menyenangkan.

Jika ada yang Ia tidak mengerti, Euis akan bertanya kepada gurunya sampai akhirnya mengerti.

Semangat belajarnya begitu tinggi, Euis tidak pernah sekalipun absen masuk sekolah.

Mau panas atau hujan sekalipun Ia pasti akan datang untuk bersekolah.

Semuanya berjalan baik-baik saja sampai akhirnya ketika Euis lulus dari sekolah dasar dan ingin melanjutkan ke SMP, orang tuanya melarangnya.

" Kenapa Euis nggak boleh sekolah? temen-temen Euis semuanya lanjut sekolah ke SMP " Ucap Euis sambil menangis.

Bapak yang sedang memberikan makan kepada ayam ternaknya menanggapi pertanyaan Euis dengan enteng.

" Ya kan nggak harus sama terus sama orang lain Euis "

" Kalau gitu terus kenapa A Asep bisa sekolah sampai sekarang sudah SMA? "

Bapak meletakan pakan dsn mencuci tangannya.

Euis mengikuti Bapak sampai masuk kedalam rumah, Ia ingin tau apa alasan Bapak tidak mau menyekolahkannya.

Padahal Bapak memiliki peternakan ayam yang cukup besar di desanya, tidak mungkin Bapak tidak sanggup menyekolahkan tiga anak.

Dengan masih menahan tangisnya Euis mengikuti langkah Bapak.

Bapak akhirnya duduk di meja makan dan di sana ada Ibu yang sedang memetik daun singkong untuk makan malam mereka.

" Kenapa sih Pak? Euis sampe kesel begitu ? " Ibu mengelap sisa air mata di pipi Euis.

" Dia ingin melanjutkan sekolahnya ke SMP " Ucap Bapak sambil menyeruput kopinya.

Ibu menarik nafas panjang " Ya sudah Pak, anaknya mau sekolah kok nggak di ijinkan "

" Sudahlah perempuan kalo sekolah nggak usah tinggi-tinggi banget buat apa? "

" Kenapa memang Pak? " Tanya Euis heran.

" Karena nanti juga kamu ujung-ujungnya akan ada di dapur juga, seperti Ibumu. Beda dengan laki-laki yang harus sekolah tinggi agar bisa mapan dan menghidupi istri dan anaknya "

Nada bicara Bapak sangat tegas saat mengucapkan hal itu, seolah tidak ada yang tersakiti jika perempuan mendengar ucapannya.

" Yang penting kamu bisa membaca, menulis dan berhitung itu sudah cukup untuk kamu "

Ini adalah patah hati pertama yang Euis rasakan selama Ia hidup, dan ironisnya itu karena perkataan Bapaknya sendiri.

Bapak yang sangat Euis kagumi, yang sangat bertanggung jawab dan sayang terhadap keluarganya.

Ternyata tanpa Euis tau, Bapak memiliki pemikiran yang sangat kolot dan tidak masuk akal.

Euis yang saat itu baru genap berusia dua belas tahun sudah merasa tidak memiliki masa depan karena tidak di perbolehkan melanjutkan sekolah.

Selama ini Euis sudah merasa memberikan yang terbaik di nilai sekolahnya dengan menjadi murid dengan nilai tertinggi.

Dan ternyata sesuatu yang membanggakan itu tidak membuat Bapak menjadi bangga.

Ibu yang melihat Euis mematung dan menahan air matanya merasa sangat sedih.

Euis masih terlalu kecil untuk mengetahui realita itu.

Bagaimana terkadang perempuan di pandang tidak punya peran penting dalam kehidupan.

Di peluknya anak perempuannya itu dan tangisan Euis pun pecah.

Ucapan Bapak tidak hanya menghancurkan hati Euis namun juga mimpi-mimpinya.

Sejak kecil Ia bermimpi untuk menjadi seorang dokter.

Di mata Euis dokter adalah pekerjaan yang sangat mulia, karena bisa menyelamatkan orang lain.

Ia selalu bermimpi bisa menjadi seorang dokter di kota besar, menggunakan jas berwarna putih dan ketika Ia berjalan semua orang menyapanya.

Euis memang terlalu banyak menonton sinetron, Ia tidak tau jika tidak semua perempuan bisa menjadi dokter.

Tepatnya tidak semua perempuan bisa mengejar cita-citanya atau bahkan bisa bersekolah tinggi.

Dan sayangnya Euis adalah salah satu orang yang tidak beruntung untuk mengejar cita citanya.

Semenjak kejadian itu Euis marah kepada Bapak dan nggak mau berada di dekat Bapak.

