Selama hampir enam tahun ini, Euis merasa tenang karena Bapak sudah tidak pernah lagi melarang Euis bersekolah.
Dari SMP Euis sudah memilih sekolah negeri terbaik di kotanya, walaupun jaraknya sangat jauh dari rumah Euis.
Tujuan Euis memilih sekolah Negeri terbaik agar nantinya Ia bisa ikut beasiswa untuk masuk ke universitas negeri.
Euis sadar benar jika Bapak tidak mungkin mengizinkannya kuliah apalagi membiayai kuliahnya.
Namun mimpi Euis terlalu besar untuk menjadi dokter onkologi terbaik di Indonesia dan Ia tidak mau mengubur mimpinya.
" Kamu kenapa ngotot banget mau jadi dokter ong..ong apa tuh? " Tanya Galuh teman sebangkunya.
" Onkologi Luh "
" Iya itu, kenapa mau jadi dokter onkologi? Sampe sampe kamu mau ngelawan Bapak kamu sendiri "
Dulu mimpi Euis hanya menjadi dokter saja, belum mengerti jika banyak dokter spesialis di dunia ini.
Sampai suatu hari teman sewaktu kecilnya harus meningal dunia karena penyakit kanker kelenjar getah bening.
Telatnya penanganan mengakibatkan kita harus kehilangan nyawanya.
Pada saat diagnosa awal kedua orang tua Ita lebih memilih untuk pergi ke orang pintar dari pada ke berobat ke dokter.
Euis menyaksikan sendiri bagaimana Ita yang sehat dan ceria berubah menjadi lebih kurus. Rambutnya yang hitam rontok sedikit demi sedikit.
Tidak ada lagi senyum di wajah Ita, Ia sudah merasa tidak memiliki harapan untuk hidupnya dan akhirnya Ita menghembuskan nafas di umur yang belum menginjak lima belas tahun.
Walaupun kedua orang tua Ita sudah mengetahui alasan kematian anaknya, tapi tidak sedikit orang yang menghubungkan kematian Ita dengan hal-hal mistis.
Begitulah tetangga-tetangga Euis di kampung, mereka masih mempercayai hal mistis dan masih percaya dengan orang pintar.
Bahkan praktik orang pintar di daerah Euis masih menjamur, walaupun banyak yang tidak terbukti tapi masih saja banyak orang yang mempercayainya.
" Jadi karena temen kecil kamu meninggal karena kanker, jadi kamu mau menjadi dokter onkologi? "
" Benar, aku mau masyarakat bisa lebih percaya dengan dokter dari pada orang pintar, apalagi pengobatan untuk pasien kanker harus segera dilakukan agar tidak menyebar kemana-mana "
Galuh terlihat mengangguk mendengar penjelasan Euis, Galuh tau benar jika temannya itu orang yang pintar dan suatu saat pasti bisa menjadi seorang dokter terkenal.
" Tapi, gimana dengan Bapakmu? Apa beliau akan mengizinkan kamu untuk melanjutkan kuliah "
Itulah yang menjadi kendala Euis selama ini, walaupun Euis sudah menyusun strategi dari SMP namun tetap saja kekhawatiran itu ada.
Ayah sudah mencari tahu bagaimana mendapatkan beasiswa kedokteran di Universitas Indonesia, selama ini Iya sudah sangat berusaha untuk menjaga nilainya agar tetap bagus.
Euis juga aktif dalam kegiatan di sekolahnya agar menjadi poin Plus pada saat mengajukan beasiswa.
Euis sudah konsultasi dengan guru bimbingan konselingnya untuk mengajukan beasiswa fakultas kedokteran di Universitas Indonesia.
Pak Rahman yang merupakan Guru bimbingan konselingnya bahkan sangat yakin jika Euis akan mendapatkan beasiswa itu.
Nilai Euis bahkan nyari sempurna di semua mata pelajaran, hal itu yang membuat Pak Rahman sangat yakin akan kesempatan Euis mendapatkan beasiswa.
Euis juga harus bersiap-siap untuk hidup mandiri selama berkuliah, karena Euis tau Bapak tidak akan membiayai kuliahnya dan Ia harus menghidupi dirinya sendiri.
Dari SMP Euis sudah mulai menabung, uang yang ia peroleh dari ibu dan bapak tidak pernah Euis gunakan sama sekali.