Jika ada Bapak di dapur Euis akan buru-buru pergi, Bapak bukannya tidak tau jika Euis marah.

Tapi Bapak sudah dengan pendiriannya, Ia tidak akan menyekolahkan anak perempuannya itu.

Euis menatap lembar formulir di atas mejanya.

Formulir itu adalah formulir pendaftaran SMP yang seharusnya diisi oleh Bapak.

Namun kertas itu masih bersih tanpa ada coretan sedikitpun.

Ibu mencoba menghibur Euis dengan memasak makanan kesukaan Euis.

Tapi baru kali ini Euis tidak senang menyantap sepiring nasi putih dengan semangkuk sayur asam dan beberapa keping ikan teri.

Padahal itu adalah makanan kesukaannya, Euis bahkan bisa sampai nambah nasi berkali-kali jika makan dengan lauk itu.

Taktik Ibu

Euis sedang duduk di dapur memandangi Ibu yang sedang memasak.

Apa iya perempuan yang di lahir kan di dunia ini hanya untuk berakhir di dapur tanpa punya fungsi apapun?

Padahal sedari kecil Ibu-lah yang banyak mengajarkan Euis ketimbang Bapak.

Euis masih Ingat, Ibulah yang mengajarkan Euis baca waktu Euis berumur lima tahun.

Setiap hari Ibu tanpa lelah mengajari Euis sampai akhirnya Euis bisa membaca dengan baik.

Sedangkan Bapak, sampai detik ini Euis tidak pernah di ajarkan apapun oleh Bapaknya.

Semua kecerdasan dsn pengetahuan yang Ia miliki bersumber dari Ibu dan guru-gurunya.

Tapi mengapa Ibu tidak marah ketika Bapak bilang peran perempuan hanya ada di dapur? Padahal Ibu sudah melakukan banyak hal untuk keluarga ini.

Tanpa peran Ibu pasti usaha ternak ayam Bapak tidak akan sebesar ini.

Ibulah yang menyarankan Bapak bagaikan cara mendistribusikan hasil ternak kami.

Ibu yang mengantarkan Bapak pergi ke beberapa pasar tersekat dan menawarkan hasil ternaknya.

Tidak sampai satu tahun usaha Bapak yang tadinya hanya sekala kecil saja, kini sudah menjadi lebih besar dan mulai banyak pelanggan.

Bapak bahkan sudah memiliki beberapa mobil bak terbuka yang membantu untuk membawa pesanan ayam kepada para pedagang.

Namun tetap saja walaupun banyak peran Ibu di sana, tapi Bapak-lah yang mendapatkan banyak sanjungan karena usahanya yang semakin maju.

" Ibu..apa Ibu setuju dengan ucapan Bapak kalo perempuan nggak usah bersekolah tinggi-tinggi "

Euis bertanya pada Ibu yang sedang membuat sambal goreng ati.

" Euis masih kesel sama Bapak ya karena nggak di izinkan melanjutkan sekolah? "

Ibu memandang lembut kepada Euis yang terlihat sedang kesal.

" Iya Bu, Euis suka sekali sekolah, nilai Euis paling tinggi si banding temen-temen yang lain " Ujar Euis terlihat bersemangat.

" Memang Euis sudah punya cita-cita? " Tanya Ibu masih dengan suara yang lembut.

" Ada Bu, Euis ingin menjadi dokter yang bisa menolong banyak orang "

" Pinter anak Ibu punya cita-cita yang sangat mulia, Ibu bangga sekali dengan Euis "

" Tapi percuma saja Bu, Euis nggak akan bisa jadi dokter " Sambil berjongkok Euis memandang lantai yang masih berbentuk semen.

" Memang kalau Euis diperbolehkan sama Bapak untuk bersekolah tinggi, Euis bisa mengejar cita-cita Euis? "

" Bisa, Euis pasti bisa menjadi dokter " Mata Euis memancarkan sebuah tekad.

Ibu tersenyum melihat anak perempuannya itu. Ia bahkan baru berumur tiga belas tahun, darimana Ia mendapatkan kedewasaan itu?

" Ya sudah kalo begitu Ibu doain Euis semoga Euis bisa bersekolah tinggi, semoga Bapak di lembutkan hatinya dan memperbolehkan Euis untuk melanjutkan sekolah "

" Tapi kayanya Bapak nggak akan mengizinkan Euis Bu " Euis masih pesimis walaupun Ibu sudah menyemangatinya.

" Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini, kalo kita manusia nggak bisa menggerakan hati sesama manusia, berarti kita harus minta bantuan sama Allah "

Euis memandangi wajah Ibunya yang sedang menatap dirinya.

" Mulai sekarang Euis harus rajin shalat, ngaji dan berdoa. Ibu yakin sekali jika Bapak akan mengizinkan Euis sekolah "

Berbekal dari ucapan Ibu, Euis semakin rajin dalam beribadah.

Euis percaya dengan semua ucapan Ibunya.

Di lain tempat, Ibu sedang bertamu ke rumah Bapak Kepala Sekolahnya Euis.

Ibu di suguhkan teh manis hangat dan beberapa kue.

" Diminum dulu tehnya Is, sebentar lagi Mas Yunus juga pulang " Ujar istri dari Pak Yunus Kepala Sekolah Euis.

" Iya Nur makasih banyak, aku jadi nggak enak datang menggangu "

" Ah enggak menganggu, kita kan kawan lama is, kamu apa kabar? "

Bu Nur adalah teman SMP Iis Ibunya Euis, mereka dulu sering bermain bersama namun semenjak Iis menikah mereka sudah jarang bertemu.

Belum sempat Iis menjawab pertanyaan Nur, Pak Yunus sudah datang.

" Assalamualaikum " Pak Yunus datang dengan membawa tas jinjing di tangan kanannya.

Ia tidak menduga kedatangan Ibunya Euis kerumahnya.

" Waalaikumsalam " Jawab Iis dan Nur berbarengan.

" Eh lagi ada tamu " Pak Yunus langsung menyalami Iis kemudian duduk di sebelah istrinya.

" Ini Pak, Iis ada yang mau dibicarakan sama Bapak tentang anaknya Euis yang sekolah di sekolah Bapak "

" Oh iya bapak tahu Euis, pinter Anaknya itu mah ada apa dengan Euis? "

" Saya mau minta tolong Pak Yunus, Euis mau melanjutkan sekolahnya tapi suami saya tidak setuju dengan kemauan Euis "

Pak Yunus terlihat mengerutkan dahi "Kenapa nggak setuju?"

" Suami saya masih punya pandangan kolot tentang pendidikan, menurutnya perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena nanti juga ujung-ujungnya akan di dapur "

" Sayang sekali punya pemikiran seperti itu, padahal Euis sangat menonjol di bidang Akademis "

" Oleh karena itu saya ingin minta tolong sekali sama Bapak untuk bantu berbicara dengan suami saya. Karena kalau saya tidak salah sekarang program pemerintah adalah wajib belajar 12 tahun "

" Betul semua anak diwajibkan untuk sekolah selama 12 tahun yaitu sampai lulus SMA "

" Nah Saya mau minta tolong Bapak untuk berbicara dengan suami saya agar ia bisa mengizinkan Euis untuk sekolah setidaknya sampai SMA "

" Baik besok sore Saya akan datang ke rumah ibu dengan membawa form pendaftaran SMP, karena pasti Euis belum mengisi form tersebut"

Iis merasa lega karena Pak Yunus bersedia untuk berbicara dengan suaminya.

" Terima kasih banyak ya pak, Maaf sekali Jika saya harus merepotkan bapak untuk masalah keluarga saya "

" Tidak usah sungkan ibu Saya senang jika Euis bisa bersekolah tinggi karena ia memiliki tingkat intelegensi di atas rata-rata anak seusianya "

" Ih papa dari tadi manggilnya Ibu terus, Iis kan teman sekolah saya dulu sudah lupa ya? "

Pak Yunus membetulkan posisi kacamatanya dan melihat ke arah Iis lebih dekat.

Iya baru ingat bahwa Iis adalah teman sekolah istrinya dan bahkan saat mereka menikah Iis menjadi salah seorang pagar ayu di acara pernikahan mereka.

" Ya Allah saya lupa " Pak Yunus menepuk jidatnya dan tertawa.

Iis sangat senang dengan pertemuan hari ini, di samping mereka seperti reuni, juga permasalahan dengan suaminya bisa diselesaikan dengan bantuan Pak Yunus.

Keesokan harinya, saat bapaknya Euis sedang mengontrol ternak mereka, Ia dipanggil oleh salah satu pegawainya karena ada tamu yang ingin bertemu dengannya

Bapak langsung bergegas menuju ke rumah dan di dalam rumah sudah ada Bapak Kepala Sekolahnya Euis.

Bapak langsung menyapa bapak kepala sekolah yang sedang mengobrol dengan istrinya.

Sesuai dengan permintaan Iis, Pak Yunus datang dengan membawa form pendaftaran SMP.