Bapak sebetulnya bukan orang yang pelit, bahkan Euis mendapatkan uang saku yang lebih besar daripada teman-temannya yang lain.
Jika Euis meminta sesuatu Bapak juga selalu memberikannya, tapi tidak dengan pendidikan.
Usaha ternak bapak yang semakin maju juga membuat Bapak semakin Royal kepada keluarganya.
Bapak bahkan membelikan Euis sepeda motor untuk dipakai berangkat ke sekolah, yang jaraknya memang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.
Tapi jika berurusan dengan pendidikan Bapak tidak pernah Royal itu.
Piala-piala yang Euis dapatkan selama mengikuti perlombaan cerdas cermat di sekolahnya tidak pernah membuat Bapak bangga.
Euis bahkan sengaja meminta Ibu untuk memajang piala-piala yang ia dapatkan di ruang tamu dengan lemari tersendiri.
Entah sudah beberapa piala yang Euis bawa pulang, tapi Bapak tidak pernah memujinya sama sekali.
Pernah suatu hari Euis pulang dengan membawa piala yang sangat besar, Piala itu is dapatkan ketika memenangkan lomba cerdas cermat se-kota Bogor
Tidak tanggung-tanggung Euis mendapatkan juara pertama.
Dengan riang ia membawa pialanya masuk ke dalam rumah.
" Ibu..Bapak..Aa Asep lihat piala Euis gede pisan " Teriak Euis dengan riang sambil memasuki rumahnya.
Ibu yang mendengar Euis berteriak dari luar mendekati anaknya yang terlihat membawa piala yang sangat besar.
" Ya Allah piala apa ini Euis besar sekali? " Ibu sampai terkagum-kagum melihat piala Euis yang sangat besar itu.
" Euis menang juara 1 Bu lomba cerdas cermat se-kota Bogor, selain piala Euis juga mendapatkan uang tunai 5 juta rupiah "
Ibu dapat melihat putrinya yang sangat gembira dengan pencapaiannya, Ia juga sangat banga melihat prestasi anaknya itu.
Untuk anak seusianya, mendapatkan uang Rp5.000.000 bukanlah sesuatu yang sedikit.
Namun anehnya Ibu tidak pernah melihat Euis menggunakan uangnya sama sekali.
Udah berkali-kali Euis mendapatkan hadiah karena menang dari beberapa lomba yang ia ikuti, tapi Ibu tidak pernah melihat Euis menggunakannya untuk membeli sesuatu.
" Euis hebat kan Bu? "
" Iya anak Ibu hebat pisan " Ucap Ibu sambil menepuk-nepuk pundak Euis.
Aa Asep yang sedari tadi ada di dapur tidak ikut heboh lihat kedatangan Euis, Ia bahkan tidak mengucapkan selamat kepada Euis.
Selain bapak, Aa Asep juga tidak pernah senang dengan semua pencapaian Euis, padahal dulu Aa Asep selalu bangga dengan prestasi Euis di sekolah.
Tapi semua itu berubah ketika Euis masuk SMP, ia menjadi semakin jauh dengan Aa Asep tapi Euis tidak tahu apa penyebabnya.
Mereka sudah tidak pernah bermain bersama, Bahkan di rumah pun mereka tidak banyak bicara.
Wajah Aa Asep selalu marah jika melihat Euis padahal Euis tidak melakukan kesalahan apapun.
Seperti hari ini alih-alih mengucapkan selamat kepada Euis, Asep terlihat sibuk dengan ponselnya.
Memang untuk urusan akademis, hanya Ibu yang selalu mendukung Euis.
Ibu selalu berusaha untuk memenuhi semua permintaan Euis jika menyangkut pendidikan.
Seperti pada waktu Euis ingin melanjutkan SMP, di kemudian hari Euis baru tahu jika i
Ibunya lah yang menghadap ke kepala sekolah untuk meminta bantuannya membujuk Bapak.
Dan karena usaha ibu hingga saat ini Ris masih bisa bersekolah dan terus menggapai mimpi-mimpinya.
Euis selalu berharap jika suatu saat nanti semua keluarganya akan bangga dengan prestasi yang ia gapai.
Walaupun sulit untuk menuju ke sana, tapi Euis tidak akan menyerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Sukses Neng Euis...
2023-06-05
0
Galuh Kuncoroweni
tambah penasaran Thor sama kelanjutan ceritanya.. tak sabar menunggu
2023-05-11
0