Pak Yunus menerangkan bahwa ada program pemerintah wajib belajar 12 tahun yang harus diikuti oleh semua kalangan masyarakat.

Mendengar itu semua membuat Bapak tidak mempunyai pilihan selain mengizinkan untuk melanjutkan sekolahnya sampai dengan SMA.

Euis yang mendengar percakapan Bapak dengan Bapak kepala sekolah dari dalam kamar, merasa senang karena akhirnya Bapak mengizinkan Euis untuk melanjutkan sekolahnya.

Awal Cita Cita

Selama hampir enam tahun ini, Euis merasa tenang karena Bapak sudah tidak pernah lagi melarang Euis bersekolah.

Dari SMP Euis sudah memilih sekolah negeri terbaik di kotanya, walaupun jaraknya sangat jauh dari rumah Euis.

Tujuan Euis memilih sekolah Negeri terbaik agar nantinya Ia bisa ikut beasiswa untuk masuk ke universitas negeri.

Euis sadar benar jika Bapak tidak mungkin mengizinkannya kuliah apalagi membiayai kuliahnya.

Namun mimpi Euis terlalu besar untuk menjadi dokter onkologi terbaik di Indonesia dan Ia tidak mau mengubur mimpinya.

" Kamu kenapa ngotot banget mau jadi dokter ong..ong apa tuh? " Tanya Galuh teman sebangkunya.

" Onkologi Luh "

" Iya itu, kenapa mau jadi dokter onkologi? Sampe sampe kamu mau ngelawan Bapak kamu sendiri "

Dulu mimpi Euis hanya menjadi dokter saja, belum mengerti jika banyak dokter spesialis di dunia ini.

Sampai suatu hari teman sewaktu kecilnya harus meningal dunia karena penyakit kanker kelenjar getah bening.

Telatnya penanganan mengakibatkan kita harus kehilangan nyawanya.

Pada saat diagnosa awal kedua orang tua Ita lebih memilih untuk pergi ke orang pintar dari pada ke berobat ke dokter.

Euis menyaksikan sendiri bagaimana Ita yang sehat dan ceria berubah menjadi lebih kurus. Rambutnya yang hitam rontok sedikit demi sedikit.

Tidak ada lagi senyum di wajah Ita, Ia sudah merasa tidak memiliki harapan untuk hidupnya dan akhirnya Ita menghembuskan nafas di umur yang belum menginjak lima belas tahun.

Walaupun kedua orang tua Ita sudah mengetahui alasan kematian anaknya, tapi tidak sedikit orang yang menghubungkan kematian Ita dengan hal-hal mistis.

Begitulah tetangga-tetangga Euis di kampung, mereka masih mempercayai hal mistis dan masih percaya dengan orang pintar.

Bahkan praktik orang pintar di daerah Euis masih menjamur, walaupun banyak yang tidak terbukti tapi masih saja banyak orang yang mempercayainya.

" Jadi karena temen kecil kamu meninggal karena kanker, jadi kamu mau menjadi dokter onkologi? "

" Benar, aku mau masyarakat bisa lebih percaya dengan dokter dari pada orang pintar, apalagi pengobatan untuk pasien kanker harus segera dilakukan agar tidak menyebar kemana-mana "

Galuh terlihat mengangguk mendengar penjelasan Euis, Galuh tau benar jika temannya itu orang yang pintar dan suatu saat pasti bisa menjadi seorang dokter terkenal.

" Tapi, gimana dengan Bapakmu? Apa beliau akan mengizinkan kamu untuk melanjutkan kuliah "

Itulah yang menjadi kendala Euis selama ini, walaupun Euis sudah menyusun strategi dari SMP namun tetap saja kekhawatiran itu ada.

Ayah sudah mencari tahu bagaimana mendapatkan beasiswa kedokteran di Universitas Indonesia, selama ini Iya sudah sangat berusaha untuk menjaga nilainya agar tetap bagus.

Euis juga aktif dalam kegiatan di sekolahnya agar menjadi poin Plus pada saat mengajukan beasiswa.

Euis sudah konsultasi dengan guru bimbingan konselingnya untuk mengajukan beasiswa fakultas kedokteran di Universitas Indonesia.

Pak Rahman yang merupakan Guru bimbingan konselingnya bahkan sangat yakin jika Euis akan mendapatkan beasiswa itu.

Nilai Euis bahkan nyari sempurna di semua mata pelajaran, hal itu yang membuat Pak Rahman sangat yakin akan kesempatan Euis mendapatkan beasiswa.

Euis juga harus bersiap-siap untuk hidup mandiri selama berkuliah, karena Euis tau Bapak tidak akan membiayai kuliahnya dan Ia harus menghidupi dirinya sendiri.

Dari SMP Euis sudah mulai menabung, uang yang ia peroleh dari ibu dan bapak tidak pernah Euis gunakan sama sekali.

Bapak sebetulnya bukan orang yang pelit, bahkan Euis mendapatkan uang saku yang lebih besar daripada teman-temannya yang lain.

Jika Euis meminta sesuatu Bapak juga selalu memberikannya, tapi tidak dengan pendidikan.

Usaha ternak bapak yang semakin maju juga membuat Bapak semakin Royal kepada keluarganya.

Bapak bahkan membelikan Euis sepeda motor untuk dipakai berangkat ke sekolah, yang jaraknya memang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.

Tapi jika berurusan dengan pendidikan Bapak tidak pernah Royal itu.

Piala-piala yang Euis dapatkan selama mengikuti perlombaan cerdas cermat di sekolahnya tidak pernah membuat Bapak bangga.

Euis bahkan sengaja meminta Ibu untuk memajang piala-piala yang ia dapatkan di ruang tamu dengan lemari tersendiri.

Entah sudah beberapa piala yang Euis bawa pulang, tapi Bapak tidak pernah memujinya sama sekali.

Pernah suatu hari Euis pulang dengan membawa piala yang sangat besar, Piala itu is dapatkan ketika memenangkan lomba cerdas cermat se-kota Bogor

Tidak tanggung-tanggung Euis mendapatkan juara pertama.

Dengan riang ia membawa pialanya masuk ke dalam rumah.

" Ibu..Bapak..Aa Asep lihat piala Euis gede pisan " Teriak Euis dengan riang sambil memasuki rumahnya.

Ibu yang mendengar Euis berteriak dari luar mendekati anaknya yang terlihat membawa piala yang sangat besar.

" Ya Allah piala apa ini Euis besar sekali? " Ibu sampai terkagum-kagum melihat piala Euis yang sangat besar itu.

" Euis menang juara 1 Bu lomba cerdas cermat se-kota Bogor, selain piala Euis juga mendapatkan uang tunai 5 juta rupiah "

Ibu dapat melihat putrinya yang sangat gembira dengan pencapaiannya, Ia juga sangat banga melihat prestasi anaknya itu.

Untuk anak seusianya, mendapatkan uang Rp5.000.000 bukanlah sesuatu yang sedikit.

Namun anehnya Ibu tidak pernah melihat Euis menggunakan uangnya sama sekali.

Udah berkali-kali Euis mendapatkan hadiah karena menang dari beberapa lomba yang ia ikuti, tapi Ibu tidak pernah melihat Euis menggunakannya untuk membeli sesuatu.

" Euis hebat kan Bu? "

" Iya anak Ibu hebat pisan " Ucap Ibu sambil menepuk-nepuk pundak Euis.

Aa Asep yang sedari tadi ada di dapur tidak ikut heboh lihat kedatangan Euis, Ia bahkan tidak mengucapkan selamat kepada Euis.

Selain bapak, Aa Asep juga tidak pernah senang dengan semua pencapaian Euis, padahal dulu Aa Asep selalu bangga dengan prestasi Euis di sekolah.

Tapi semua itu berubah ketika Euis masuk SMP, ia menjadi semakin jauh dengan Aa Asep tapi Euis tidak tahu apa penyebabnya.

Mereka sudah tidak pernah bermain bersama, Bahkan di rumah pun mereka tidak banyak bicara.

Wajah Aa Asep selalu marah jika melihat Euis padahal Euis tidak melakukan kesalahan apapun.

Seperti hari ini alih-alih mengucapkan selamat kepada Euis, Asep terlihat sibuk dengan ponselnya.

Memang untuk urusan akademis, hanya Ibu yang selalu mendukung Euis.

Ibu selalu berusaha untuk memenuhi semua permintaan Euis jika menyangkut pendidikan.

Seperti pada waktu Euis ingin melanjutkan SMP, di kemudian hari Euis baru tahu jika i

Ibunya lah yang menghadap ke kepala sekolah untuk meminta bantuannya membujuk Bapak.

Dan karena usaha ibu hingga saat ini Ris masih bisa bersekolah dan terus menggapai mimpi-mimpinya.

Euis selalu berharap jika suatu saat nanti semua keluarganya akan bangga dengan prestasi yang ia gapai.

Walaupun sulit untuk menuju ke sana, tapi Euis tidak akan menyerah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!